Duka Otto

65 14 4
                                    

Seumur hidup Arunika, baru kali ini gadis itu merasakan rasa jengkel yang luar biasa sampai membuatnya menangis. Arunika membawa dirinya di belakang bangunan gedung, berjongkok untuk menumpahkan seluruh air matanya. Rasanya kesal bukan main, marah dan perasaan gondok yang menyesakkan.

Karyanya dicuri, tulisan tangannya, hasil pemikirannya diambil oleh orang lain dan ia tidak sempat memberikan pembelaan karena emosinya yang tidak stabil. Arunika merasakan hal yang tidak adil. Gadis itu menenggelamkan wajahnya si lipatan kedua tangannya.

"Arunika?"

"Nanti. Aku bilang nanti, Shota!" Arunika mengangkat wajahnya hanya untuk membentak Shota dengan suara yang tersendat. Namun, begitu ia sadar apa yang telah ia lakukan, Arunika segera kembali pada kesadarannya.

"Maaf..." anak itu kembali menunduk, merasa bersalah. Tidak dipungkiri jika Shota juga terkejut tadi, sehingga dengan perhatian ia segera mendekati Arunika, ikut berjongkok di samping si gadis.

Shota tidak berbicara lagi setelahnya, sibuk mendengar suara tangisan Arunika. Gadis itu mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan, meski hanya sekilas tapi Shota mampu menebak garis besar apa yang sebenarnya terjadi. Karya tulis Arunika diplagiat. Dan tanpa harus memikirkannya lebih jauh, Shota sudah paham bagaimana rasa kesal dan marah yang dirasakan Arunika saat ini.

Hampir lima menit keduanya tidak terlibat dalam obrolan, Arunika akhirnya mengangkat wajahnya, mengelap pipi dan matanya yang basah. Gadis itu menarik ingus khas seperti orang yang baru menangis.

"Maafin aku, tadi bentak kamu." Katanya pelan, menatap Shota dengan matanya yang merah.

"Iya, aku yang salah. Udah mau cerita?"

Arunika mengangguk, ia harus menceritakan ini agar rasa kesalnya cepat hilang. Mereka masih berjongkok, bersandingan satu sama lain. Cuaca hari ini lumayan panas tapi keduanya dilindungi oleh bayangan gedung yang besar.

"Aku gak tau kenapa tulisanku bisa publish atas nama orang lain. Aku bahkan belum kasih tulisan aku ke Kak Otto."

Shota menyimak dengan tenang. "Rencananya hari ini aku mau kasih ke Kak Otto, karena Kak Otto bilang untuk segera stor tulisan selagi dia gak padat jadwal, biar bisa cepet diperiksa. Trus tadi pagi tiba-tiba anak editor bilang mau cetak, dan pas aku baca ada tulisanku tapi atas nama Gistara." Arunika sepertinya belum sepenuhnya tenang, karena di sela ia bercerita, ia kembali menangis.

"Aku gak pernah kasih tunjuk tulisan aku ke Gistara." Arunika menangis, menutupi wajahnya dengan tangan.

"Sudah konfirmasi ke Kak Otto?" Arunika mengangguk namun kemudian menggeleng, mengingat jika tadi ia sudah keburu nangis saat akan bertanya kepada Otto.

"Tadi aku keburu jengkel. Jadi Kak Otto kayaknya gak nangkep maksud aku."

Suara ponsel Shota terdengar, tepat sekali Otto menelpon. "Nah ini dia pasti nyariin kamu. Boleh aku angkat?" Arunika mengangguk.

Ini mungkin adalah hasil kecerobohan Otto, dia terlalu buru-buru di beberapa waktu sehingga membuat pekerjaannya berantakan. Beberapa hari lalu ia menerima naskah artikel dari anggotanya dan tanpa banyak berpikir, Otto segera memeriksa naskah tersebut. Otto akui ia tidak terlalu memperhatikan sampai sedetail biasanya, sampai-sampai ia tidak menyadari jika gaya bahasa naskah tersebut sangat mirip dengan tulisan-tulisan Arunika.

Otto sempat membuang prasangka itu jauh-jauh, karena bagaimanapun di dunia kepenulisan termasuk di lingkup organisasinya, tindakan memplagiasi benar-benar ditentang. Ada proses modifikasi yang harus dilakukan untuk menerbitkan ulang sebuah artikel bermuatan materi yang sama. Semua anggota surat kabar sudah pasti paham tentang hal tersebut. Pun dalam pikiran Otto tidak pernah membayangkan anak-anaknya akan melakukan tindakan tidak pantas seperti itu.

CRIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang