16. Tinggal Sama Necan

820 110 31
                                    

"Katanya Jean ngajak main ke lo?" tanya Jevan pada Jendral seraya mengangkat sebelah alisnya julit.

Jendral yang tengah memakan kiko sisa Jevan mengangguk sebagai respon.

Jevan berdecak. "Jahat, kenapa kalian nggak ngajak gue?!"

Kini giliran Jendral yang mengangkat sebelah alisnya, kadang ia selalu bertanya bahkan sebelum tidur Jendral selalu berpikir mengapa harus Jevan yang menjadi saudara kembarnya?

"Males banget ngajak lo," ujar Jendral.

"Nggak pa-pa nggak ngajak gue, gue mau tetep ikut, kok!"

Jendral menggulirkan matanya malas, serah Jevan lah. Kalau ia dan Jean main ya otomatis Jevan pun ikut, karena Jean itu paling suka jika sudah bermain bersama kedua abang kembarnya. Meskipun yang satunya agak diluar nalar, tetapi Jean tetap sayang, kok.

"Terus, lo mau ajak Jean kemana?" tanya Jevan lagi.

Jendral mengedikkan bahunya, ia balum tahu nanti mau mengajak adik bungsunya itu bermain kemana. Jika diajak ke taman hiburan, di sana pasti banyak orang, dan Jean tidak suka. Jika ke teman kota juga sama banyak orang.

"Ke pantai yo, Jen? Jean juga pernah ngomong pengan ke pantai katanya," ujar Jevan.

"Kapan Jean ngomong gitu?"

"Udah lama, sempet bilang Bunda juga. Tapi kayaknya Bunda lupa, deh. Katanya Jean mau lihat sunset."

"Ya udah, ke pantai aja," ujar Jendral.

"Eh, itu bukannya Jean, ya?" Jevan menyipitkan matanya saat melihat adik bontotnya tengah di gendong oleh Afkar. "Ngapain gendong-gendongan? Adek gue masih normal 'kan, Jen?"

Jendral menghela napas, tanpa banyak bicara ia beranjak untuk menghampiri adik bungsunya itu.

"Jen, tunggu!" Jevan pun ikut berdiri untuk menyusul kembarannya.

Sekarang kedua kembar Devara itu sudah berada tepat di depan Afkar yang tengah menggendong adik mereka. Jendral dan Jevan sudah seperti preman yang tengah malak korbannya.

"Abang," cicit Jean saat melihat wajah datar Jendral, lalu matanya beralih pada kembaran abangnya yang memasang wajah bingung.

"Turun," perintah Jendral pada adiknya itu.

"Kar, turun," ujar Jean berbisik.

"Emang kaki lo udah baek?" tanya Afkar yang berhasil membuat kedua abang Jean menautkan alisnya.

"Kaki lo kenapa?" tanya Jevan.

"Kaki dia sa––"

"KESELEO," potong Jean yang berhasil membuat Afkar memejamkan matanya karena teriakan Jean.

"Turunin, Kar," perintah Jendral lagi.

Afkar pun menurunkan Jean, terdengar anak itu meringis saat Afkar menurunkan. Jendral pun langsung mengambil alih adiknya itu.

"Lo ke kelas aja, Kar, biar Jean sama gue," ujar Jendral lagi.

"Tapi kaki dia––" Niatnya Afkar akan menjelaskan, tetapi lagi-lagi ucapannya terpotong oleh sahabat lucknutnya.

"Kaki gue nggak pa-pa, Kar. Nggak usah khawatir, ah. Mending sekarang lo balik kelas," tangkas Jean.

Afkar menggulirkan matanya, serah Jean lah. "Gue ke kelas duluan," pamitnya karena Jean sudah bersama kedua abangnya, Afkar ikut tenang. Dia pun melangkahkan kakinya menuju kelas.

Setelah perginya Afkar, kini Jendral membungkuk membelakaki adiknya. "Naik," perintahnya pada sang adik.

"Kaki adek udah nggak pa-pa, kok," cicit Jean.

DEVARA FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang