"Kulitmu akan terkena masalah jika kau berdiri di bawah terik matahari siang terus menerus."
Rhys menatap tubuh kecil itu dengan khawatir, . Sementara sosok yang dikhawatirkan tak kunjung merespon ucapannya. Sekarang bahkan ia melihat Putri Ruby hendak mengambil sebuah anak panah di belakang tubuhnya, sama sekali tidak menggubris perkataannya. Peluh sudah bergumul di dahi gadis itu. Wajahnya memerah kepanasan, tapi sepertinya rasa gengsi dan tingginya ego mengalahkan akal sehat Putri Ruby.
Jade yang sejak tadi mengamati interaksi keduanya dari jauh pun mampu menebak jika hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja. Lelaki itu memikirkan sesuatu. 'Apa Dokter Rhys dan Putri Ruby perang dingin karena persoalan sayembara ini?' gumamnya dalam hati. Pasalnya, tidak seperti biasa Putri Ruby tak acuh kepada Rhys. Biasanya gadis itu akan lebih ceria dan antusias menyambut kedatangan sahabatnya di istana. Tidak seperti siang ini.
Belum sempat Jade menuntaskan spekulasinya, Rhys sudah lebih dulu menyerahkan Byullie kepadanya. Kemudian laki-laki itu berjalan mendekati posisi Putri Ruby. Dan,
"Maaf jika lancang," selanjutnya tanpa diduga laki-laki itu mengangkat tubuh Putri Ruby seringan kapas, membuat anak panah di punggung gadis itu seketika jatuh satu persatu. Rhys tidak peduli. Ia terlanjur gemas karena Putri Ruby mengacuhkan dirinya. Tidak tahu saja jika ia sangat mengkhawatirkan kondisi gadis itu.
Rhys membawa Putri Ruby ke pinggir lapangan, di bawah pohon rindang, tempatnya bersama Jade tadi. Tatapan matanya begitu tajam hingga membuat Putri Ruby tidak bisa berkutik. Gadis itu hendak berontak, namun kepalanya baru terasa pening karena penyesuaian cahaya yang ditangkap netranya. Putri Ruby mengerang pelan, sayangnya Rhys bisa menangkap erangannya dengan jelas. Oh, jangan lupakan fakta jika laki-laki itu terlalu peka dengan hal-hal seperti ini.
"Ada yang sakit? Katakan kepadaku bagian mana yang sakit?" Ujar Rhys khawatir sambil menatap Putri Ruby di gendongannya, wajah laki-laki itu sudah tidak semenakutkan tadi.
"Pusing, kepalaku pusing," keluh Putri Ruby. Refleks ia melesakkan wajahnya ke dalam dada Rhys, menghalau terik matahari yang semakin membuatnya pusing.
Sesampainya di bawah pohon, Rhys langsung memposisikan tubuh Putri Ruby bersandar di batang pohon. Diberikannya sebotol air yang tadi ia titipkan kepada Jade. Putri Ruby mengembuskan napasnya berat setelah berhasil meneguk air hingga tandas.
"Merasa lebih baik?"
Putri Ruby mengangguk. Ia yang sejak awal heran dengan kedatangan Rhys secara tiba-tiba pun langsung bertanya, "Apa yang sedang kau lakukan di sini? Seingatku, ayah tidak mengeluh apapun," ujarnya sambil menatap laki-laki yang terlihat semakin tampan dengan bulir-bulir keringat di dahinya.
"Ya, memang tidak ada keluhan apapun. Aku datang untuk mendiskusikan persoalan di Pulau Darni."
"Jadi bagaimana? Siapa yang akan menggantikan ayahku untuk berangkat ke sana?"
Rhys menghela napas sembari meraih Byullie dari gendongan Jade. "Entahlah, tapi yang pasti... hanya kandidat sayembara yang boleh ke sana."
"Maksudmu?"
Sepertinya laki-laki itu tidak terlalu berminat dengan topik pembicaraan mereka yang berkaitan dengan sayembara. Putri Ruby menyadari itu. Ia sendiri tidak paham hubungan antara sayembara dengan Pulau Darni.
"Kau bisa menanyakan langsung kepada Yang Mulia Raja. Aku lelah," ujarnya frustrasi. Rhys ikut menyenderkan tubuhnya di pohon sambil mengusap-usap Byullie.
"Ya, baiklah. Aku akan kembali ke istana. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku." Putri Ruby hampir beranjak dari tempatnya, namun Rhys lebih dulu menahan lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be Your King? | Renjun & Ryujin
Fiksi PenggemarRhys berada di pilihan yang sulit. Sebagai dokter kerajaan, ia tentu memiliki impian untuk memajukan medis di Negeri Somagra. Lantas bagaimana jika satu-satunya syarat untuk mewujudkan impiannya adalah dengan mengikuti sayembara yang diadakan oleh k...