22. Drama (3)

1.3K 296 8
                                    

NOTE: BUKAN TARGET CINTA EKSTRA EPISODE 3 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA. :”) Selamat membaca.

***

Karena aku tidak punya banyak kegiatan seperti Keanu, kurasa hidupku cukup bebas. Tidak pernah terbayangkan aku bisa menikmati hidup untuk sendiri. Aku tidak perlu bekerja demi memenuhi kebutuhan orang lain, mengesampingkan kepentinganku, dan menekan keinginan berbuat egois. Rasanya pada waktu itu, sebelum menjadi Airin, hidup sungguh bagai di neraka.

Kini aku bisa fokus memasak, memasak apa pun, dan mencicipi makanan.

“Pa, jangan lupa bekalku,” kataku memperingatkan. Kulirik kotak bekal yang terbuat dari kayu khusus. Kotak itu tertata rapi dalam kertas karton, berada di meja, dan (bagiku) terlihat menggiurkan.

Pagi sempurna. Apa lagi yang tidak sempurna? Aku senang bisa membuat makanan untuk Papa.

Papa melirik bekal yang sudah kupersiapkan di meja. “Tentu. Papa nggak mungkin melewatkan bekal makan siang buatanmu.”

“Hehe awas, ya? Papa jangan makan sembarangan. Nanti bisa kena darah tinggi kalau menunya sembarangan.”

Aku yakin Papa punya dokter khusus. Jenis dokter yang gajinya membuat diriku menangis pedih. Tangisan khas orang serbahidup mepet. Ibaratnya, jangankan memikirkan menu sehat kaya gizi. Hahaha bisa makan dan tidak merasa lapar saja sudah cukup.

“Airin, apa kamu membuat bekal tambahan untuk Keanu?”

Ada satu bekal lagi yang kutata dalam tas karton warna merah muda. Isinya tidak jauh berbeda dari milik Papa, hanya saja yang satu itu khusus sayangku.

“Nggak,” aku menjawab, “itu buat Luke. Aku janji akan mampir ke kantornya lagi. Hihi Papa nggak boleh cemburu dengan calon menantu, ya?”

Papa hanya memberiku senyum seribu arti. Bisa saja artinya bagus. Bisa juga artinya buruk. Yang mana pun cukup meresahkan, sih.

“Pantas saja kamu berdandan cantik begitu,” Papa menyimpulkan. "Ternyata karena Luke, ya?”

Biasanya aku tidak terlalu ambil pusing dengan urusan penampilan. Namun, khusus Luke harus beda. Aku ingin dia tergila-gila, sangat gila, sungguh gila, pokoknya jatuh hati kepadaku.

Jadilah aku memilih atasan lengan panjang berwarna putih dengan hiasan sulaman bunga pada pergelangan tangan dan leher. Rok berbahan jins warna gelap pun sepertinya cukup manis bila kupadukan dengan atasan tersebut. Tentu bukan rok mini, melainkan rok sepanjang lutut yang jenisnya tidak ketat. Khusus sepatu, aku suka sepatu tali warna krem. Hoho aku sangat cantik. Cantik jelita. Bagiku, iya!

“Udah ya, Pa,” kataku pamit. Kuraih tas mungil berserta tas karton. “Aku pengin ketemu Luke.”

Papa hanya geleng-geleng kepala. Aku pergi ke kantor Luke menggunakan jasa sopir pribadi. Iya dong. Mana bisa aku mengemudi? Lagi pula, aku tidak berencana belajar mengendarai mobil. Capek!

Sesampainya di kantor, sekretarislah yang menyambutku. “Pak Luke sudah menunggu.”

Aduh dia tidak bisa hidup tanpaku, nih. Oh suara hatiku mulai menggila. Gila aja deh. Tidak masalah!

Di ruang kerja, Luke sudah menunggu.

“Apa kamu nggak sabar mencicipi menu makan siang buatanku?” tanyaku sembari pamer senyum sombong. Kuperlihatkan tas karton, berharap dia akan penasaran. “Pertama, kamu harus sangat tertarik. Kedua, kamu harus tertarik. Ketiga, tidak boleh mengesampingkan nomor satu dan dua.”

“Sepertinya aku nggak boleh nggak tertarik, nih?”

Bolehkah kupeluk Luke? Kenapa dia harus begitu menggoda? Beginikah perasaan pengelana yang mendadak bertemu siluman di tengah jalan? Rasanya mematikan.

Bukan Target Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang