"Monsieur Park? Pelajaran hari ini kurang panas," ujar Hongjoong santai sambil nyender di kursi paling belakang, kaki disilangkan seenaknya, wajahnya nyengir kayak kucing habis nyuri ikan.
Seonghwa, yang lagi serius nulis conjugation kata kerja di papan tulis, hampir aja salah nulis "je suis" jadi "je stress". Dia narik napas dalam-dalam, berusaha tetap tenang. "Oke, sabar, Hwa. Dia cuma murid, cuma murid," batinnya sambil menggenggam spidol lebih kencang, kayak spidolnya punya andil dalam kekacauan emosinya.
"Hongjoong," Seonghwa berbalik, nadanya tegas tapi ekspresi wajahnya kayak Wi-Fi yang nyaris putus nyambung. "Kalau pelajaran ini kurang ‘panas’, mungkin kamu bisa bantu jelasin ke kelas kenapa ‘je t’aime’ itu penting?"
Hongjoong malah nyengir makin lebar. "Ah, ‘je t’aime’ itu kayak… kode rahasia buat orang yang nggak berani bilang langsung. Tapi kalau saya sih, Monsieur, saya lebih suka ngomongnya langsung. Kayak sekarang: saya suka sama Anda."
Jleb.
Spidol Seonghwa nyaris jatuh. Suasana kelas hening, kayak semua murid mendadak jadi figuran drama slice-of-life dengan ekspresi “WHAT?!”
"Hongjoong, ke ruang guru. Sekarang." Suara Seonghwa setenang laut sebelum badai.
Di ruang guru yang penuh aroma kopi basi dan fotokopi hangus, Seonghwa duduk di meja kecil, Hongjoong berdiri di depannya dengan ekspresi santai, seolah-olah baru aja ngaku suka sama gorengan, bukan gurunya sendiri.
"Kenapa kamu selalu cari gara-gara di kelas?" tanya Seonghwa, nadanya campuran antara frustrasi, bingung, dan sedikit… penasaran?
Hongjoong nyengir, lalu duduk di meja, bukan kursi, karena ya… kenapa nggak? "Karena ekspresi Anda lucu, Monsieur. Biasanya kaku banget, kayak papan tulis. Tapi waktu saya bilang suka tadi, wajah Anda kayak kertas ujian—penuh coretan, nggak jelas, tapi menarik."
Seonghwa mendengus, tapi pipinya nggak bisa bohong—ada semburat merah samar di sana. "Ini bukan soal lucu atau nggak. Aku guru kamu."
"Dan aku murid yang suka sama gurunya. Dunia ini aneh, bukan?" Hongjoong mengangkat alis, kayak ngelempar tantangan.
Seonghwa kehabisan kata-kata. Dia bisa aja ngomel panjang lebar tentang profesionalitas, tapi ada sesuatu di cara Hongjoong ngomong yang bikin pikirannya belok ke jalan tikus aneh.
"Dengar, Hongjoong—"
"Dengar apa? Suara jantung Anda yang makin kenceng?" potong Hongjoong cepat, matanya penuh kemenangan kecil.
Seonghwa menutup wajah dengan tangannya, berusaha menahan tawa yang nggak semestinya muncul. "Kamu ini kenapa sih aneh banget?"
"Karena hidup terlalu singkat buat serius terus. Lagian, saya cuma jujur. Kalau saya suka, ya saya bilang. Simpel."
Seonghwa mendongak, matanya bertemu dengan tatapan Hongjoong. Ada keheningan singkat di antara mereka, kayak jeda napas sebelum ketawa meledak saat nonton video kucing jatuh dari sofa.
Akhirnya, Seonghwa menyerah. "Oke, fine. Aku kasih kamu tantangan." Dia berdiri, menyilangkan tangan. "Kalau kamu bisa jawab pertanyaan ini dengan benar, aku traktir kopi. Kalau nggak, kamu harus berhenti ganggu aku di kelas."
Hongjoong menyipitkan mata, senyumnya makin lebar. "Deal. Apa pertanyaannya?"
Seonghwa mendekat, matanya menyala penuh semangat kompetitif. "Apa bentuk lampau dari ‘je t’aime’?"
Hongjoong terdiam sejenak, berpikir keras. Lalu dia nyengir licik. "‘Je t’aimais’, tapi buat Anda sih, ‘je t’aimerai.’ Artinya? Aku akan tetap suka sama kamu."
BOOM.
Seonghwa terpaku. "Kenapa jawabannya harus cheesy gini sih?!" pikirnya, tapi dia nggak bisa menahan senyum tipis di sudut bibirnya.
Malamnya, mereka duduk di kafe kecil dekat sekolah, ditemani kopi yang nggak terlalu enak tapi suasana yang entah kenapa jadi nyaman.
"Jadi, apa rencana anehmu selanjutnya?" tanya Seonghwa sambil menyeruput kopinya.
Hongjoong mengangkat bahu. "Mungkin nulis puisi aneh tentang guru bahasa Prancis yang diam-diam suka muridnya?"
Seonghwa nyaris tersedak. "Kamu tuh ya!"
Hongjoong tertawa, dan tawa itu entah kenapa terdengar kayak lagu favorit yang nggak sengaja diputar di radio.
Seiring waktu berjalan, perbincangan mereka penuh dengan lelucon aneh, celetukan konyol, dan kalimat-kalimat random yang nggak masuk akal. Tapi di balik semua keanehan itu, ada sesuatu yang nyata: koneksi yang nggak bisa diabaikan.
Ketika malam semakin larut, mereka berjalan pulang bersama, langkah mereka selaras, obrolan ringan mengisi udara malam.
Di depan pintu apartemennya, Seonghwa berhenti. "Terima kasih untuk… ya, semua keanehan ini."
Hongjoong mendekat, matanya menatap Seonghwa dengan intensitas yang nggak biasa. "Aneh itu cuma cara lain untuk jujur tanpa kelihatan lemah."
Seonghwa tertawa pelan. "Kamu ini filosof aneh."
Hongjoong hanya tersenyum, lalu dengan spontan, dia mencium pipi Seonghwa. "Sampai ketemu besok, Monsieur."
Seonghwa berdiri terpaku, tangannya menyentuh pipinya yang sedikit hangat.
"Anak ini… benar-benar aneh," gumamnya, tapi senyumnya nggak hilang sampai dia masuk ke apartemennya.
![](https://img.wattpad.com/cover/357262320-288-k320352.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Exquisite Episode • All × Seonghwa
Fanfictionbottom!Seonghwa / Seonghwa centric ©2023, yongoroku456