3. Yuna: First Time

20 3 19
                                    

※DISCLAIMER bab ini masih RAW alias belum diedit dan direvisi sama sekali. Jadi aku minta maaf kalau ada banyak typo dan ketidak sesuaian PUEBI, terima kasih!



Azra benar-benar cocok diberi label pentolan sekolah, biang onar, atau semacamnya. Kelakuannya memanjat sisa-sisa bahan bangunan tepat di belakang toilet cewek patut diacungi jempol. Toilet ini tipe yang terbuka dengan hanya terdapat empat deret bilik yang didepannya langsung menghadap lapangan basket. Bagaimanapun tiap kali dia ingin memanjat di sini ia harus melewati kerumunan cewek yang bisa saja tengah touch up atau bergosip sambil bersolek di depan cermin. Dia bermuka badak juga ternyata.

Meski memang ini jauh lebih mudah ketimbang memanjat tembok setinggi kurang lebih dua meter secara langsung, atau memanjang gerbang belakang yang jelas akan diciduk oleh Pak Mamat dan berakhir diceramahi atau paling parah mendekam di ruang bk.

Sesampainya aku di puncak tembok ini, aku menyempatkan diri melihat ke belakang. Astaga, adanya sisa bahan bangunan yang ditimbun di sini seolah memang sengaja disusun sedemikian rupa agar dapat digunakan untuk hal-hal melanggar aturan seperti ini. Sebab titik ini sangat strategis yang bahkan tidak ada kamera pengawas yang mengarah kemari. Namun, justru aneh sih jika para guru dan staff tidak mengatur ulang tumpukan bahan bangunan itu.

Ah, masa bodoh.

"First time?" tanya Azra di sampingku memparodikan meme yang sering kulihat di internet. Aku mengangguk, menatap ke sisi lain tembok ini, menelan ludah. Di bawah sana hanya ada sebuah cekungan selokan yang tertutup dengan rumput gajah mini dan dedaunan kering. Melihatku menatap ke bawah dengan cara yang aneh, Azra menarik ujung bibirnya, menampilkan seringai khasnya.

"Kalau gak berani turunnya pegang dulu temboknya, terus turun pelan-pelan." Azra memberikan saran dengan suara paling lembut yang ia bisa seperti menjelaskan sesuatu pada balita. "Kayak gini...!" ujarnya lagi kemudian dilanjut dengan menyontohkan caranya. Dia berhasil turun dengan begitu mudah, aku yakin dia bahkan bisa saja langsung melompat dari ketinggian yang sebenarnya tidak seberapa ini.

Sebenarnya otakku sedang dalam dilema. Aku merasa ini salah, tidak seharusnya aku melakukan ini, membolos dengan memanfaatkan tembok? Aku tidak pernah bertindak sebadung ini sebelumnya. Namun, di sisi lain aku tidak mau berada di sini, aku kemari untuk menemui Bu Yuli, lalu aku tidak diperbolehkan pulang setelahnya padahal tidak ada kbm. Mau kembali pun tidak bisa, bisa-bisa ada orang yang melihatku keluar dan terjadi hal lain yang tidak kuinginkan terjadi.

Azra masih di bawah sana, menungguku yang sebenarnya sudah di posisi berjongkok siap melakukan apa yang ia instruksikan.

"Cepetan, bego! Kalau kelamaan ntar ketahuan!" Azra berseru tidak sabar.

Aku mulai melakukan apa yang ia lakukan beberapa saat lalu, rok abu-abu sepanjang mata kaki tidak menghalangi gerakanku sama sekali dan aku berhasil mendarat dengan sempurna tepat di samping Azra. Kulayangkan senyuman bangga karena berhasil turun dari ketinggian yang sebenarnya gak tinggi-tinggi amat sih. Begitupun Azra, seringainya tidak memudar melihat kesuksesanku.

"Jago geuning. Lain kali nyoba pas hari biasa sabi kali." Azra menepuk tangannya pelan sambil mulai berjalan.

"Dih, nggak mau, ah. Aku bolos sekarang, kan, karena memang gak ada kbm dan ga ada absensi. Kalau aku bolos pas ada kbm rugi dong." cetusku. Bisa kudengar suara dengusan dari sampingku, sialan, dia meremehkanku?

"Iya, deh. Si paling rajin." Azra menimpali menggunakan nada remeh. Tuh, kan! Dia berkata seolah aku anak paling cupu dan paling kutubuku di dunia ini.

"Ye, sekolah itu penting, tau!" belaku.

"Iya, iya~" Azra membalas acuh, tidak sedikitpun goyah dengan prinsip 'kalo gak suka ya gak suka' miliknya.

Yah, pada dasarnya prinsip hidup kami berbeda sih. Semalas-malasnya aku dengan segala hal yang berkaitan dengan sekolah dan akademik, aku tetap yakin bahwa apa yang kudapatkan dari sekolah akan berguna nantinya, jadi tetap menjalani semuanya meskipun dengan banyak sumpah serapah adalah hal yang benar.

Roda Gigi Terkecil SekalipunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang