Bagai pinang dibelah dua. Tidak tidak! Shota tidak akan setuju untuk istilah itu disematkan padanya dan Satria. Kenyataannya mereka berdua adalah insan yang berbeda. Shota seumur hidupnya selalu berpikir jika Satria berada satu atau dua tingkat di atasnya. Bahkan sesederhana tinggi badan saja, Satria unggul.
Basket adalah hal yang menyatukan keduanya, pernah dengar jika Satria dan Shota sudah selalu bersama sejak SD. Mereka berada di TK yang berbeda sayangnya. Shota lahir di Jepang dan menjalani masa TK di sana, ia paham sekali mengenai pendidikan karakter ala Jepang meskipun itu hanya sebatas TK. Sementara pertemuan pertama Shota dan Satria tentu di kediaman Kakek Buyut, sebelum beliau meninggal dan jabatannya diteruskan oleh Kakek Shota.
Pada awal pertemuan, Shota lah yang pertama mengajak interaksi, Shota ingat selesai makan malam, Satria memilih menyendiri di kolam ikan, berjongkok di bawah lampu memandang ikan-ikan koi berenang.
"Nama kamu Satria ya? Aku Shota, salam kenal." Shota adalah anak yang sangat lugu, bagi Satria setidaknya. Anak itu dengan percaya diri menyapa Satria menggunakan bahasa Jepang dan membungkuk 90 derajat ke arahnya, membuat Satria sempat bengong beberapa saat.
"Aku nda tau kamu ngomong apa." Satria menggeleng, keduanya diam beberapa saat sebelum Shota kembali bersuara.
"Oh iya, maaf maaf. Aku kebiasaan." Satria mengangguk mengerti.
Shota tidak seberapa ingat apa yang mereka obrolkan saat itu, usia Shota masih enam tahun mungkin, jadi ingatannya kabur. Yang jelas setelahnya ia dan Satria menjadi sering bersama, awalnya bermain bersama di kediaman Kakek Buyut, lalu bersekolah di SD yang sama, SMP dan kemudian SMA.
Satria memiliki postur yang bagus saat SMP, Shota bahkan ingat tingginya hanya sebatas daun telinga Satria, membuat Shota minder dan sempat enggan terlalu sering terlihat bersama Satria. Satria menyadari hal itu dan mengatakan sesuatu yang sakarang terbukti kebenarannya.
"Masih SMP, nanti tinggimu pasti nambah." Satria meyakinkan.
"Bohong. Kamu cuma pengen hibur aku aja kan?"
"Gak percaya. Yo wes main basket aja sama aku nanti pasti makin tinggi."
"Iya kah?"
"Pernah liat iklan susu yang bikin tinggi itu? Kan anaknya main basket juga." Shota yang lugu pun langsung percaya. Ia dengan semangat menerima ajakan Satria untuk bermain basket. Sampai membuatnya menjadi maniac terhadap olahraga satu itu.
Satria memang seumuran, tapi ia selalu bertindak bagaikan kakak untuk Shota. Mungkin karena dia adalah anak sulung di keluarganya, pembawaannya sebagai sulung keluarga Wicaksono sangat kuat, kadang Shota kepikiran untuk menjadi adik kandung Satria saja, anak itu sangat bisa diandalkan. Sebelum sang Nenek mulai semakin menjadi mencampuri kehidupan Satria.
Pada masa SMA, Satria di mata Shota terlihat kurang keren. Satria menjadi sedikit kurang ajar. Entahlah kenapa Shota kesal saat itu, mungkin kebiasaan berpacaran Satria yang tidak sehat. Satria bisa berganti pacar 3 kali dalam sebulan. 10 hari sekali ia menjalin hubungan baru. Membuat Shota geram, tapi Shota tidak memiliki kuasa untuk menghentikannya.
Meskipun begitu, Shota sering menyinggungnya mengatakan hal-hal sederhana seperti "kamu jangan gitu, nanti kena karma." Mungkin perkataan itu hanya dianggap angin lalu oleh Satria atau bahkan hanya lelucon biasa.
"Kamu deh coba pacaran sana daripada ngurusin karmaku." Satria sempat membalas tegurannya saat itu. Shota membawa bahasan itu di dalam pikirannya sampai berhari-hari.
Mungkin benar ucapan Satria, kita tidak bisa asal menghakimi seseorag jika tidak pernah berada di posisinya. Shota jomblo sejak bayi.
Pada tingkat kedua masa SMA nya ia dengan penuh pertimbangan menerima ajakan berkencan seorang teman sekelas, namanya Anggun, gadis baik dan pintar. Cantik? Bagi Shota semua teman sekelasnya cantik. Tidak, sebenarnya ia kesulitan mendefinisikan kata "cantik"
KAMU SEDANG MEMBACA
CRIME
FanfictionLong Live Freedom!!! Arunika yang memiliki cita-cita hidup tenang tanpa gangguan nyatanya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengkritik ketika melihat bagaimana sistem pemerintahan di negerinya mulai porak poranda. Arunika bukan anak pejabat, hidup...