Bab 1
Rahasia di Balik Mata
Pontianak, 2016.
Aku duduk di kelas, di bangku biasa yang mulai terasa tidak nyaman, menunggu guru Bimbingan Konseling masuk. Mataku melayang ke luar jendela, menikmati pemandangan langit Pontianak yang cerah. Hari ini, kami diberi tugas yang berbeda dari biasanya. Ibu guru meminta kami menulis masalah pribadi di selembar kertas.
"Baiklah, anak-anak," kata Bu Nur, guru Bimbingan Konseling, sambil tersenyum. "Tuliskan masalah pribadi kalian. Apa yang mengganggu pikiran kalian. Jangan khawatir, ini untuk membantu kalian mengekspresikan diri."
Aku membuka buku tulisku dan menatap halaman kosong. Setelah beberapa detik berpikir, aku mulai menulis:
Masalah pribadiku adalah sulit berkenalan dengan orang baru dan orang-orang menganggap aku aneh. Padahal, aku hanya terlalu banyak berpikir, takut ucapanku menyakiti orang lain.
Aku berhenti sejenak, mengingat peristiwa di gedung seni Taman Budaya. Saat itu, aku melihat seorang gadis dengan kemeja merah dan rambut tergerai. Hatiku berdebar-debar. Rasanya aneh, seperti ada sesuatu yang baru.
Saat latihan teater di gedung seni Taman Budaya, aku melihat seorang gadis dengan kemeja merah, rambut tergerai. Aku ingin mengenalnya, tapi aku takut dia akan membenciku seperti teman-teman perempuan lainnya yang selalu berkata kasar padaku. Ini pertama kalinya aku merasakan perasaan seperti ini, dada terasa berdebar-debar.
Aku menulis nama dan kelasku di bagian atas kertas, lalu merobeknya dari buku tulis. Aku merasa ragu-ragu untuk menyerahkannya pada Bu Nur. Apakah ini akan mengubah apa pun?
Bu Nur memperhatikan keraguanku dan mendekat. "Ali, kenapa ragu?" tanyanya dengan lembut.
"Aku takut tulisanku salah, Bu," jawabku pelan.
"Tidak ada yang salah atau benar dalam tugas ini, Ali," kata Bu Nur dengan senyum menenangkan. "Tugas ini untuk membantu kalian agar tidak memendam perasaan. Kumpulkan saja."
Dengan dorongan lembut dari Bu Nur, aku akhirnya menyerahkan kertas tersebut. Bu Nur membacanya sejenak, lalu tersenyum padaku.
"Ali, jangan takut untuk mengajak seseorang berkenalan. Jika kamu terlalu takut, berikan saja kertas yang kamu tulis ini padanya. Dia akan mengerti."
Aku tersenyum dan mengangguk, meski di dalam hati masih ada keraguan.
Saat jam istirahat, teman-teman pria dari kelas sebelah datang ke kelasku. Mereka selalu usil dan jahil, tapi itulah yang membuat mereka humoris. Di antara mereka, hanya aku yang pendiam, tidak seperti mereka yang lebih nakal. Bisa dibilang, aku yang paling cupu.
"Hei, Ali!" Yovie, temanku yang bertubuh gendut, menyapa sambil tertawa. "Kenapa sendirian terus? Cari pacar dong, biar nggak kesepian."
Aku hanya tertunduk dan tersenyum. Mereka tidak mengerti betapa sulitnya bagiku untuk berkenalan dengan orang baru, terutama perempuan.
Setelah sekolah usai, aku pulang ke rumah. Di kamar, aku membuka Messenger di laptopku. Ada pesan dari temanku saat SMP, Ratu.
"Ali, datang ke pesta ulang tahun Azizah, ya! Akan seru sekali!" tulis Ratu.
Aku mengingat Azizah. Kami satu SMP, tapi tidak pernah bertegur sapa. Aku tidak tahu apakah ini ide yang bagus, tapi akhirnya aku membalas pesan Ratu.
"Oke, aku akan datang," jawabku.
Aku menarik napas dalam-dalam. Mungkin, ini adalah langkah pertama untuk keluar dari kesepianku. Mungkin, ini akan membantuku mengerti perasaan yang selama ini menyelimuti hatiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
LET ME FALL IN LOVE
Fiksi RemajaSyarif Ali Alkadrie, seorang remaja keturunan Arab dengan keunikan mata batin yang terbuka, tumbuh dalam kesepian dan penolakan. Hidupnya berubah ketika ia bertemu Alisa Natalia, seorang gadis Sunda yang mem-pesona, di pementasan teater. Mereka sali...