Ch. 5 - Roda Selalu Berputar

4 0 0
                                    

Sebuah mobil mewah berwarna hitam menepi di parkiran yang tidak jauh dari pusat kota. Tampak seorang pria dengan setelan santai menenteng tas keluar dari dalam mobil tersebut. Ia berlari tergesa-gesa dan masuk ke dalam kafe.

Alan memandang ke kanan dan kiri, seolah mencari sesuatu. Tak lama, seseorang melambaikan tangan dan menyapanya. Itu adalah Anastasia, orang yang ia cari.

“Apa Senior sudah menunggu lama?” Alan duduk di samping Anastasia, yang mengambil kursi dekat dengan jendela. Dari sana, mereka dapat dengan jelas menyaksikan pemandangan kota yang indah.

“Belum terlalu lama, Alan. Aku baru sampai di sini setelah mengantar adikku pulang ke rumah,” jawab Anastasia.

“Terima kasih karenamu, aku bisa membelikan mereka pakaian baru. Aku bahkan mentraktir mereka makanan enak setelah sekian lama,” lanjut Anastasia.

Alan ingat kalau kondisi Anastasia sendiri tidak kalah memperihatinkan darinya. Dia adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Anastasia menanggung tanggung jawab untuk membesarkan adik-adiknya setelah kedua orang tua mereka bercerai. Bahkan dalam keadaan sulit itu, ia masih menawarkan Alan bantuan keuangan.

Alan bungkam, matanya berkaca karena mengingat kehidupan pertama. Ia memalingkan pandangan dan menenangkan diri.

‘Aku adalah orang yang seharusnya berterima kasih padamu, Senior,’ batin Alan.

Keheningan terjadi di antara mereka. Saling duduk bersampingan menjadi sulit untuk mengetahui ekspresi wajah lawan bicara mereka. Anastasia memutuskan untuk melihat daftar menu untuk mengisi kekosongan dan ia segera mengurungkan niat memesan setelah melihat harganya.

“Ngomong-ngomong Alan, kenapa kamu ingin bertemu denganku?”

“Tentang itu, aku ingin mentraktirmu, Senior.”

“Eh, sungguh? Dalam rangka apa?” tanya Anastasia penasaran.

Alan menggaruk tengkuk, bingung memberi tanggapan. Ia tidak bisa berterus terang pada Anastasia.

“Aku hanya ingin mentraktir. Sekalian … sebagai perpisahan.”

Raut wajah ceria Anastasia segera berubah masam mendengar pernyataan Alan. Perpisahan? Ia tahu kalau mereka mungkin tidak akan bertemu lagi setelah Alan mengundurkan diri, tetapi perkataannya barusan seolah membuatnya ingin memutus segala hubungan.

Alan tanpa sengaja melihat wajahnya, dengan cepat menyadari yang terjadi dan memberikan klarifikasi.

“Aku tidak pergi jauh, Senior. Kesibukan mungkin akan menghajarku mulai dari sekarang,” terang Alan.

“Syukurlah.” Anastasia sungguh terlihat lega hingga ia sampai menghembuskan nafas dan tersenyum lembut. Artinya Alan memang memiliki rencana untuk ke depannya. Wanita itu kemudian menambahkan, “Aku akan memesan semua yang aku inginkan. Pastikan kamu memiliki uang untuk membayarnya, ya!”

Alan mengangguk. Ia ikut memilih menu untuk dipesan. Sesekali pria itu menculik pandang ke arah Anastasia, mengagumi kecantikannya yang selama ini selalu ia abaikan.

Alan tahu, wanita ini, memang dari awal selalu menawan. Ia hanya tidak bisa menggapainya di masa lalu dan tidak pernah berpikir yang tidak-tidak karena menghormatinya. Alan selalu tahu kalau Anastasia berada di level berbeda dengannya.

“Tetapi Alan, aku penasaran berapa banyak uang yang kamu investasikan hingga mampu membeli mobil semahal itu,” ungkap Anastasia.

“Tetapi jika kamu tidak ingin mengatakannya, aku tidak masalah. Mengetahui kalau utangmu sudah lunas sudah lebih dari cukup untukku,” lanjutnya merasa tidak enak.

Alan tidak masalah untuk mengungkapkannya, terutama dengan semua keuntungan itu. Namun karena Anastasia telah mengungkitnya dan seolah mengalihkan pembicaraan dengan memanggil pelayan untuk mengkonfirmasi pesanan, Alan mengurungkan niat.

Pria itu membuka laptop, ia mengawasi pasar mata uang crypto dengan nama Duck. Berbeda dengan sebelumnya, ia hanya mengamati dan tidak melakukan pembelian.

“Bukankah mata uang ini naik begitu tinggi? Kenapa kamu tidak berinvestasi di sini dan melewatkan kesempatannya, Alan?” tanya Anastasia penasaran.

“Tidak, aku tidak tertarik lagi dengan crypto. Aku hanya ingin memastikan sesuatu.”

Sesaat kemudian, senyuman di bibir Alan menjadi misteri yang tidak Anastasia ketahui maknanya.

**

Tangan Erman gemetar, begitu pula dengan Ron, yang berdiri membelakanginya. Mata mereka terpukau melihat angka fantastis di hadapan mereka.

Beberapa hari lalu, Erman memberi perintah untuk seorang bawahan agar membuntuti Alan keluar dari markas mereka sebagai bentuk kewaspadaan. Kebetulan, ia mendapatkan sebuah informasi penting—tentang lonjakan nilai suatu mata uang crypto.

Tentu, Erman tidak langsung percaya begitu saja. Ia mendatangkan seorang pakar terpercaya di bidangnya untuk mengkonfirmasi informasi tersebut sebelum membuat keputusan dan itu sesuai dengan pernyataan Alan. Dikatakan, keuntungan yang bisa didapatkan hingga ratusan kali lipat!

Tanpa pikir panjang, Erman menginvestasikan semua harta kekayaannya ke dalam crypto tersebut. Dan sekarang, di hadapannya, jumlah uang yang tidak pernah ia bayangkan terus bertambah.

“Jika seperti ini, tidak butuh waktu lama untuk menguasai dunia bawah dan menyingkirkan para pecundang itu!” kata Erman. Senyuman yang ia ulas menunjukkan semuanya.

“Selamat atas keberhasilan anda, Tuan,” kata Ron. Ia juga secara diam-diam menaruh uang di mata uang crypto tersebut tanpa Erman ketahui. Walaupun tidak sebanyak yang dimiliki oleh sang bos, namun itu cukup untuk membuatnya kaya.

“Mari kita rayakan kemenangan ini setelah aku menarik semua uangku!” ajak Erman.

“Tentu.”

Dari dua puluh miliar, kini total aset kekayaan Erman meroket hingga mencapai empat ratus miliar. Dengan jumlah kekayaan sebesar itu, tinggal menunggu waktu hingga ia menjadi penguasa sebenarnya di kota ini.

Namun tanpa Erman ketahui, ia telah membuat sebuah kesalahan besar. Erman, yang dikendalikan oleh keserakahan dan ketidaktahuan mengenai mata uang crypto, dibutakan dengan keuntungan yang digadang-gadang akan terus bertambah berdasarkan perkataan orang kepercayaannya itu.

Dan seolah membalikkan telapak tangan dari takdir seseorang, ia telah mendorong dirinya sendiri menuju jurang keputusasaan.

Dalam hitungan menit, tanpa Erman sadari apa yang ia alami, nilai mata uang crypto tersebut terus menurun.

“Ron, apa yang terjadi? Kenapa harganya menurun dengan gila? Cepat panggil orang itu. Cepat!”

Ron bergegas dengan cepat memanggil orang yang dimaksud. Ia menjelaskan apa yang terjadi dan dengan cepat menyampaikan pada Erman.

“Tuan, dia bilang kamu harus menjualnya sekarang juga! Nilai mata uangnya menurun dengan sangat cepat atau kita akan kehilangan semua uang yang telah diinvestasikan!”

“A-apa?!”

Kepanikan melanda pikiran Erman, begitu pula dengan Ron. Kedua orang tersebut berusaha secepat mungkin untuk menjual mata uang crypto tersebut dan mengamankan uang mereka sebelum hangus tak bersisa. Tetapi … semua sudah terlambat.

Uang senilai dua puluh miliar Erman lenyap tak bersisa.

“D-dia bilang sudah terlambat, Tu-Tuan. Ki-kita kehilangan semuanya.”

Mata Erman membulat lebar, perasaannya diaduk-aduk saat ia melihat monitor di hadapannya. Lilin itu telah mencapai titik terendahnya—nol. Tidak lagi berarti. Geram, marah, dan sedih. Erman melempar monitor di hadapannya ke dinding dan berteriak dengan kesal.

“Sialan! Yang benar saja?!” bentak Erman.

Saat ia pikir menguasai dunia gelap kota ini tinggal selangkah lagi, semua menjadi kacau dan tak terkendali. Erman melanjutkan untuk meluapkan emosinya dengan menendang meja kerja di ruangannya, kemudian menghancurkan semua yang bisa ia hancurkan.

“Panggil orang itu. Suruh dia ke sini. Aku akan menghajarnya habis-habisan karena telah membuatku merugi,” titah Erman pada Ron.

“Ba-baik, Tuan.”

Pewaris Sepuluh MiliarWhere stories live. Discover now