Bab 5. Tekad Putri Fahda

10 5 0
                                    

Kembali lagi di cerita Veen-Ralee.

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya. Vote dan komen dari kalian adalah apresiasi untukku.

Baca sampai selesai, ya.

Sehari setelah perayaan tahun baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sehari setelah perayaan tahun baru. Seorang putri pertama Kerajaan Shammari tengah bersiap di kamarnya. Ia menggulung rambutnya yang panjang. Tangan cantiknya memakaikan penutup setengah wajah. Fahda menatap cermin dengan lekat. Menampilkan dirinya dengan gaun kerajaan berwarna hitam.

Ia bertekad untuk masuk ke wilayah Kerajaan Jenggala hari ini. Fahda tak ingin adiknya—Parveen—bersama dengan putri dari Kerajaan Jenggala. Fahda tahu bahwa Parveen tidak bisa dihentikan. Maka dari itu, Saralee yang harus dihentikan. Penyatuan dua kerajaan yang telah bermusuhan hampir tiga abad? Rasanya Fahda pikir itu mustahil. Ini akan menjadi bencana untuk kerajaannya.

"Bagaimanapun mereka tidak boleh bersama!"

Parveen yang tengah berlatih pedang terhenti ketika melihat putri pertama berjalan terburu-buru. Nashel yang menjadi lawan berlatih Parveen mengikuti arah pandang pangeran pertama. Apa yang menjadi alasan Parveen menghentikan latihannya.

"Putri pertama mau ke mana, Pangeran? Sepertinya dia akan keluar istana. Putri memakai cadar untuk menutupi wajahnya. Seperti kebiasaan para gadis Shammari yang akan keluar rumah." Nashel menanggapi penampilan putri pertama.

Parveen tak mendengarkan ucapan pangeran ketiga. Ia melempar pedang miliknya yang ditangkap sempurna oleh Nashel. Sang pangeran ketiga mengembuskan napas jengah. Untung saja tidak mengenai wajahnya.

"Mau ke mana, Bhai-ja Fahda?" Parveen menghentikan langkah Fahda.

Fahda menatap lekat adiknya. Andai Parveen tak pernah jatuh cinta pada Putri Saralee, mungkin ia tidak akan melakukan ini. Fahda mengangkat kedua alisnya. Menatap penuh tanya pada Parveen.

"Untuk apa kau tahu."

Parveen menatap Fahda penuh curiga. Tak biasanya juga sang kakak meninggalkan kerajaan tanpa pengawalan. "Mau ke mana, Bhai-ja? Tumben sekali pergi tanpa prajurit," tanyanya kembali.

"Berburu," jawab Fahda dengan tenang. "Untuk apa bersama prajurit? Aku bisa berburu sendiri. Kau meragukan kemampuanku, Veen?" lanjutnya.

Parveen menggelengkan kepala. Tidak mungkin ia meremehkan putri pertama Kerajaan Shammari. Fahda terkenal dengan keberaniannya. Apalagi lihai dalam bersenjata.

"Tidak, aku tidak meragukanmu, Bhai-ja. Pergilah! Hati-hati," pungkas Parveen.

Fahda mengangguk, kemudian melanjutkan langkahnya. Akan tetapi, lagi-lagi langkahnya terhenti ketika Parveen menggenggam tangannya. Ia menoleh, apalagi?

Parveen menyerahkan sebuah senjata api pada Fahda. "Ambillah. Siapa tahu Bhai-ja membutuhkan ini." Fahda menerima senjata itu.

"Kau memang yang terbaik, Veen."

Veen-RaleeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang