11. Hanya Teman

17 4 0
                                    

Samar-samar Rhys mendengar kicauan burung yang terasa dekat dengannya. Ia membuka mata perlahan, menyesuaikan pendangannya dengan cahaya matahari yang masuk ke netranya. Sesaat setelah berhasil membuka mata, ia terkejut dengan Putri Ruby yang tidur di pelukannya. Tangan gadis itu juga melingkar di pinggangnya dengan posisi tidur menyamping, sedangkan kepalanya bersandar di dada Rhys dengan tangan laki-laki itu sebagai penopangnya.

Rhys tersenyum kecil melihat paras cantik itu masih memejamkan matanya. Cahaya matahari semakin membuat gadis itu terlihat menawan dalam tidurnya. Tapi tunggu... Rhys menemukan sebuah goresan memanjang di pelipis Putri Ruby saat ia menyibak rambut gadis itu. Ia jadi khawatir, sepertinya gadis ini terluka. Ia mengusap pelan pipi Putri Ruby untuk membangunkannya.

Sama seperti Rhys, gadis itu menyesuaikan cahaya yang masuk ke netranya. Kemudian tidak kalah terkejut ketika tahu ia terbangun dalam pelukan Rhys. Sontak Putri Ruby langsung berpindah posisi ke samping laki-laki itu, merapikan penampilannya sendiri dan menghilangkan kotoran di sudut mata dan mulutnya. Ia benar-benar malu berada di hadapan Rhys saat bangun tidur seperti ini.

"Sudah merasa lebih baik?"

Gadis itu hanya mengangguk dan berusaha untuk tidak menghadap Rhys.

"Bisa kita kembali sekarang?"

Putri Ruby lagi-lagi hanya memberi anggukan untuk laki-laki itu.

"Baiklah, ayo." Rhys yang sudah lebih dulu berdiri itu mengulurkan tangannya. Putri Ruby menyambutnya dengan baik. Gadis itu berdiri sambil mengaduh pelan yang tentu dapat didengar oleh telinga Rhys.

Rhys menatap kaki Putri Ruby yang bisa saja menjadi penyebab gadis itu mengaduh. Benar saja, ia menemukan sepasang kaki itu telanjang tanpa alas. Rhys segera berjongkok dan memeriksanya. Syukurlah gadis itu menurut, mungkin sudah lelah membantah Rhys sejak semalam.

"Sandalmu kau tinggal di mana? Jadi, sejak semalam kau berlari ke hutan dengan telanjang kaki?" Rhys menatapnya dari bawah dengan tatapan yang menyeramkan menurut Putri Ruby. Bodohnya ia baru sadar jika Putri Ruby tidak memakai sandal atau sepatu dari semalam.

Gadis itu sampai tergagap menjawabnya. "A-aku tidak sempat memakai sandalku. Terakhir kemarin di pesisir pantai."

Rhys menghela napas gusar. Setelah menemukan goresan di dahi, kini ia menemukan goresan panjang tak beraturan dekat dengan jempol kaki Putri Ruby. Ada darah kering di sana. Ia mencoba menekannya pelan, yang ternyata mampu membuat gadis itu meringis kesakitan.

"Sepertinya kakimu terkena karang. Baru terasa sakitnya? Padahal semalaman kau tidak memakai sandal."

Putri Ruby mengangguk, "semalam tidak terasa apapun saat aku berlari. Sekarang baru terasa sakit dan perih."

"Hmm, kau masih bisa berjalan?"

"Masih. Asalkan jangan berlari saja."

Mendengar itu, Rhys melepas sandalnya. Kemudian menempatkannya di depan kaki Putri Ruby. "Pakailah sandalku untuk sementara waktu. Aku tidak ingin lukamu semakin bertambah parah ketika menginjak ranting atau daun kering nanti."

"Lalu kau?"

"Aku baik-baik saja, Ruby. Sekali ini saja, tolong khawatirkan dirimu sendiri," geram Rhys.

Gadis itu meringis, lalu memakai sandal Rhys. Tanpa berucap apapun lagi, keduanya berjalan beriringan menuju satu-satunya jalan yang terbentang di hadapan mereka. Saat sampai di posko nanti, Rhys akan langsung mengobati gadis itu.

***

Jaron dan Yesha sejak tadi stand by di depan posko kesehatan untuk membagikan obat-obatan kepada warga yang terkena cacar air. Tidak hanya berdua, terdapat Yelena dan Duke Hector yang juga membantu mereka. Matahari sudah hampir naik di atas kepala, namun Rhys dan Putri Ruby belum juga menampakkan hidungnya. Yesha jadi khawatir sendiri. Beberapa kali ia menatap ke arah jalan yang menuju ke hutan, kecemasannya tidak bisa disembunyikan. Jaron pun demikian, meski laki-laki itu tidak menampakkan ekspresi apapun dan terlihat santai membagikan obat kepada warga.

How To Be Your King? | Renjun & RyujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang