AWAL SEGALANYA

63 14 0
                                    

5 BULAN SEBELUMNYA

Matahari sepertinya malu untuk menampakkan diri, hanya ada suasana kelabu dan sendu yang menyelimuti kota Delardo. Kota Delardo merupakan kota yang cukup luas mahasiswa seperti aku, memiliki banyak makanan yang enak dan tentu saja ramah untuk anak yang suka seni, sejarah, dan juga budaya. Aku hanya bisa menyebut yang baik-baik karena aku bukan asli dari kota Delardo, aku pendatang karena aku mengambil jurusan arkeologi di universitas ternama di kota Delardo. Aku belum terlalu mengetahui sisi gelap dari kota Delardo karena aku terlalu malas untuk mencari tahu.

Delardo sedang hujan dan sangat enak untuk tidur dan aku juga ingin tidur. Aku bosan dengan mata kuliah satu ini, arkeologi religi, aku kalau tidak mengantuk mungkin akan sedikit terbawa ke dunia yang lebih dalam tentang kepercayaan kuno. Aku melihat beberapa temanku yang masih tegap dan fokus memperhatikan dosen sedangkan aku dan ke-2 temanku sudah mulai mengantuk. Salah satu temanku, Karina Ivanka, dia sudah menahan kepalanya dengan tangan kiri dan dirinya berusaha untuk terus membuka matanya.

Tiga jam akhirnya selesai, aku sudah merasa bosan dan malas. Aku sudah memutuskan untuk pulang ke kost dan bertemu dengan kasur tercintaku tapi, hal itu tidak akan terjadi untuk saat ini. Tanganku ditahan Karina, aku membalikkan badanku untuk menatap Karina. Aku memasang wajah kesal.

"Ayo ke kantin." ajak Karina sambil tersenyum lebar. Aku menatap malas Karina, sebentar lagi memang jam makan siang tapi, tidak sekarang, aku sudah sangat malas untuk berada di dalam kampus.

"Apa imbalan buat gua yang pergi ke kantin?" Tanyaku, aku melihat Karina yang merasa kebingungan. Karina melihat ke sebelahnya, ada Yeonjun, dia salah satu temanku dan kami berdua cukup dekat dengan Yeonjun.

"Baiklah, gua traktir makanan di kantin." ucap Karina dengan nada yang malas. Aku tersenyum sebagai respon.

"Gua gimana? Gua ditraktir juga ga?" Tanya Yeonjun dengan sangat semangat. Karina menatap tajam Yeonjun.

"Ya, lu juga. Jangan lupa olahraga, lu udah mulai gendutan karena banyak makan." sindir Karina yang sudah berjalan menuju kantin terlebih dahulu. Aku dapat melihat perubahan ekspresi dari Yeonjun, dia menatap tajam punggung Karina yang sudah melenggang pergi. Aku mendekat ke Yeonjun, ku rangkul pundaknya itu.

"Udah jangan dipikirin, Karina kan emang begitu. Biasa orang kaya baru, jadinya masih banyak gaya," candaku ke Yeonjun "ayo kita ke kantin, lumayan kan dapat makanan gratis." ajakku. Yeonju mengangguk dan kami berjalan menuju kantin.

Aku dan Yeonjun sesekali bercanda sembari berjalan menuju kantin. Yeonjun sesekali menyapa beberapa temannya yang tak sengaja bertemu di lorong kampus, aku membiarkannya saja. Yeonjun memang anak yang mudah bergaul, dia memiliki banyak teman di kampus ini. Julukan Social butterfly  bisa disemangatkan ke Yeonjun dan aku berbeda 360 derajat dengan Yeonjun. Aku sangat malas untuk bergaul dan memiliki teman di kampus, aku cuma punya 7 teman di kampus. Dua di antaranya ada Karina dan Yeonjun, sisanya kakak tingkatku. Mungkin hanya mereka yang akan menjadi temanku selama di kampus ini.

Aku dan Yeonjun sudah sampai di kantin, aku dan Yeonjun melihat sekeliling kantin untuk mencari Karina. Yeonjun menarik tanganku, aku menatapnya bingung. Yeonjun menarik tanganku menuju Karina yang sudah duduk dengan kakak tingkat teman-temanku. Yeonjun melepaskan tanganku lalu dia duduk ke kursi yang masih kosong, aku duduk di kursi kosong di sebelah kakak tingkatku bernama Mark. 

"Ini Jeno mana?" Tanya Haechan sambil melihat sekeliling. Kakak tingkatku bernama Jaemin yang berada di depanku melihat sekeliling juga.

"Maaf telat." teriak seseorang. Semua orang yang ada di meja termasuk aku langsung melihat ke arah sumber suara. Suara itu dari Jeno, salah satu kakak tingkatku. Aku menatap asing seseorang di sebelah Jeno, wanita cantik yang sesekali mencium pipi Jeno. Aku sedikit terkejut, walaupun Jeno sudah pernah melakukan hal yang lebih parah di hadapan kami dengan seorang wanita maupun pria. Mereka mendekat ke arah kami, aku melihat tangan Jeno yang masih setia merengkuh pinggang dari wanita di sebelahnya. 

Solstice & EquinoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang