Bab 9. Veen-Ralee

30 19 42
                                    

Kembali lagi di cerita Veen-Ralee.

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya. Vote dan komen dari kalian adalah apresiasi untukku.

Baca sampai selesai, ya.

Di bawah matahari terbenam Parveen terus melangkah keluar istana melalui jendela kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di bawah matahari terbenam Parveen terus melangkah keluar istana melalui jendela kamarnya. Jalan itu menembus halaman belakang istana. Kebetulan sekali kuda miliknya ia simpan di belakang istana. Parveen menaiki kuda putih itu terlebih dahulu. Tangannya terulur membantu Saralee menaiki kuda miliknya.

Mereka berdua berada di kuda yang sama. Dengan Saralee duduk di depan Parveen yang menunggangi kudanya. Sorot mata Parveen masih ada kemarahan. Netra biru milik Parveen menyapu wilayah Shammari dengan dingin. Pangeran pertama begitu waspada.

Setetes air mata Saralee tiba-tiba saja terjatuh di pipinya. Dengan tekad yang berani akan cintanya, Saralee merelakan hidupnya pada Pangeran Kerajaan Shammari. Ia memejamkan matanya sejenak. Dirinya yakin ini keputusan yang terbaik. Bahkan dalam kemarahan Parveen pun Saralee tidak bisa membenci laki-laki itu. Entah takdir Tuhan akan seperti apa, karena telah menghadirkan cinta yang kuat di hati Saralee dan Parveen.

"Kau sudah merasa menyesal?" Pertanyaan dari mulut Parveen membuat Saralee membuka matanya spontan.

Netra hijaunya melirik ke arah kiri menatap sepasang mata milik Parveen. "Jika aku menyesal, mungkin aku akan berusaha kabur dari kudamu."

Parveen mengangkat alisnya. Ia tersenyum meremehkan sang putri. "Kaburlah jika kau bisa. Ini pilihanmu dari awal. Sudah tak ada kesempatan lagi untuk mundur menjadi milikku, Putri," tutur sang pangeran.

Saralee tertawa kecil. Ia menatap ke depan jalan kembali. "Seperti perkataanmu, ini pilihanku. Untuk apa kabur sekarang, Pangeran? Kau hidupku. Aku sudah menyerahkan hidupku padamu."

"Manis sekali mulutmu, Putri. Bagaimana jika seluruh kerajaanmu tahu Putri Saralee dengan berani menggoda Pangeran Parveen," berang Parveen.

Tidak terdengar jawaban dari Saralee. Hanya suara berlari kuda yang terdengar. Matahari semakin tenggelam. Langit semakin gelap. Angin kencang terus menerpa wajah mereka. Hanya suara burung hantu yang bersahutan.

Kuda putih milik Parveen semakin berjalan semakin jauh dari wilayah Shammari. Mereka memasuki satu wilayah Kesultanan di perbatasan. Terus berkuda menuju salah satu pesantren di desa sana. Parveen ingin menemui Para Wali pesantren yang memiliki ilmu agama tinggi. Dijadikan panutan dan ulama besar di wilayah Kesultanan ini.

Setelah melakukan perjalanan hampir dua jam lamanya. Akhirnya Parveen dan Saralee sampai di daerah Kesultanan Agung. Wilayah suci di Kerajaan Shammari, dekat perbatasan. Tempat para ulama besar tinggal di sini. Kedatangan keduanya disambut baik oleh penghuni Kesultanan. Parveen turun lebih dulu, sebelum membantu Saralee turun dari kudanya.

Saralee menghentikan langkah Parveen dengan menggenggam tangan sang pangeran. "Tunggu, Veen. Aku ingin jawab pertanyaan terakhirmu tadi."

Parveen menggeleng. "Tidak perlu, lupakan. Hari semakin malam, lebih baik kita temui Para Wali di sini dengan segera. Ayo," bantahnya.

Veen-RaleeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang