Resist

997 61 2
                                    

Gabriel meneguk ludahnya kasar. Ia menggelengkan kepalanya, berusaha menguatkan diri untuk tidak termakan buaian Sultan yang sedang mabuk.

"L-lepas.."

Dengan gerakan yang tidak yakin, Gabriel mencoba melepaskan genggaman Sultan yang menahannya. Sayangnya si omega sekarang justru merengek.

"Hmmph! Gak mau!"

Sultan semakin mengeratkan tangannya yang membuat Gabriel jadi tidak bisa berpikir. Butuh waktu untuk kewarasan berperang dalam otaknya sampai akhirnya pria itu terlihat melunak.

Gabriel menghela nafas sejenak sebelum kemudian memilih untuk mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Tangannya terangkat mengelus puncak kepala Sultan.

"Iya... Alpha disini." ucap Gabriel.

"Alphaa!!" dengan mata yang masih terpejam Sultan terlihat kegirangan. Bibirnya menukik ke atas membentuk simpul senyuman yang amat manis. Omega itu lagi-lagi mengusakkan pipinya di lengan Gabriel.

"Jangan gemes begini.. Gue masih harus marahin lo."

Begitulah ucap Gabriel, tetapi pada kenyataanya dadanya kini bergemuruh kencang melihat Sultan yang terlihat seperti anak kucing. Sungguh menggemaskan sampai membuatnya ingin mengarungi sang omega sekarang juga.

Tangan Gabriel yang sejak tadi mengusak rambut Sultan berpindah pada pipinya yang terasa sangat lembut. Entahlah, melihat Sultan seperti ini begitu menenangkannya, bahkan untuk sejenak berhasil membuatnya lupa jika orang di hadapannya ini telah memberikan penderitaan pada adiknya.

Gabriel menghela nafas. Ia beralih melepaskan jas kantornya dan meletakannya di lantai begitu saja. Kini ia menyentuh pundak Sultan agar sedikit menjauh darinya terlebih dahulu. Setelahnya ia baru melepas kaus kakinya dan kemudian merebahkan diri di atas ranjang, tepat di sebelah Sultan.

Sultan sendiri secara naluriah langsung merapatkan diri pada tubuh Gabriel. Ia mengusakkan wajahnya pada dada bidang sang alpha, membuat Gabriel tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

"Dasar curang.." kekeh Gabriel. Tangannya kini mendekap Sultan, sehingga kedua pria itu kini terlentang dengan saling berpelukan. Sultan yang menidurkan kepalanya di atas tubuh Gabriel, dan Gabriel yang memeluk Sultan tepat di pinggangnya.

Sepasang makhluk yang ditakdirkan sebagai mate itu pun tertidur bersama. Melalui malam panjang dan menenangkan setelah berhari-hari tanpa sadar dibuat rindu satu sama lain.

~o0o~

Keesokan harinya, Gabriel harus bangun terlebih dahulu ketika merasakan lengannya yang kebas. Ia segera menemukan Sultan yang dengan tenang menyembunyikan wajahnya di dada bidangnya ketika ia membuka mata. Wajahnya masih terlihat tenang namun segar, tidak seperti semalam.

Ketika tatapan matanya ia alihkan menuju jam weker di nakasnya, Gabriel melotot.

"Sial! Udah jam 7." ucapnya dengan suara kecil. Ia harus segera bangkit untuk berbenah diri sebelum bekerja.

Tetapi, saat ia berusaha menggeser kepala Sultan dari lengannya, alis sang omega segera menukik. Ia terlihat kesal dan semakin mengeratkan pelukan. Padahal Gabriel tidak bisa menunda lebih lama, mengingat jam masuk kantornya hanya 30 menit lagi. Akhirnya mau tidak mau ia sedikit memaksa.

"Bangun, Sultan. Gue harus kerja." ujarnya sembari memberi tepukan kecil.

Sultan yang terganggu tentu saja terbangun. Butuh beberapa waktu baginya untuk menyesuaikan bias cahaya yang menusuk indra penglihatannya. Itu dilakukan sembari menguap beberapa kali.

Setelah sepenuhnya mengumpulkan nyawa, Sultan yang merasakan eksistensi orang lain di sampingnya segera menoleh. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok Gabriel lah yang ada di sana, tengah menatapnya dengan pandangan sedikit kesal.

"Udah sadar lo? Minggir!"

Sekali lagi Gabriel hendak menyingkirkan Sultan, tapi langsung ditahan oleh sang omega.

"Tunggu sebentar. Kenapa lo sama gue— Di mana ini?!!" ujarnya panik campur malu. Muka jelek bangun tidurnya malah harus terkespos di depan calon matenya begini.

Gabriel menghela nafas.
"Semalem lo mabuk. Gue yang baik hati ini gak mungkin tega biarin lo sendirian di jalanan."

Jalanan? Bukankah ingatan terakhir Sultan mengatakan jika dirinya pergi bersama teman-temannya. Apa maksudnya jalanan? Apa mereka membuangnya? Dasar teman kampret!

Di saat Sultan sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, Gabriel mulai beranjak.
"Bangun dan cepet pergi dari rumah gue."

Oke, Sultan langsung kicep. Kalau ini adalah rumahnya Gabriel, berarti tempatnya duduk sekarang adalah kamarnya? ranjangnya?!

"Sialan! Lo perkosa gue?!"

Kening Gabriel berkedut— kesal. Ia berjalan ke arah Sultan dan mendekatkan wajahnya. Tangannya yang bebas bergerak meremat pantat Sultan, hingga membuat sang omega berdebar sekaligus merinding.

"Tanya itu ke bokong seksi lo ini." bisik Gabriel tepat di telinga Sultan.

Blushh

Seketika semburat merah mewarnai wajah Sultan hingga berubah seperti tomat masak. Sementara, Gabriel yang sudah puas mengerjai Sultan menjauh. Ia memilih segera ke kamar mandi untuk sekedar membereskan diri. Akan terlihat memalukan jika teman kantornya melihatnya berantakan setelah kemarin menculik anak kecil untuk di bawa pulang.

Di sisi lain, Sultan menggerutu. Ia jadi malu sendiri karena bokongnya masih baik-baik saja. Tidak ada rasa pegal atau sakit apapun, yang artinya tidak terjadi apapun di antara mereka semalam. Harusnya ia senang, tapi tak dapat dibohongi sempat terbesit perasaan kecewa juga.

'Jadi, seengak menarik itu gue dimata lo ya, Gabriel?'

Arghh! Masih pagi kenapa Sultan sudah mellow. Lebih baik ia segera pergi dari sana— seperti permintaan Gabriel tadi. Untuk apa terus berdiam diri dan menunggu, toh alpha(nya) itu tidak akan mau membuang-buang waktu berharganya untuk meladeninya.

Sultan memilih menyibak selimut. Kaki-kakinya yang tidak terlalu besar itu menapaki lantai dan meninggalkan kamar Gabriel. Setelah melewati ruang tamu yang berbatasan langsung dengan area dapur, Sultan bersiap untuk memutar kenop pintu utama. Namun, baru saja tangannya terangkat, sebuah suara kecil terdengar memanggil namanya.

"Sul-tan..?"

Seorang gadis ber-rambut sebahu yang masih memakai lengkap setelan piyama terlihat berdiri di depan pintu kamarnya. Tatapan matanya menatap eksistensi Sultan di rumahnya dengan perasaan ganjil.

Bad DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang