Bab 15. Tentang Kakak Ipar

6 1 0
                                    

Kembali lagi di cerita Veen-Ralee.

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya. Vote dan komen dari kalian adalah apresiasi untukku.

Baca sampai selesai, ya.

**VEEN-RALEE**

Di Kerajaan Shammari, Pangeran Mahkota yang baru saja disahkan tengah berlatih menembak di lapangan dekat ruang senjata. Tangannya terulur lurus dengan jari yang berada di pelatuk pistol. Netra birunya mencoba fokus menatap target tengah. Hingga beberapa detik setelah fokus, pelatuknya ditarik. Dengan kecepatan persekian detik, pelurunya menancap di titik tengah target.

Parveen mengembuskan napasnya. Ketika menarik tangannya, tak sengaja menatap cincin yang ia beli mendadak di wilayah kerajaan. Parveen bahkan harus menyamar agar tidak dikenali. Perjuangan untuk bisa sampai ke Kesultanan Agung begitu banyak. Namun, kurva bibir Parveen terangkat, karena ia berhasil melewatinya berdua. Bagaimana matanya melihat Saralee dalam dekat. Lebih indah dari sekadar bulan di langit.

Semua Parveen lakukan karena ia mencintai Saralee. Kebimbangan ia ketika kehilangan Putri Fahda, membuat kenekatan Parveen menikahi Saralee muncul. Hingga akhirnya rasa marah itu padam karena sang pujaan hatinya. Saralee bagaikan air untuk Parveen yang tengah menjadi api.

Parveen memutuskan untuk mengubah rencananya. Tidak akan ada perang untuk pembalasan dendam atas kematian Putri Fahda. Kini rencananya berubah total. Ia akan memenuhi janjinya pada sang ibunda, untuk mengakhiri permusuhan antara Kerajaan Shammari dengan Kerajaan Jenggala. Dengan begitu ia bisa mengetahui siapa orang di balik kematian kakaknya.

"Bhai-ja Fahda, aku mohon kirimkan restumu padaku. Kehadiran Ralee tidak akan membuatku melupakanmu. Aku berjanji," gumam Parveen menatap langit.

Parveen mengelus cincin miliknya. "Harus kuakui, Ralee. Bahwa aku berhasil jatuh sejatuh-jatuhnya padamu. Semoga takdir merestui cinta kita."

"Bhai-ja Veen." Panggilan seseorang mengalihkan pandangan Parveen ke arah sampingnya. Mendapat Luisa dan Shurafa yang tengah berjalan mendekat.

"Bhai-ja Veen, kata Bhai-ja Lui aku memiliki kakak ipar yang cantik. Apa benar?" Parveen menatap Luisa lekat atas pertanyaan dari Shurafa. Untuk apa Luisa mengatakan tentang Saralee pada pangeran kedua?

Luisa mengerti dengan tatapan sang kakak. Ia pasti heran, karena sebelumnya telah memisahkan kakaknya dengan sang pujaan hati. Akan tetapi, Luisa tidak bermaksud seperti itu. Ia sangat amat mendukung hubungan Parveen dengan Saralee. Justru rencana kemarin merupakan bentuk dukungannya terhadap mereka berdua.

"Rafa ingin tahu putri cantik yang berhasil mengambil hatimu, Bhai-ja. Ceritakanlah," pinta Luisa dengan tersenyum.

Parveen menatap lekat mata sang adik. Ia tak mengerti dengan sikapnya. Bukankah Luisa marah pada Kerajaan Jenggala? Itu sudah menjadi alasan untuk Luisa tidak merestui hubungan mereka. Akan tetapi, Luis justru sekarang terang-terangan mendukung Parveen bersama Saralee.

Tidak ingin Shurafa mengetahui bahwa ia dan Luisa sempat saling memarahi. Akhirnya Parveen tersenyum seperti biasanya pada Luisa. Ia mencoba bersikap tanpa ada masalah sebelumnya.

"Kau benar, Lui. Aku mendapatkan putri yang begitu cantik. Seperti pertama kali aku ceritakan pada kalian. Semua yang ia miliki sangat indah. Matanya, hidungnya, bibirnya, semuanya indah." Parveen beralih menatap Shurafa. "Kau harus lihat putri milikku. Dia sangat cantik. Kau pasti menyukai kakak iparmu itu."

Shurafa menatap dengan penuh binar pada Parveen. Seakan menemukan kesenangannya setelah sekian lama ia terpuruk karena kematian Putri Fahda. Ya, hampir beberapa hari ini Shurafa mengurung dirinya di kamar. Ia selalu murung. Sangat memprihatinkan. Itulah alasan Luisa mengatakan ia memiliki kakak ipar yang cantik.

Veen-RaleeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang