Harus Selesai

323 24 2
                                    

Dua minggu setelah Rion dan Riji pulang dari transaksi gelap dengan Black Oni, Rion mulai menarik diri.

Saat semuanya kembali hangat, Rion kembali dengan sifat acuhnya.
Entah bagaimana Rion yang semula hangat di hadapan mereka, mulai acuh dan justru terlihat mencoba menyalakan api kebencian lagi dalam keluarga.

Awalnya Rion mulai tidak memperdulikan panggilan maupun obrolan anak anaknya. Tapi kian hari, ia mulai mudah marah hanya karena kesalahan sepele, entah itu kunci mobil yang terselip, atau masakan Key yang tidak enak di lidahnya, dan sebagainya. Anak anaknya? Meski sakit hati, mereka masih mencoba menganggap bahwa semua tingkah laku Rion adalah efek samping dari kondisi psikologisnya. 

Setidaknya sampai Rion mengamuk setelah pulang dari uwu dengan sebotol minumam beralkohol kemarin malam.

"Bangsat! Gw pastiin kepala lu gw gantung di balai kota! Hahaha lalu tubuhnya saya cor bagus bagus" rancau Rion di sela langkahnya yang terhuyung.

"Pi papi mabuk? Pi Mia ambilin air ya?"

Tak ada sahutan, sesaat setelah Mia membawa air, Rion menampik uluran air dari tangan Mia. Dan sayangnya ia menampiknya dengan botol alkohol yang entah sejak kapan sudah pecah.

Lagi dan lagi, Gin datang di waktu yang sangat tidak tepat.
Melihat adiknya menahan sakit dengan aliran darah yang keluar dari telapak tangannya, Gin kembali naik pitam.

Suara Gin yang selalu keras saat marah kembali memancing seisi rumah untuk ikut melihat apa yang terjadi.

"Bangsat lu Yon! Lu apain Mia anjing!" ucapnya tak lupa dengan bogeman telak di wajah tegas Rion.

"Kak ini Mia yang nabrak papi! Bisa gak si kak Gin gak main tangan dulu?" cegah Mia mencoba menenangkan kakaknya yang semakin tak terkendali memukuli Rion tanpa mendapatkan balasan apapun.

"Bales anjing! Lu mau bunuh Mia juga hah? Belum puas lu bunuh Caine! Bales pukulan gw anjing jangan pura pura mabuk! Lu kira gw gak tau gimana tampang lu kalo lagi mabuk hah!"

"Kak Gin udah! Kasian papi"

Derap langkah dari tangga terdengar semakin cepat, dengan lompatan di beberapa anak tangga paling bawah, Jaki berhasil mencegah tangan Gin yang tengah bersiap untuk memukul Rion lagi.

"Lepas, gak usah ikut campur" peringat Gin dengan suara tertahan.

"Lo yang harusnya berhenti Gin. Bukannya bantu ngobatin Mia dulu, lo malah mukulin Rion?" jawab Jaki kali ini dengan tatapan memicing dan suara dalam.

Sekilas dalam benak Krow, yang di hadapannya bukanlah Jaki yang ia kenal sebagai pria lembut baik hati.

"Gin Jaki sudah, jangan di lanjut, dan Gin, bukan tangan Mia saja yang terluka, tapi Rion juga. Berhenti menjadi anak manja yang haus permintaan maaf dari orang lain" ucap pak Sui tegas sebelum berlalu menarik dan menopang tubuh Rion pergi dari ruang itu.

"Lepas!"

"Gw tau lu, kita semua masih kecewa ma Rion, tapi setelah tau keadaan Rion, diamnya gw bukan berarti gw gak perduli, tapi karena gw gak mau jadi bara di keluarga ini Gin" ucap Jaki panjang lebar tanpa menurunkan sedikit tatapan tajamnya.

Gin terkejut, tentu. Tapi rasa terkejutnya terhapus dengan rasa amarah sebelum kembali pergi dari rumah entah kemana.

Setelah mengobati pukulan dan mengambil beberapa pecahan botol di telapak tangan Rion, pak Sui membaringkan Rion yang masih setengah sadar.
Langkahnya kemudian di tuntut ke kamar Mia, bagaimanapun juga Mia juga terluka, harus segera di obati.

"Saya tau kau tidak mabuk Rion, saya menolongmu karena tidak ingin suasana tadi semakin parah" ucap Pak Sui sebelum keluar dari kamar Rion.

Rion? Ya, ia memang hanya pura pura mabuk. Soal memukul Mia, ia tidak ada pilihan lain. Ia juga sengaja melukai tangannya lebih dalam berharap itu juga sebagai balasan karena ia telah sengaja menyakiti putri kecilnya.

Take Me Home Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang