"Ingat-ingat Shota, yang kamu perlu sampaikan dan keras kepala soal itu adalah alibi. Bicara sejujur-jujurnya tentang alibi kamu. Gak perlu panik."
Otto menyetir mobil sembari memberi banyak nasihat kepada Shota yang kini duduk di sebelahnya, ketiganya langsung menuju kantor rektor mengantar Shota. Meskipun Otto berkali-kali mengatakan agar Shota tidak perlu panik, tapi yang ditangkap Arunika kini malah Otto yang tampak lebih panik.
"Kak Otto, kamu yang keliatan panik sekarang." Ujar Arunika, Otto menoleh ke belakang sebentar. Menatap Arunika dengan wajah memelas
"Sorry, Shota." Shota terkekeh. Kadang lucu memikirkan ini, ia dan Otto adalah orang asing sebelumnya, ia dan Arunika juga memiliki konflik yang belum terselesaikan secara benar. Namun, keduanya malah menjadi orang-orang yang mendampingi Shota pertama kali di saat-saat yang buruk seperti ini.
"Shota gak hubungi keluarga?" Arunika bertanya, Shota menimbang-nimbang apakah perlu ia melaporkan hal ini kepada ayah atau ibunya. Saat ini kedua orang tuanya sedang bepergian ke luar negeri, ke kampung halaman sang ibu. Shota tidak ingin mengganggu.
"Nanti, kalo sekarang kayaknya belum perlu deh."
"Kenapa Shota termasuk yang jadi tersangka?" Gumam Arunika, Otto kembali nimbrung dalam obrolan
"Karena dia yang bawa kunci, fakta kalo kunci itu gak ada duplikatnya berarti mengarah kepada satu-satunya orang yang bisa akses ruang BEM U pada malam kejadian cuma Shota. Kasus ini bisa naik ke persidangan yang lebih serius. Tapi Shota bilang dia punya alibi."
Shota menggangguk, pada malam selasa ia sekeluarga merayakan ulang tahun kakek di daerah istimewa dan baru kembali pukul 11 malam. Rute yang dilalui pun tidak melewati kampus ibukota karena Ayah Shota meminta Shota untuk langsung mengantarkan ayah dan ibunya ke bandara. Di saat seperti ini mungkin kemampuan Otto yang seorang mahasiswa Hukum Pidana akan diuji, sehingga Arunika sepenuhnya mempercayakan ini pada Otto.
"Tapi kan pelaku juga butuh kunci pintu kayu. Buat masuk ke dalem." Arunika kembali berpendapat. Kini Otto menjawab tanpa banyak berpikir
"Pintu kayu itu kuncinya lebih gampang dikelabui. Gimana kalo dari awal pintu itu gak dikunci? tapi jelas argumen itu terbantahkan karena Arunika sendiri udah cek kalo pintu kayu dikunci. Kemungkinan besar pelaku juga pegang kunci pintu kayu." Otto terlihat akan melanjutkan tapi ia kemudian menggeleng, menyudahi argumennya.
"Trus gimana bisa gembok dibuka tapi kunci masih ada di Shota?" Arunika bertanya kembali, Arunika mungkin terdengar terlalu banyak bertanya di saat genting begini, tapi gadis itu memiliki jiwa sebagai jurnalis sehingga Otto memahami gejolak penasaran yang meluap-luap dalam diri Arunika.
"Ada dua kemungkinan. Nggak, tiga kemungkinan. Yang pertama kunci itu sebenernya ada duplikatnya, pelaku sebenernya pake duplikat kunci buat buka ruang BEM U. Kedua, kunci itu dicuri dari tas Shota, pelaku mencuri kunci gembok dari tas Shota buat buka gemboknya."
"Tapi kunci itu masih ada di tasku, Kak." Shota mengingat kembali tadi pagi ia membuka gembok kunci di pintu besi, gembok itu terpasang seperti biasanya begitupula di hari selasa. Tidak ada tanda-tanda gemboknya terbuka
"Kemungkinan ketiga?" Arunika bertanya, Otto tidak langsung menjawab. Lelaki itu membawa mobilnya masuk ke area parkir kampus. Suasana kampus masih cukup ramai mengingat ini masih jam 3 sore.
"Kemungkinan ketiga, memang benar Shota pelakunya. Dan dia sekarang lagi acting di depan kita." Arunika hampir kehilangan detak jantungnya saat mendengar itu. Dengan ekspresi takut, si gadis menatap Shota ragu-ragu.
"Kak Otto!" Shota tidak terima, tentu saja. Otto tersenyum, menepuk bahu Shota sebelum turun dari mobil.
"Tenang aja, kalo kamu gak salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
CRIME
FanfictionLong Live Freedom!!! Arunika yang memiliki cita-cita hidup tenang tanpa gangguan nyatanya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengkritik ketika melihat bagaimana sistem pemerintahan di negerinya mulai porak poranda. Arunika bukan anak pejabat, hidup...