Bab 11. Sebuah Surat

5 1 0
                                    

Kembali lagi di cerita Veen-Ralee.

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya. Vote dan komen dari kalian adalah apresiasi untukku.

Baca sampai selesai, ya.

*****

Di Kerajaan Jenggala, Raynar tengah merasa khawatir. Sudah satu malam adiknya tidak kembali ke kerajaan. Ia tidak memberitahu Ratu Mariana—selaku ibundanya—tentang ketidakhadiran Saralee di istana. Sesungguhnya Raynar mengetahui Saralee akan ke wilayah Shammari saat di danau. Raynar selalu mencari tahu apa yang dilakukan oleh Saralee. Namun, kali ini ia kehilangan jejak sang adik.

Matahari bahkan sudah terbit. Raynar harus beralasan apalagi pada sang ibunda mengenai ketiadaan Saralee di istana. Tidak ada kabar sama sekali. Raynar sekarang kebingungan mencari keberadaan Saralee. Ia juga sangat khawatir adiknya itu terluka. Apalagi Saralee pergi ke wilayah musuh. Bagaimanapun Saralee adalah bagian dari Kerajaan Jenggala. Tidak mudah bagi Kerajaan Shammari menerima kehadiran Saralee. Mungkin tidak akan pernah menerima.

"Salam, Pangeran Mahkota." Seorang prajurit mendatangi kediamannya di istana. Raynar menatap prajurit itu penuh tanya.

"Salam. Ada apa?"

"Anda diperintahkan menghadap Baginda Ratu, Pangeran, sekarang." Prajurit itu menjawab dengan sedikit menegakkan kepalanya yang tertunduk. Kemudian kembali menunduk.

Tangan Raynar mengisyaratkan untuk prajurit tersebut segera pergi. "Beritahu pada Ratu, perintah akan segera dilaksanakan. Aku akan segera menghadap pada Ratu."

Prajurit itu membungkukkan badannya memberi hormat. "Baik, Pangeran. Salam." Setelah itu, prajurit tersebut beranjak dari kediaman Pangeran Mahkota.

Ini yang Raynar takutkan. Bagaimana jika sang ratu menanyakan keberadaan putri pertama. Bisa-bisa Saralee dihukum oleh Ratu Mariana. Raynar sebenarnya tidak mengerti dengan takdir. Mengapa juga Saralee harus berhubungan dengan anggota Kerajaan Shammari. Bahkan langsung berhubungan dengan pangeran pertamanya Kerajaan Shammari. Benar-benar aneh, tetapi itu semua terjadi.

Tidak ingin membuat sang ibunda menunggu lama. Raynar dengan segera beranjak dari kediamannya menuju singgasana kerajaan. Di luar kediamannya, kesatria miliknya segera menghampiri Raynar. Ia membungkukkan badannya memberi hormat.

"Salam, Pangeran." Martaka menerbitkan senyumnya. "Yang Mulia Ratu memanggil Pangeran segera."

Raynar mengangguk. "Aku sudah mengetahui perintah Ibunda, Marta. Kita segera ke singgasana kerajaan. Kalau tidak, Ibunda akan segera marah." Martaka hanya mengangguk menyetujui sang tuan. Ia berjalan di belakang Raynar.

Raynar pun segera melangkah menunaikan perintah sang ratu. Menemuinya di singgasana milik ayahnya. Ketika memasuki area singgasana kerajaan, semua prajurit segera memberi hormat karena kedatangan Pangeran Mahkota bersama Martaka. Pangeran Mahkota dan Martaka segera memberi hormat pada sang ratu.

"Salam, Ratu. Kehadiranku ini atas perintahmu. Ada keperluan apa kau memanggilku ke sini?" tanya Raynar. Martaka juga ikut membungkukkan badannya memberi hormat pada ratu.

Ratu Mariana tidak menjawab pertanyaan putra pertamanya. Ia memberi isyarat pada prajurit di samping kanan sang ratu. Prajurit itu menyodorkan sebuah surat pada Raynar. Pangeran Mahkota menatap surat dan ibundanya secara bergantian. Ia tidak mengerti ketika kehadirannya diberikan sebuah surat. Apa ini semacam penyambutan?

"Ambillah ... dan baca itu, Pangeran." Melihat mimik wajah serius Ratu Mariana, Raynar mencoba menghilangkan pikiran konyolnya. Mana mungkin penyambutan dibuat dalam sebuah surat.

Veen-RaleeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang