Hallo!
Sebelumnya senang bisa bersua dengan anda semua. Bila ada salah dalam penyampaian, penulisan, pemilihan kata, tanda baca, kesalahan ketik-typo, dan sebagainya bisa dibubuhkan koreksinya di kolom komentar.
Cerita ini bersifat fiktif dan tak berhubungan dengan kejadian sebenarnya, termasuk setting karakter, nama, tempat, latar belakang, dan deskripsi detail.
● DISLAIMER
1. Sebelumnya kembali menekankan bahwa ini hanya FIKSI.
2. Cerita ini benar tulisan saya, jika tulisan saya ada kemiripan dengan cerita milik orang lain silahkan koreksi, dan mohon maaf.
3. Kebanyakan bernarasi.
⚠ Tidak menarik cerita ini pada lapak orang begitupun sebaliknya. Cukup koreksi bukan ingin dibantingkan tt____tt
⚠ Rate 17+
⚠ Bijak dalam memilih bacaan.
Terima kasih karena sudah berkenan membaca sampai akhir. Seribu cinta dengan peluk untuk kalian semua😍💟🌟
💌💗
"Ayah, ibu, ternyata menjadi remaja tidak semenyenangkan yang saya kira saat kecil dulu,"
Rumah berlantai dua yang ia tinggali selama dua tahun terakhir ini selalu saja sepi, rumahnya sama saja seperti rumah sebelum-sebelumnya hanya ditinggali tanpa pernah repot-repot berlama-lama untuk sekedar bercengkrama antar sesama penghuni rumah.
Rumah dan dunia yang saya cipta sendiri jauh lebih ramai dari ini. Tetapi, saya juga jadi jauh lebih menyedihkan saat terjebak sorang diri dalam hangatnya dekap rumah khayal saya.
Dikala rumah dua lantainya begitu senyap sangat kontras sekali dengan rumah di samping kanan. Rumahnya sama berlantai dua, hanya model depan dan warna cat saja yang membedakan kedua rumah itu kalau dilihat dari arah luar.
Rumah sebelah juga sama hanya berisi sepasang suami istri dengan dua anak dan satu pekerja rumah tangga, tapi ramainya menyamai arak-arakan tujuh belasan.
"Hai ...,"
Bising tadi tidak lagi terdengar besar, mungkin karena salah satu biang keladi berdiri tepat di depan pintu balkon yang terlapisi tirai putih tipis.
"Megantara, hari ini langit sedang bahagia," jeda sejenak diambil saat perempuan berbalut pakaian rumahan itu mendudukan diri di lantai balkon. "Semesta sedang sangat ceria, tapi apa kamu sudah bahagia hari ini, Megantara?"
Bahagia. Si pemilik rumah juga bingung dan bertanya-tanya dalam kepalanya yang penuh. Apakah bahagia yang dia tahu juga sama seperti bahagia yang perempuan itu tanyakan.
Hening menjadi jawab atas tanya yang tidak tahu apa jawab pastinya. Dua raga itu saling membelakangi. Seakan saling mengadu pada kosong yang menyapa, mengadu bahwasannya bahagia lagi dan lagi tidak berlaku seadil-adilnya.
**
Apa kegiatan yang paling menyenangkan untuk mengisi waktu libur yang membosankan selain mengganggu seonggok daging yang diberi gelar Singa Betina Mengaum?
Bermodal kaki besar yang berjinjit dengan ponsel yang dengan terburu dirogoh dari balik celana jeans sebatas lutut. Remaja laki-laki yang kini sudah membuka aplikasi kamera di ponsel itu menjulurkan tangan dengan hati-hati agar bisa merekam dengan lebih jelas.
Dengkuran keras yang ditimbulkan dari nyenyaknya tidur si Singa Betina Mengaum itu menjadi ladang aib yang sebentar lagi tersebar di grup keluarga inti dan keluarga besar.
Kejahilan remaja laki-laki itu tidak berhenti di sana. Dengan jahil, tangan besarnya menutup mulut sampai hidung perempuan yang kini napasnya sedikit tersenggal.
Mata sipit perempuan itu terbuka, kedua tangannya langsung memukul tangan besar remaja laki-laki yang dengan jahilnya malah menggosokan telapak tangannya yang lupa dicuci pada wajah kecil si perempuan yang kini memasang wajah garang.
Dengan rasa kesalnya yang tidak dapat terbendung, perempuan itu menendang perut remaja laki-laki itu sampai tubuhnya mundur dengan rasa ngilu yang menyertai, tendangan Singa Betina Mengaum itu memang tidak main-main.
"SAKIT MBAK!" Teriakan remaja laki-laki itu menggema di ruang keluarga. Tangan besarnya mengelus perut.
"KAMU MAKANYA JANGAN KURANG AJAR, YA, SABIAN DIERJA!"
Singa Betina Mengaum yang bulu lehernya sudah berdiri semua itu memandang nyalang remaja laki-laki yang memasang tampang tanpa rasa bersalah.
Sambil tersenyum pongah, remaja laki-laki itu menghidupkan ponsel lalu membuka aplikasi pesan online, menekan layar tepat pada kolom room chat grup keluarga DIERJA JAYA-JAYA jari-jari panjangnya dengan telaten menekan icon galeri memilih gambar dan video lalu mengirimkannya langsung di grup keluarga.
"Ngapain kamu?!" Masih dengan kekesalannya. Perempuan itu bangkit dan berniat mendekati si adik nakal.
"Engga ada," sambil berkilah, remaja laki-laki itu berlari untuk menaiki tangga menuju lantai dua yang mana ada kedua orang tuanya tengah bersantai. Niatnya ingin mencari perlindungan dari sergapan si Singa Betina Mengaum.
Perempuan itu hendak mengejar sebelum denting notifikasi yang sengaja dibedakan itu menarik perhatiannya. Melupakan niat awalnya, ponsel ber-casing pink pastel itu diambilnya dari atas meja, membuka notifikasi grup keluarga yang mana membuat seluruh darah dalam tubuhnya mendidih seketika.
"SABIAN DIERJA! LIAT AJA KAMU! MBAK SEBARIN AIB KAMU PAS KEMAREN BOKER LUPA CEBOK!"
Sementara si Singa Betina Mengaum mengamuk, remaja laki-laki yang tengah berlindung dibalik ketiak sang ibu itu hanya tertawa, tidak takut akan ancaman yang kakaknya layangkan. Toh, remaja laki-laki itu sudah menyebar kelakuannya sendiri kemarin malam.
୨⎯ "BIANTARA" ⎯୧
Maaf untuk penulisan dan penyampaian yang terkesan berbelit, silahkan bubuhkan koreksi di kolom komentar, terima kasih.
Hallo, hiho di sini, terima kasih karena sudah berkenan membaca cerita ini. Jangan lupa berbahagia, sejuta peluk dari saya. 🤗💗
KAMU SEDANG MEMBACA
BIANTARA
Teen Fiction"Manusia itu tidak ada yang sempurna, Megantara. kita semua sama, pernah berbuat salah, pernah menjadi pelaku, pernah juga jadi korban, semua setimpal dan berjalan sesuai porosnya." Katanya suata hari di sore yang hampir dijemput oleh malam. BOHONG...