Ch. 4 - Ambil Uangmu!

6 0 0
                                    

Tangan pemuda itu sedikit bergetar saat ia melihat buku tabungannya. Total saldo senilai sebelas miliar. Butuh berapa tahun ia akan mendapatkan uang sebanyak itu dengan bekerja paruh waktu di sebuah minimarket? Puas memandanginya, Alan menutupnya pelan-pelan.

Ia melihat-lihat dalam-dalam, mengamati pasar mata uang crypto, dan menunggu untuk membuat keputusan besar. Ia sangat ingat di masa lalu, seseorang membicarakan sebuah ledakan mata uang yang akan terjadi. Dan Alan di sana, menggunakan kursor untuk menggulir ke bawah dengan hati-hati.

“Ketemu, Dex.”

Pemuda itu mengulas senyuman lebar, ia tahu dengan pasti kemungkinan untuk melipat gandakan uangnya dengan mudah hanya selangkah di depan mata.

“Akan aku pertaruhkan kesempatan keduaku pada ini!”

Alan, untuk pertama kali dalam seumur hidup, menginvestasikan semua harta kekayaannya pada mata uang crypto.

Ia melakukan pembelian sebesar sebelas miliar.

“Beli!”

Dalam satu kali tekan, seluruh uang Alan di tabungan berpindah menuju dompet mata uang crypto. Nol besar adalah angka yang ditunjukkan di aplikasi mobile banking. Jantungnya berdegup kencang. Alan menarik nafas dalam-dalam, lantas membuat sebuah panggilan.

“Senior, aku sudah mengirimkan sebuah link untukmu. Yang perlu kamu lakukan hanyalah menekannya dan melakukan pembelian.”

‘Tentu … Alan. Aku akan membelinya.’

Terdapat keraguan dalam kalimat Anastasia, namun Alan adalah orang yang paling memahami situasi ini. Pertama kali Anastasia mendengar rencana Alan, ia terlihat khawatir dan putus asa, karena Anastasia memiliki rencana tabungan yang ingin digapai dan tak bisa sembarangan menggunakan uang.

Namun Anastasia memilih untuk mempercayainya.

Ia pun mematikan panggilan.

Tatapan mata Alan menguat, ‘Aku tidak akan membuatmu menyesal, Senior,’ batin Alan.

Beberapa waktu berlalu. Alan masih menunggu mata uang crypto tersebut untuk meroket tinggi, namun semakin lama waktu berlalu, semakin menurun juga nilainya. Ia gemetar, menggigit ujung bibirnya dengan pelan. Pikiran Alan mulai berlarian dari sana ke sini.

“Apa aku membuat sebuah kesalahan? Jika aku menjualnya sekarang, aku hanya akan mengalami kerugian sekitar satu miliar. Kalau ini aku teruskan, aku mungkin kehilangan lebih banyak,” gumam Alan.

Ia ingin menekan tombol jual. Alan tidak ingin kehilangan semua uangnya. Satu miliar itu adalah nilai yang tidak sedikit, tetapi lebih baik kehilangan separuh dari pada seluruh.

Nilai mata uang crypto tempat di mana Alan berinvestasi kian menurun. Kali ini, kerugian telah mencapai hingga 3 miliar.

“Bagaimana ini? Apa aku lupakan saja? Aku hampir kehilangan semuanya.”

Alan menggelengkan kepala. Ia tahu ia masih memiliki kesempatan. Bukan karena keinginan untuk bertaruh dengan keadaan, namun kepercayaan pada diri sendiri. Alan sangat yakin kalau ingatannya bisa diandalkan.

Waktu berlalu tanpa terasa. Nilai mata uang crypto itu semakin menurun. Alan berkeringat dingin melihat kerugian yang ia alami. Dalam kondisi ini, dia akan kehilangan semuanya.

“Mungkin aku harus menyerah.”

Tidak.

Tunggu.

Hal tidak beres terjadi.

Tepat beberapa detik sebelum pemuda itu menjual semua mata uang crypto yang ia gadang-gadang akan membawanya ke puncak, sebuah keajaiban telah terjadi.

Dalam beberapa detik, nilai dari mata uang itu meningkat dengan cepat. Semakin tinggi, tinggi, dan tinggi. Kilas lengkungan di bibir dengan cepat menaik, menggambarkan suasana hati Alan saat ia mengetahui nilai kekayaannya saat ini.

Keuntungan saat ini telah mencapai 10 miliar, hanya dalam beberapa detik. Beberapa menit selanjutnya, ia telah mengakumulasikan keuntungan mencapai lebih dari dua kali lipat dibanding sebelumnya.

“Ini dia!”

**

Erman mengetuk-ngetuk meja berulang kali dengan posisi kepala berpangku pada tangan. Ia terlihat gelisah saat melihat jam dinding dan berdecak sesekali.

“Bocah itu pasti melarikan diri. Waktu kesepakatan hampir berakhir dan dia tidak kunjung menampakkan diri,” keluh Ron.

Erman setuju dengan perkataan bawahannya kemudian membuka laci, mengambil sebuah senjata api di sana. Ia berdiri dan memberi Ron perintah.

“Kita akan memburu tikus yang melarikan diri hari ini.”

Ron mengangguk, “Saya akan segera mempersiapkan ken ….”

“Itu tidak perlu.” Gema nada suara tak asing di telinga mereka memiliki kekuatan begitu besar dalam menarik perhatian. Pria yang mereka sangka telah melarikan diri, tiba-tiba saja berada di hadapan mereka dengan sebuah koper besar.

Sunggingan senyuman yang ia ulas di wajahnya menunjukkan kebahagiaan, namun juga kesombongan serta kepercayaan diri yang teguh. Alan melemparkan koper itu menuju samping meja kerja Erman.

“Kamu bisa memeriksa isinya. Semua utang orang tuaku, uang kemarin, dan bunganya, sudah aku susun dengan rapi di dalam sana,” terang Alan.

“Total semuanya dua setengah miliar, sesuai dengan kesepakatan.”

Erman menatap Ron, seolah memberi isyarat bagi pria itu untuk mengecek isi koper yang dibawa oleh Alan. Ia tidak menurunkan kewaspadaan sedikit pun dan bahkan menaruh kecurigaan pada pemuda tersebut. Di satu sisi tangan Erman, ia memegang senjata api, bersiap untuk menarik pelatuk apabila hal buruk terjadi.

Bertahun-tahun Erman terjun ke dunia gelap, puluhan pertarungan hidup dan mati ia lalui. Kehadiran Erman di sini membuktikan seberapa tangguh ia bertahan. Ia tidak akan melepaskan kewaspadaan bahkan untuk seorang pemuda lemah Alan.

“Semuanya uang, Bos. Tidak ada barang mencurigakan di sini,” jelas Ron.

Erman melepaskan pegangan pada pistol dan menyeringai. Ia berdiri dan melihat langsung untuk memastikan dengan mata kepala sendiri—karena sulit untuk dipercaya. Pemuda ini melunasi semua hutangnya dan hanya dalam tiga hari. Bagaimana mungkin?

Puluhan pertanyaan menyambar bagai petir di dalam hati Erman. Pipi pria itu tampak berkedut, seolah mendorong dirinya sendiri untuk tidak mengajukan pertanyaan. Harga dirinya terlalu tinggi untuk direndahkan.

“Kerja bagus. Kamu menepati janjimu,” ucap Erman gembira. Ia tidak peduli dari mana Alan mendapatkannya, selama uangnya kembali maka itu adalah keuntungan, “Apa kamu ingin meminjam uang lagi? Aku bisa memberimu 10 miliar, tentu saja tidak termasuk dengan bunga,” lanjutnya sambil menjilat bibir.

“Tidak, aku akan mengakhiri hubungan kita di sini. Aku sudah menyimpan cukup uang untuk investasiku selanjutnya,” ujar Alan, ia menundukkan muka dan keluar. Ia tidak menoleh ke belakang lagi.

“Bocah itu benar-benar menjadi sombong hanya karena beruntung. Apa saya perlu memberinya pelajaran, Bos?” tanya Ron.

“Tidak, untuk sementara awasi dia dan cari tahu apakah dia sungguh membuat keuntungan dari crypto.”

**

Alan menghentikan langkah kaki sebelum ia menjauh dari markas Erman. Pemuda itu mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal.

“Halo, Tuan?” kata Alan.

“Apa?! Bagaimana mungkin?”

“Maksud anda kalau mata uang crypto dengan nama Duck akan meroket hingga puluhan kali lipat?”

“Baiklah, baiklah. Saya akan segera kembali secepat mungkin untuk membeli sebanyak yang saya bisa.”

“Terima kasih banyak atas informasinya, Tuan.” Alan mematikan telepon.

“Sungguh! Aku sungguh beruntung kali ini. Aku tidak bisa melewatkan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak itu!”

Alan memasuki mobil baru yang telah ia beli dengan menggunakan uang yang ia hasilkan dari crypto dan mengemudi secepat kilat. Tanpa ia ketahui, seseorang membuntutinya keluar dan menguping semua pembicaraannya.

Pewaris Sepuluh MiliarWhere stories live. Discover now