take you home

1.1K 70 5
                                    

Di tengah kebingungan tiga pemuda itu, seorang pria terlihat berjalan mendekat ke meja mereka. Gurat yang menunjukkan ekspresi ketidaksenangan jelas terukir di wajahnya.

"Minggir, gua mau bawa Sultan." ucapnya.

Seketika Alfin, Ryo, dan Hwi melirik ke sumber suara. Dan- DAMN!

"Kakaknya Rona..." tanpa sadar Hwi mencicit.

Benar, pria itu adalah Gabriel. Ia yang sejak tadi mengamati Sultan dari tempat duduknya sudah berkali-kali mengepalkan tangan dan mengeratkan rahang ketika melihat omega itu menenggak alkohol berkali-kali.

Saat mendapati Sultan yang menangkupkan wajahnya di atas meja, Gabriel tahu jika Sultan sudah mabuk parah. Ia pun bangkit dan menghampiri meja Sultan. Gabriel harus membawa sang omega pergi sebelum ada kejadian yang tidak diinginkan.

Gabriel tidak menghiraukan teman-teman Sultan yang saat ini terkejut melihatnya hingga melongo seperti orang bodoh. Ia bergegas memapah Sultan dan membawanya pergi dari sana. Sultan sempat mengerang, atau mungkin lebih tepatnya meracau tidak jelas saat Gabriel melakukan itu, tapi alpha tetap membawanya.

Sementara, trio macan itu baru sadar dari posisi nge-freeze nya setelah Gabriel dan Sultan menghilang di ambang pintu masuk cafe.

"Hey. Kenapa kita biarin dia bawa Sultan?" tanya Ryo masih belum bisa mencerna situasi yang ada.

Setelahnya, mereka hanya diliputi panik menyadari temannya di bawa pergi oleh orang yang beberapa waktu lalu memberi bogeman mentah di wajah Sultan. Harusnya mereka mengejar, tapi perasaan takut lebih mendominasi ketika mengingat kembali raut menyeramkan yang Gabriel tunjukkan tadi. Alhasil kaki, bahkan tubuh mereka melekat di kursi bagai perangko.

Di sisi lain, Gabriel membuka pintu mobil bagian passenger seat dan mendudukkan tubuh lemas Sultan di sana. Seat belt segera ia pasang agar pemuda itu tida terkantuk ke depan. Ia kemudian berjalan dan masuk ke kursi kemudi.

"Hahh.. Lo tolol apa gimana? Padahal masih SMA tapi mabuk-mabukan kaya gini." Gabriel menghela nafas dalam dan memijit pelipisnya yang berdenyut.

Kini pikirannya berkecamuk tentang ke mana ia harus membawa Sultan. Tidak mungkin ia mengantarnya pulang dengan keadaan seperti ini. Orang tuanya pasti terkejut nanti.

"Hotel...?" Gabriel bergumam, tapi tidak yakin sendiri. Kalau ke hotel maka ia tidak bisa pulang karena harus menjaga Sultan semalaman. Harusnya bisa jika Gabriel tega meninggalkan Sultan sendirian di hotel, tapi ada semacam dominasi perasaan mengganjal saat pemikiran itu terbesit dalam otaknya.

Setelah berpikir cukup lama, akhirnya dengan banyak pertimbangan Gabriel memutuskan untuk membawa Sultan ke apartemennya. Sekarang sudah malam. Rona pasti sudah tidur. Ia akan menyelundupkan pemuda itu ke kamarnya dan menguncinya di sana, sehingga Rona tidak akan bertemu dengan Sultan.

Ya, itu benar. Dengan begitu ia tidak harus memilih antara Sultan atau Rona, karena ia tidak bisa...

Mesin mobil pun segera dinyalan. Gabriel mulai membawa mobilnya menjauh dari area cafe menuju apartemennya yang cukup dekat dari sana. Sepanjang jalan ia berkali-kali melirik pada Sultan yang masih menutup mata dengan sesekali menggumam tidak jelas.

Tidak berselang lama, mereka sudah sampai di apartemen. Gabriel menggendong Sultan di punggung dan bergegas menuju unit miliknya.

Dengan penuh kehati-hatian ia menekan sandi rumahnya. Setelah pintu terbuka, ia mendorongnya perlahan. Kepalanya bahkan sempat mengintip sejenak ke dalam, memastikan keberadaan Rona.

Setelah dirasa aman, ia dengan mengendap-endap membawa Sultan ke kamarnya dan merebahkannya di atas kasur. Gabriel melepaskan sepatu sneakers yang melekat di kaki Sultan dan membuangnya entah ke mana. Kini tatapan matanya beralih menuju gesper yang terlihat lumayan ketat meliliti pinggang Sultan. Ia harus melepas itu agar Sultan nyaman, tapi...

"Enghh.."

Sh!t!!! Sultan mengerang (?)

Omega itu bergerak tidak nyaman. Alisnya terlihat menukik dan ia kembali meracau. Yang  sepanjang jalan tadi lirih, sehingga tidak jelas terdengar. Namun kali ini berbeda, racauannya  bahkan terdengar keras.

"Uhhh.. Benci... Omega.."

Tangan Gabriel mengepal. Ia tak suka mendengar perkataan yang diracaukan Sultan. Memang, Gabriel tidak cukup tahu alasan mengapa Sultan sampai begitu membenci omega. Tapi, satu alasan itu sudah cukup menjelaskan mengapa Sultan tega melukai Rona.

Hanya karena benci pada omega, kau bisa sekejam itu pada Rona? Padahal kau juga omega, Sultan! Jangan munafik!

Andai saja Sultan tengah dalam kondisi sadar sepenuhnya, mungkin Gabriel akan langsung melayangkan pukulan. Ia akan memberinya pelajaran tentang apa itu kemanusiaan. Tapi saat melihat omega itu yang tidak sadarkan diri, Gabriel tidak bisa meluapkan amarahnya begitu saja.

"Mending gua pergi sebelum gua lepas kendali dan bener-bener hajar ni bocah." ucap Gabriel pada dirinya sendiri. Ia sudah bersiap untuk pergi dari sana agar kepalanya bisa dingin. Tapi sebuah tangan segera menghentikan pergerakannya itu.

"Hmmm... Jangan pergi..."

Gabriel berbalik dan menemukan Sultan yang meraih tangannya. Padahal matanya masih terpejam, tapi omega itu sudah mendusalkan pipinya di lengan Gabriel.

"... Mate... Jangan pergi..."

Ah sh!t, sebagai kakak Rona yang sedang berhadapan dengan pelaku perundungan adiknya, Gabriel pantas marah. Ia bahkan bisa meledak kapan saja. Tapi, sebagai seorang mate, Gabriel juga tahu jika tidak sepantasnya ia meninggalkan Sultan dalam keadaanya yang demikian. Lagi-lagi Gabriel dihadapkan dengan pilihan yang sulit.

Bad DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang