Mungkin jika hujan turun lebih cepat mereka akan terjebak di belakang gedung berdua dan tentu itu bukan hal yang bagus. Shota dan Arunika memilih segera kembali ke gedung organisasi tanpa menunggu Otto datang. Jika saja mereka tidak segera kembali mereka akan melewatkan sesuatu yang penting seperti saat iniShota dan Arunika dikejutkan oleh kehadiran wakil rektor bagian kemahasiswaan di ruang surat kabar. Ada apa sebenarnya? Otto terlihat sedang berunding dengan wakil rektor tersebut, dan ada beberapa satpam yang mengawasi di luar ruangan. Shota dan Arunika yang memang akan masuk ke ruang surat kabar sempat dilarang namun Arunika mengatakan jika ia adalah anggota surat kabar yang akhirnya mereka diizinkan untuk masuk.
Atmosfer ini terlalu mencekam. Arunika memperhatikan apapun yang ada di ruangan surat kabar, hampir semua anggota berkumpul. Otto masih terus berunding dan setengah berdebat dengan wakil rektor.
Pak Wakil Rektor bagian kemahasiswaan memang jarang sekali menunjukkan kehadiran dirinya di kampus, namun jika sampai ada hal yang membawanya mengunjungi ruang surat kabar, sudah pasti itu adalah hal yang sangat penting dan bisa jadi cukup berdampak pada organisasi. Samar-samar Arunika menangkap maksud perdebatan antara Otto dan Wakil Rektor tersebut.
"Saya mau tau siapa penulisnya!" Yang lebih tua setengah membentak mungkin muak dengan kalimat defensif yang terus dikeluarkan Otto.
"Pak, kesepakatan kami dan kampus jika ada terbitan yang kurang sesuai maka akan langsung kami turunkan. Bukan untuk memberikan informasi mengenai siapa yang menulis" Otto masih tetap pada pendiriannya.
"Kesepakatan itu jika tulisanmu memiliki kekurangan yang wajar, bukan fatal seperti ini. Beritahu saya siapa penulisnya atau saya terpaksa melakukan pembekuan terhadap organisasi ini." Arunika menahan nafas, sebenarnya tulisan apa yang sudah terbit dan tidak sesuai dengan pihak rektor? Otto selalu memperhatikan tulisan kami dengan jeli dan selektif, lalu sekarang apa yang terjadi.
Otto masih diam, mungkin memikirkan kalimat penolakan untuk mendebat wakil rektor. Wakil rektor tampak lebih muak sekarang. Ia berjalan menatap seluruh anggota surat kabar. "Kayaknya ketua kalian ini terlalu lamban. Sekarang siapa yang mau mengaku sebagai orang dibalik nama Gistara."
Arunika membelalakan mata terkejut saat nama Gistara mendadak muncul, gadis itu langsung melirik Bella, temannya yang memiliki nama pena Gistara, yang hari ini tulisannya dipublis pada koran harian Cakrawala. Tulisan Arunika yang ia curi.
"Yang nulis tulisan tentang Pinjol!" Lanjut wakil rektor.
"Lebih cepat lebih baik, saya dan pihak kampus hanya akan mengajak berdiskusi sebentar bukannya untuk merugikan kalian secara personal." Bohong. Otto paham sekali skema kampus dalam membungkam anak-anaknya, tepat beberapa menit artikel tentang pinjol dibagikan baik secara luring dan daring di internet, mendapat banyak respon. Dugaan bahwa kementrian komunikasi dan informasi terlihat tidak berminat serius untuk menghentikan praktik pinjaman online, hal itu pasti sudah memantik amarah pejabat kementerian yang dimaksud, dan dengan cepat meminta informasi mengenai siapa penulisnya.
Otto tidak bisa tidak melindungi anak-anaknya. Matanya melirik Bella yang menunduk ketakutan, tangan gadis itu saling meremat kuat. Sementara Shota memperhatikan Arunika yang tidak kalah panik dan wajah yang terlihat gentar. Shota sudah tau jika Arunika akan mengaku bahwa dirinya lah yang menulis artikel tersebut. Sehingga Shota segera memutar otak untuk menghentikan niatan Arunika.
"Bella. Bella Adipta!" Shota meraih sebuah lembaran dari meja di dekat kakinya, itu adalah kertas yang berisi data nama para anggota surat kabar dan nama pena mereka masing-masing. Otto dan Arunika hampir pingsan karena terkejut atas apa yang Shota lakukan.
"Bella Adipta yang memiliki nama Gistara sebagai nama pena." Ucap Shota lugas. Memberikan kertas itu pada wakil rektor. Matanya menatap tajam ke arah Bella yang kini menatapnya dengan pandangan penuh air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRIME
FanfictionLong Live Freedom!!! Arunika yang memiliki cita-cita hidup tenang tanpa gangguan nyatanya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengkritik ketika melihat bagaimana sistem pemerintahan di negerinya mulai porak poranda. Arunika bukan anak pejabat, hidup...