Aku belum pernah bertemu dengan satu pun, selain Luke, anggota keluarga Hawkins. Kuharap mereka tidak akan membatalkan pertunangan hanya karena kecewa saat melihatku secara langsung.
Membeli kucing dalam karung. Anggap saja begitu. Si kakek, kakeknya Luke, tidak tahu bahwa calon menantu keluarga Hawkins ternyata sangat biasa. Aku bahkan hanya lulus SMA saja. Dengan nilai biasa saja, tidak ada yang istimewa. Setahuku berdasarkan novel dan drama yang berseliweran di televisi, keluarga besar semacam itu sangat menjunjung tinggi bibit, bebet, dan bobot.
Oke, aku punya latar belakang keluarga yang bagus. Namun, pendidikan dan pengalaman hidupku ini sungguh jauh dari standar ningrat. Aku tidak tahu tata cara makan ala bangsawan. Aku tidak tahu bisnis apa pun. Intinya, tidak mengesankan.
Sekalipun Luke berkata menyukaiku karena unik, tapi tidak berarti aku lolos begitu saja di mata calon mertuaku. Bagaimana? Ba-bagaimana bila aku ditendang?
“...”
Oho tentu saja aku harus sadar diri! Memangnya hidupku akan runtuh karena batal menikah dengan karakter VIP? Tidak, ‘kan? Perutku tetap perlu nasi. Paru-paruku butuh oksigen. Hidup tetap berjalan meski tanpa persetujuan calon mertua.
“Wah Tante suka gayamu.”
Tu-tunggu dulu. Aku sudah bersiap jauh-jauh hari mengenai ditendang calon mertua. Lantas mengapa? Mengapa?!
***
Makan malam sekaligus pertunanganku pun dimulai. Ada sebuah restoran yang terkenal, menurut pengakuan Keanu. Di sanalah acara dilangsungkan.
Aku mengenakan gaun berwarna ungu gelap. Kainnya sangat lembut dan pada permukaannya ditaburi butiran kristal mungil yang tampak seperti bintang. Papa, Om Thy, dan Keanu memakai setelan mahal yang menurutku terlihat keren.
Kupikir keluarga Hawkins akan mendatangkan segala hulu balang. Ternyata yang hadir di sana hanyalah Luke, orangtuanya, dan seorang kakek.
Sungguh makan malam santai. Terlalu santai. Acara dimulai dengan pertukaran cincin. Ada nama Luke tercetak di cincin dan ... siapa yang pesan dan mengurus semua itu? Aku yakin tidak ikut memilih satu pun rancangan cincin. Namun, biarlah. Itu tidak penting.
Orangtua Luke sangat ramah. Terlalu ramah hingga nyaris membuatku mempertanyakan kewarasan otakku. Kupikir mereka akan mulai dengan tatapan sinis, menyindirku, dan sebagainya. Ternyata tidak!
Suasana terlampau santai hingga aku tidak sadar melahap makanan apa pun yang terhidang di piring milikku.
“Wah Tante suka gayamu.”
Apa itu pujian dari calon ibu mertuaku?
Aku berdeham, setengah mati berusaha menahan tangan agar tidak menyambar lobster di dekatku. Masalahnya, terlalu lama hidup menggembel miskin membuatku jadi gelap mata setiap kali ada sesuatu yang gratis.
“Coba cicipi kerang.” Ibu Luke menyendokkan daging kerang yang sudah dipisahkan dari cangkang ke piringku. “Katanya bagus untuk kesehatan.”
“...” Kesehatan apa? Apa?!
Aku hanya mampu memberi sebuah senyum yang kuharap tidak terlihat aneh.
Hmm di dalam ruangan hanya ada....
Astaga! Jangan bilang keluargaku dan keluarga Hawkins menyewa seluruh gedung?! Pantas saja sedari tadi tidak kutemukan pengunjung lain. Hanya karyawan saja. Seberapa kaya mereka hingga mampu berbuat sehebat ini? Aku bahkan tidak berani membayangkan sejumlah uang yang harus digelontorkan oleh mereka.
“Jadi, Om pengin tahu alasanmu nggak keberatan dijodohkan dengan Luke. Boleh?”
Papa Luke berbeda dengan Om Thy maupun Papa. Dia terlihat kalem dan membuatku nyaris santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Target Cinta (Tamat)
FantasyAku masuk ke salah satu game cewek. Jenis game yang menyajikan plot cinta, target pria menawan, dan bonus ucapan sayang dari karakter. Masalahnya.... Satu, aku bukan tokoh utama. Dua, aku bahkan tidak pernah memainkan game tersebut! Tiga, tidak ada...