"Putri Ruby kenapa, Jaron?"
Jade yang sore itu bertugas sebagai tim kesehatan mendadak cemas ketika melihat Putri Ruby berjalan tertatih-tatih dengan dituntun oleh Jaron.
"Kakinya terkilir saat turun dari kuda," jawab Jaron setelah Putri Ruby berhasil duduk di salah satu bangku panjang taman. Raut laki-laki itu datar meski kecemasan meliputi lubuk hatinya.
"Sebentar, kuperiksa dahulu."
Jade melepas sepatu boots Putri Ruby, kemudian sedikit mengurut kakinya pelan untuk mengetahui letak terkilirnya. Desisan tertahan dapat ia dengar dari sang putri yang kini menatapnya dengan kesakitan.
"Mohon izin, Putri Ruby. Meskipun terkilirnya tidak parah, tapi tetap akan terasa sakit jika saya mengurutnya seperti ini."
Putri Ruby setengah berteriak saat Jade mulai memberi gerakan di kakinya. Jaron yang di sana ikut meringis mendengarnya. Ia tidak bisa melakukan apapun. Memang tadi dirinya sempat lalai menjaga Putri Ruby saat gadis itu turun dari kuda dengan buru-buru. Sesuatu membuatnya melamun hingga mengabaikan Putri Ruby yang tengah berlatih kuda bersamanya.
Tidak lama setelah itu, seorang utusan prajurit memanggil Jaron untuk melaksanakan tugas lain. Mau tidak mau, ia harus pamit undur diri dan meninggalkan Putri Ruby bersama Jade.
"Mungkin nanti malam kaki Yang Mulia akan sembuh. Saya tidak dapat memastikan itu. Atau kalau Putri Ruby mau, saya dapat memanggilkan Dokter Rhys untuk penangana--"
"Jangan! Aku sudah tidak apa-apa. Sesuai ucapanmu, nanti malam kakiku pasti sudah baik-baik saja. Jangan mengadu apapun ke Dokter Rhys."
"Baik, Putri Ruby. Kalau begitu, mari saya antar ke ruang peristirahatan."
Gadis itu menurut saja ketika Jade memapahnya pelan, melewati lorong demi lorong istana untuk menuju kastil utama. Sesekali Jade menawarinya untuk beristirahat sebentar karena jarak antara lapangan dengan ruang peristirahatan yang jauh, namun ditolak oleh Putri Ruby yang beralasan ingin cepat sampai di ruang peristirahatan. Tidak tahu saja, di dalam hatinya gadis itu cemas. Ia takut jika di tengah jalan berpapasan dengan Rhys, meski sedikit mustahil karena laki-laki itu saat ini berjaga di kastil timur.
"Dokter Jade, aku ingin bertanya." Putri Ruby terpikirkan sesuatu.
"Silakan, Putri."
"Hmm, sejak kapan Dokter Rhys tinggal di istana?"
Jade tersenyum kecil mendengar pertanyaan Putri Ruby yang terkesan penasaran.
"Sejak Dokter Rhys memutuskan untuk mengikuti sayembara."
"Hanya karena itu?" Putri Ruby menatap Jade yang jauh lebih tinggi darinya.
Laki-laki itu menggeleng, "tentu tidak, Putri. Dokter Rhys diusir dari rumahnya karena mengikuti sayembara ini demi kemajuan medis khususnya di Pulau Darni. Ayahnya, Duke Loey, menentang keras keputusannya untuk ikut sayembara. Beliau merasa jika Dokter Rhys menghianatinya dan menghianati kakaknya, Wiler Hesse Savoy yang sebenarnya terpaksa mengikuti sayembara atas dasar perintah Duke Loey."
"Ah, malang sekali nasibnya." Komentar Putri Ruby bertepatan dengan mereka yang sampai di depan ruang peristirahatan.
Ia tidak menyangka jika Rhys akan senekat itu mengikuti sayembara sampai menentang keputusan ayahnya untuk ke sekian kalinya. Memang sudah menjadi rahasia umum di lingkungan teman dekat Rhys jika laki-laki itu selalu berbeda pendapat dengan sang ayah. Di satu sisi, Putri Ruby merasa lega karena pada akhirnya Rhys mengikuti sayembara, namun di sisi lain ia merasa sedikit kecewa saat Rhys mengikuti sayembara ini bukan karena dirinya, melainkan karena ingin memajukan kesehatan di Negeri Somagra.
"Dokter Jade, bisa tolong kau panggilkan perawat Yesha? Aku butuh bantuannya." Pinta Putri Ruby setelah lamunannya buyar.
Jade membungkuk sopan. "Baik, Putri Ruby. Akan saya panggilkan."
Ia membungkuk sekali lagi sebelum beranjak dari hadapan Putri Ruby, sementara gadis itu langsung masuk ke ruang peristirahatannya. Sesuai etika kerajaan, seluruh staf laki-laki kerajaan dilarang untuk memasuki ruang peristirahatan Ratu dan Putri. Mereka hanya diperbolehkan masuk ruang peristirahatan Raja apabila terdapat perintah yang mendesak. Hal tersebut berlaku seperti saat Raja tidur sendirian karena takut menularkan penyakit ke Ratu.
Putri Ruby baru saja menjangkau tempat tidur saat seseorang mengetuk pintu besar berbahan kayu jati itu.
"Masuk! Yesha." Titahnya.
Tidak lama setelah itu, muncul seorang gadis yang umurnya lebih tua dari Putri Ruby dua tahun. Ia adalah Perawat Yesha yang sejak bayi dirawat oleh bibi kepala pelayan istana. Saat itu, Yesha kecil ditemukan di tengah kebun kentang saat sang bibi kepala pelayan hendak memanen kentang. Karena kasihan dan belum menikah, kepala pelayan tersebut memutuskan untuk merawatnya hingga saat ini. Yesha menyelesaikan sekolahnya di akademi kesehatan sebagai junior Jade meski umurnya lebih tua daripada laki-laki itu.
"Yang Mulia Putri Ruby." Yesha membungkuk hormat sebelum mengikuti isyarat Putri Ruby untuk mendekat ke arahnya.
"Ck, kau ini sama seperti Rhys. Sudah kubilang berapa kali untuk tidak memanggilku Putri saat kita hanya berdua seperti ini."
Layaknya Rhys, hubungan keduanya terbilang cukup dekat karena sejak dulu Raja selalu menyekolahkan Putri Ruby dan Yesha di sekolah yang sama. Mereka pun sering bermain bersama, memasak, hingga berkuda bersama. Hanya saja, akhir-akhir ini keduanya jarang bertemu karena tugas masing-masing. Terlebih Putri Ruby yang menjadi sedikit tertutup kepada Yesha. Karena biar bagaimanapun, etika istana tetap dijunjung tinggi. Keluarga kerajaan tidak boleh untuk sembarang mempercayai orang, sekalipun Yesha yang sejak kecil tumbuh bersamanya. Kalau Rhys? Mungkin hanya laki-laki itu satu-satunya orang yang membuat Putri Ruby melanggar sumpah kerajaannya.
Yesha tersenyum, "aku belum terbiasa, Putri Ruby. Ada apa kau memanggilku ke sini?"
"Tolong lihatkan punggungku, sejak kemarin aku merasa perih saat mandi dan menggosokkan sabun di sana."
Gadis yang berposisi sebagai perawat sekaligus pelayan kesehatan itu segera menurunkan resleting gaun Putri Ruby. Yesha hampir memekik saat menemukan banyak luka goresan dan sayatan di punggung sang putri. Beberapa di antaranya bahkan mulai membiru dan bengkak.
"Kenapa kau diam saja? Ada apa di punggungku?"
"Maaf, tapi kau sungguh gila. Apa yang kau lakukan hingga punggungmu penuh luka seperti ini? Benar-benar gila! Lihatlah ini bahkan hampir infeksi jika kau membiarkannya selama dua hari ke depan!"
"Apa? Luka?"
"Ya! Sebentar, aku akan mengobatinya sekalian. Untung aku membawa kotak ajaibku."
Yesha membuka kotak P3K miliknya, lalu mengeluarkan botol berisi getah pohon yodium yang kemudian ia bubuhkan ke luka Putri Ruby.
"Awwhhss."
Kenapa sekarang terasa begitu sakit? Padahal tadi saat berpelukan dengan Rhys, saat laki-laki itu memberi tepukan di punggungnya, ia tidak merasakan apapun kecuali nyaman.
"Diam, jangan banyak gerak. Kalau saja Dokter Rhys tahu kondisimu seperti ini, dia akan marah dan tidak membiarkanmu beranjak dari ruang peristirahatan."
"Huh, maka dari itu jangan mengadu kepadanya."
"Ini luka apa sih? Kau habis berlatih pedang?"
"Iya. Tapi sepertinya itu luka saat aku terperosok ke jurang dua hari lalu."
"Hah? Kenapa tidak ada yang tahu?"
"Ya, karena aku pergi sendirian. Kejadiannya setelah aku berlatih pedang. Memang jurang itu tidak dalam, namun banyak ranting dan bebatuan tajam yang mungkin melukai punggungku. Pantas saja, bajuku waktu itu sampai sobek."
"Mendengar ceritamu, aku jadi ragu untuk merahasiakan ini dari Dokter Rhys." Yesha terkikik.
Putri Ruby memukul tangan gadis itu, "awas saja! Jangan coba-coba kau!" Ujarnya galak.
***
Dah segitu aja. Sampe jumpa di part depann😋😍
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be Your King? | Renjun & Ryujin
FanfictionRhys berada di pilihan yang sulit. Sebagai dokter kerajaan, ia tentu memiliki impian untuk memajukan medis di Negeri Somagra. Lantas bagaimana jika satu-satunya syarat untuk mewujudkan impiannya adalah dengan mengikuti sayembara yang diadakan oleh k...