9. Permintaan

19 4 0
                                    

Selamat membaca🤎

•••

"Jangan jadikan kenangan pahit itu menjadi penghambat hidupmu dimasa mendatang"

•••

"Kamu sudah bangun, nak?"

Arga mengangguk kemudian duduk di kursi meja makan. ia melihat semangkuk semur ayam sudah terhidang disana.

"Mah," Arga menatap kearah Rini.

Rini tersenyum. "Iya, makanan kesukaan kamu, kan?"

"Makasih, mah."

Tanpa menunggu lama, Arga langsung menyantap semur ayam kesukaannya itu dengan sangat lahap. Sudah lama Arga tidak pernah makan se-lahap ini.

Ini adalah hari kedua Arga kembali tinggal bersama kedua orang tuanya. Walaupun diawal sempat ada pro dan kontra antara Budi dan Rini, namun pada akhirnya Budi mengalah dan memberi izin Arga tinggal bersama mereka kembali.

Walaupun demikian, tetap saja Budi masih bersikap dingin kepada Arga.

"Arga, mama boleh minta sesuatu gak?"

"Mama mau apa?" balas Arga di sela-sela kunyahannya.

Rini yang sejak tadi berdiri langsung beranjak duduk disamping putranya.

"Umur kamu kan sudah 27 tahun, sebaiknya---"

"To the point, mah."

"Kamu mau gak menikah--, astagfirullah Arga, kamu gapapa sayang?" ucap Rini panik. Pasalnya Arga baru saja tersedak semur ayam.

"Uhuk, uhuk..., minum." pinta Arga sambil memukul-mukul dadanya.

"Ini sayang." Rini dengan sigap memberikan segelas air kepada Arga.

Selepas Arga minum, ia kembali melihat kearah Rini.

"Mah,"

"Maafin mama, nak. Kalau kamu keberatan dengan permintaan mama, tidak apa-apa. Mama hanya takut, kalau mama tidak bisa melihat kamu menikah nanti. Makanya mama selalu minta kamu untuk menikah sekarang. Bahkan dari dulu." jelas Rini.

Rini tau pasti bahwa putranya sangat keberatan dengan permintaannya ini.

"Sama siapa?"

"Hah?!"

Tunggu, Rini tidak salah dengar kan?

Arga menatap mamanya dan tersenyum. "Mama mau jodohin Arga sama siapa?"

"Ka--kamu mau? Me--menikah?" tanya Rini sedikit terbata-bata. Ia terkejut mendengar respon Arga. Sangat-sabgat tidak terduga.

"Arga, kamu serius, kan?" Rini harus memastikan kembali, apakah putranya memang benar-benar ingin menikah.

Arga mengangguk

"Mama terserah kamu saja. Siapa pun orangnya mama pasti akan setuju. Yang penting kamu mau menikah." jelas Rini.

Ia tidak ingin memaksakan putranya lagi untuk menikah dengan gadis pilihan Rini. Ia akan memberikan Arga kesempatan buat memilih calon istri pilihan Arga sendiri.

"Arga sekarang tidak punya pacar, mah. Jadi Arga serahin semuanya sama mama."

"Kamu tidak keberatan?"

Arga menggelengkan kepalanya.

Jawaban dari Arga membuat Rini sangat-sangat terharu. Rini bisa merasakan bahwa Arga sekarang sudah sangat jauh berubah.

•••

"Maira, bunda boleh ngomong sesuatu?

"Boleh dong Bun. Masa harus minta izin dulu."

Ada-ada saja bundanya ini, mau ngomong saja harus meminta izin.

Nisa tersenyum kikuk. Benar, kenapa dirinya harus meminta izin dulu. Padahal bisa langsung ngomong saja.

"Nak, sebenarnya ada seseorang yang ingin melamar kamu."

Spontan Maira menghentikan kegiatannya.

"Ah, bunda jangan nakutin gitu dong. Bercandanya bunda kejauhan."

Nisa memukul pelan lengan Maira.

"Siapa yang bercanda coba."

Ada-ada saja Maira ini.

"Semalam orangtuanya sudah ngomong ke bunda."

"Beneran Bun?!" tanya Maira memastikan.

Nisa menganggukkan kepalanya.

"Masa bunda bohong."

Maira menyengir dan menelan ludahnya susah payah.

Sejenak Maira memejamkan matanya, menetralisir perasaan yang entah apa yang sedang Maira rasakan. Maira memang sangat sensitif sekali jika menyangkut soal jodoh.

Nisa mengelus lembut bahu Maira.

"Bunda belum jawab apapun." ucap Nisa.

"Semua bunda serahkan pada kamu."

Ia paham dengan perasaan putrinya saat ini.

"Nak, kamu berhak bahagia. Anggap saja kejadian masa lalu sebagai bunga-bunga kehidupan kamu. Jangan jadikan kenangan itu membuat kamu jadi takut untuk melanjutkan kehidupan dimasa depan."

Maira menatap lekat wajah sang bunda. Benar kata bundanya, tidak seharusnya Maira terus seperti ini. Ia harus memikirkan kehidupan dirinya dimasa mendatang.

Maira memeluk tubuh Nisa dengan sangat erat, menyalurkan segala emosi yang sedang Maira tahan sekuat tenaga. Barangkali bisa mendapatkan kekuatan dari sang bunda.

"Maira percaya sama bunda."

•••

Setelah perbincangan hangat antara Nisa dan Maira siang tadi, Maira berubah sedikit pendiam.

"Nak, jangan terlalu dipikirkan. Kamu boleh menolaknya. Nanti bunda yang akan ngomong ke orang tuanya."

"Bunda."

Maira menarik tangan Nisa dan menggenggamnya.

"Iya nak."

Maira menarik nafasnya pelan.

"Bunda memang benar, tidak seharusnya Maira seperti ini terus. Maira harus memikirkan masa depan Maira nantinya."

"Mungkin Maira punya masa lalu yang sangat tidak mengenakkan. Tetapi Maira yakin, itu semua adalah perjalanan takdir Maira Bun. Jika Maira terus seperti ini, sama saja Maira menentang takdir Allah, Bun."

Sebenarnya dari dulu sudah banyak lelaki yang ingin meminang Maira. Namun semuanya Maira tolak secara mentah-mentah.

Sekarang Maira sudah sadar, keputusannya itu tidak dibenarkan.

"Nak," panggil Nisa. Matanya mulai berkaca-kaca.

Maira menyeka air matanya yang sudah luruh dipipinya.

"Bunda, Maira setuju. Maira setuju menikah dengan orang itu."

Habis sudah pertahanan Nisa, air matanya tidak bisa ia bendung lagi. Ia menarik Maira dalam dekapannya. Memeluk Maira begitu erat tanpa celah. Sungguh, Nisa sangat bangga memiliki putri seperti Maira.

•••

"Arga....!"

Rini berjalan begitu semangat. Menaiki jenjang demi jenjang tangga. Ada sebuah kabar bahagia untuk si pemilik nama.

•••

Bersambung...

Jangan lupa follow, vote dan komen yah sebagai apresiasi untuk penulis🤎

See u next chapter

Terimakasih

Follow Ig author @indahfitrinst

Jejak
18 Juli 2024











Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Takdirmu Takdirku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang