"Je ... gue masuk, ya?"
Jean yang mendengar itu hanya menghela napas, ia tahu siapa itu. Jadi, biarkan saja lah.
Pintu kamar Jean pun terbuka, menampilkan sosok Afkar yang masih lengkap dengan seragam sekolahnya. Sepertinya pemuda itu pulang sekolah langsung ngacir ke rumah Jean. Afkar pun mendekati Jean yang sedang anteng merakit Lego di kasurnya.
"Kata Bunda lo, lo belum makan? Kenapa?" tanya Afkar, ia pun menyimpan nampan yang ia bawa tadi. Karena Emeline menyuruh Afkar untuk membujuk Jean agar anak nakal itu makan. Semoga saja dengan keberadaan Afkar Jean bisa makan.
Sedangkan sang oknum hanya mengedikkan bahu acuh dan masih anteng dengan Lego-Lego nya.
Afkar menghela napas, jika sudah berhadapan dengan Jean mode sakit memang harus menambah stok sabar karena Jean akan bertambah menyebalkan.
"Je!" Afkar merebut Lego yang Jean tengah rakit itu.
Jean memasang wajah kesal, ia kembali merebut Lego miliknya. "Gue nggak mau makan, Afkar!"
"Katanya lo mau sekolah, kalau lo nggak mau makan kapan sembuhnya coba? Makan, ya?"
Jean menggeleng.
"Je, lo nggak kasian sama Bunda lo? Dia khawatir sama lo, lo kenapa, sih? Dari pagi lo nggak makan, di pikir bagus lo begitu?"
Jean menunduk, Afkar kalau sudah marah nyeremin juga, sudah seperti Jendral. Jean mengulum bibirnya, jujur ia lapar, tetapi nggak juga, ah nggak tahu Jean pusing. Jean lapar, tapi kalau di isi makanannya pasti keluar lagi, Jean jadi badmood.
"Jangan marah, Kar," lirih Jean pada akhirnya.
Afkar masih menatap Jean dengan datar. "Kalau lo nggak mau gue marah, sekarang makan," ujarnya.
Jean manatap Afkar dengan mata yang berkaca, mirip sekali puppy. "Tapi kalau di isi makan keluar lagi, perut gue lagi nggak enak, Kar."
"Itu karena asam lambung lo naik, ege. Makannya dikit-dikit isi, ya?"
Oke, Jean mengangguk saja. "Dikit-dikit, ya?"
Afkar mengangguk, ia pun kembali membawa nampan yang berisikan bubur untuk Jean. "Buka mulut lo," perintah Afkar, tangannya sudah mengudara dengan sendok yang telah terisi bubur untuk masuk kedalam mulut Jean.
"Nggak perlu di suapin juga kali, gue bisa sendiri," ujar Jean seraya mengambil bubur itu dari Afkar.
"Ck, lo kalau makan lama, gue suapin aja udah!"
Jean memundurkan kepalanya dengan kedua alis yang terangkat. Kenapa Afkar menyebalkan? Jean kan bukan bayi yang harus di suapin.
"Buka mulu lo Jeandra!" seru Afkar karena tangannya yang sudah pegal.
Jean pun membuka mulutnya, dengan segera Afkar memasukkan makanan lembek itu pada mulut Jean. "Nah, begitu, ngapa susah banget, sih!"
Jean tersenyum, ia kembali memainkan Legonya.
"Kenapa lo nggak mau periksa?"
Jean mendengus, ia malas kalau arah pembicaraannya mangarah pada kesehatannya yang nyantanya ia baik-baik saja.
"Ya mau meriksain apa, Kar? Gue baik-baik aja," ucap Jean.
Afkar menghela napas. "Lah, ini buktinya lo masih sakit. Kelihatan kok muka lo masih pucet. Kenapa bandel bangat, sih, lo?"
Jean membolakan matanya. "Gue nggak nakal ya! Ah, udah, ah, males gue kalau lo lebay begini," ujarnya seraya menyilangkan tangannya di depan dada, jangan lupakan bibir itu maju beberapa senti.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVARA FAMILY
Teen FictionTidak ada yang spesial, ini hanya daily life dari keluarga Devara yang di kepalai oleh Jefryan dan ibu negara Emeline beserta ketiga tuyulnya; Jendral, Jevan, dan Jean.