"Kenapa belum tidur?" Jefryan mendekati istrinya yang tengah duduk di sofa sembari di temani segelas coklat panas.
Emeline tersenyum pada suaminya, ia membalas kecupan sayang yang Jefryan berikan di pipinya. "Belum ngantuk aja," balasnya.
Emeline menyenderkan kepalanya pada dada bidang sang suami, begitu pun dengan Jefryan, pria itu menjatuhkan ribuan kecupan pada pucuk kepala wanitanya. Entah kenapa, hari ini Emeline cukup lelah, tidak seperti biasanya.
"Bunda hebat, beruntung banget aku dapetin kamu," puji Jefryan tiba-tiba.
Emeline terkekeh, ia menyikut perut suaminya dengan pelan. Tau nggak, sih, Emeline kan jadi salting.
"Tadi Jendral bawa pacarnya, aku jadi inget waktu kita muda dulu," ujar Jefryan membuka obrolan.
"Oh, ya? Kenapa kamu baru ngomong sekarang? Cantik nggak pacar Abang?"
Jefryan mengangkat jempolnya. "Cantik, jago masak pula, percis kaya kamu. Emang ya kalo buah jatuh nggak jauh dari pohonnya," sombongnya.
Emeline berdecak. "Narsis kamu, pantesan Jevan alay."
"Et, jangan salah, gitu-gitu Jevan pacarnya banyak."
Emeline menatap suaminya datar. "Jadi, kamu bangga gitu punya anak playboy?"
"Ish, bukan playboy. Mungkin Jevan lagi nyeleksi," celetuk Jefryan yang berhasil membuat Emeline mendidih.
"Gila kamu! Aku nggak mau anak aku kayak kamu!"
"Loh, wajar dong kalau anak aku kayak aku?"
"Aku nggak mau anak aku playboy kaya kamu!" Emeline menunjuk gemas tepat pada dada Jefryan yang membuat pria itu tertawa.
"Tapi 'kan meskipun dulu aku suka koleksi cewe, yang aku nikahin tetap kamu, Ros. Cinta mati gue sama lo."
Emeline kembali salah tingkah. Jika berduaan seperti ini, ia merasa muda kembali. Jadi rindu masa-masa remaja, dimana ia bebas bisa mengekspresikan diri. Bermain bersama teman-teman tanpa beban dan pacaran sampe keboblosan, eh. Jangan ya dek ya.
"Kamu nyesel nggak nikah sama aku?" tanya Jefryan tiba-tiba.
Emeline mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa nanya gitu? Kalau aku nyesel, aku udah minta talak kamu dari dulu."
"Meskipun aku udah rebut masa remaja kamu?"
"Jeffff, udahlah. Sampai kapanpun aku nggak nyesel nikah sama kamu, hidup sama kamu diatap yang sama. Aku nggak nyesel. Memang dulu cara kita salah, tapi ... sedikitpun aku nggak menyesali hal itu."
Jefryan terdiam, ia menatap istrinya dengan dalam, kemudian ia melirik putra bungsunya yang tengah tertidur di ranjangnya.
"Maaf ya dulu aku jahat banget."
Emeline dibuat bingung, mengapa tiba-tiba Jefryan menjadi melow seperti ini.
"Kadang aku mikir, apa Jean sakit gara-gara aku? Apa ini balasan dari dosa-dosa aku yang udah aku perbuat? Kalau memang iya, kenapa harus anak aku? Kenapa nggak aku aja yang menerima semua ganjarannya. Kenapa harus anak aku yang sakit? Kenapa bukan aku aja?" cerocos Jefryan. Ia hanya tidak tega melihat buah hatinya harus menahan sakit setiap waktu. Jika bisa, pindahkan saja rasa sakit putranya padanya.
"Jef ...." Emeline menarik napasnya cukup dalam, ia menatap pasang retina di depannya. "Ini semua bukan salah kamu, ini semua takdir. Sekarang, tugas kita buat semangatin adek biar dia bisa cepet sembuh. Kita do'ain dia, kasih dia semangat biar nggak nyerah. Kita harus kuat buat anak-anak kita, Jef." Kemudian Emeline menggenggam tangan yang lebih besar darinya. "Yang lalu udah biarin aja, sekarang kita fokus buat masa depan kita sama anak-anak. Yang terpenting, semoga anak-anak kita nggak ngikutin jejak orang tuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVARA FAMILY
Teen FictionTidak ada yang spesial, ini hanya daily life dari keluarga Devara yang di kepalai oleh Jefryan dan ibu negara Emeline beserta ketiga tuyulnya; Jendral, Jevan, dan Jean.