Sultan membeku di tempat. Hanya dengan jarak sekitar 5 meter, tepat di hadapannya berdiri Rona, gadis yang pernah ia jadikan bahan bully sekaligus adik alphanya.
"Kenapa kamu di rumahku?" Rona bertanya sekali lagi, membuat keringat dingin mengucur dari kening Sultan.
"Ha-hah..?? G-gue it-tu.." Sultan panik. Ia tidak tahu harus menjelaskan situasinya sekarang bagaimana.
Sementara itu, Rona yang melihat gelagat aneh Sultan berniat untuk mendekatinya. Langkah kecilnya ia bawa perlahan menuju pintu utama, di mana Sultan berada. Akan tetapi, aksinya itu tidak disambut baik oleh Sultan. Pemuda itu justru menolehkan wajahnya dan menunduk. Kepalanya seketika dipenuhi dengan berbagai macam pikiran buruk.
Sejak mengetahui bahwa Gabriel adalah kakaknya Rona; sekaligus matenya, perasaan campur aduk selalu memenuhi lubuk hatinya. Penyesalan, rasa bersalah, senang, kecewa, semua berpadu menjadi satu dan membuatnya kacau, terutama seminggu belakangan ketika dirinya tidak bisa bertemu dengan Gabriel.
Sultan merasa bahwa takdir selalu begitu rumit untuknya. Hal mutlak itu selalu mempermaikannya, entah melalui keluarga, teman, dan bahkan pasangan. Ia yang hanya remaja berstatus omega, dipaksa mengaku bahwa dirinya hanyalah sosok naif yang tak memiliki kuasa apapun untuk melawan.
Ketika Rona telah berada semakin dekat dengannya, omega pria tersebut terlihat menjulurkan tangan.
"Rona, gue harusnya ngomong ini sejak awal, tapi gue emang cuma bocah angkuh yang nggak tau diri...."
"...Gue minta maaf—!"
Rona hendak membalas uluran tangan Sultan yang beniat untuk meminta maaf. Namun, belum selesai perkataan omega tersebut, dari belakang muncul Gabriel yang segera menepis tangan Sultan. Alpha itu terlihat sangat marah. Ia menarik Rona agar bersembunyi di belakang tubuh besarnya.
"Mau apa lo, sialan?! Jangan pernah sentuh adik gue lagi, atau lo bener-bener bakal tamat!"
Gabriel menatap Sultan nyalang, sedangkan yang diperlakukan seperti itu terdiam. Meskipun tangan Sultan yang dipukul, namun kini hatinya yang berdenyut sakit. Ia seakan ditampar kenyatan bahwa imajinasinya mengenai Gabriel yang akan lebih memilihnya daripada adiknya hanyalah omong kosong. Selamanya, Gabriel tidak akan pernah menjadi sosok penyelamat hidupnya—yang sudah dipenuhi kepalsuan ini. Gabriel bukanlah pangeran dikebanyakan dongeng anak-anak yang dulu sangat ia sukai.
'Heh, bener juga. Apa untungnya berhubungan sama orang kayak gue.' batin Sultan lirih. Ia menatap nanar tangannya sendiri.
Sementara, Rona yang ditarik paksa oleh Gabriel, mencoba untuk melepaskan tangannya.
"Ada apa ini? Kakak kenal sama Sultan?"Gabriel seketika menjadi gugup. Adiknya tidak boleh mengetahui jika Sultan adalah mate nya.
"Nggak! Kakak nggak kenal sama dia." ucapnya berusaha menyangkal.
"Terus kenapa Sultan ada di rumah kita?"
"K-kakak nggak sengaja ketemu di jalan. Di-dia mabuk, jadi kakak to-llongin.."
Rona menatap Gabriel dan Sultan bergantian. Ia menyadari jika ada sesuatu yang aneh di antara mereka berdua, tapi ia tidak tahu apa itu.
"Hmm.. Sekarang kamu juga mabuk-mabukan, Sultan?"
Yang namanya disebut menjadi tersentak. Sejak tadi Sultan sudah meremat kuat kedua tangannya sendiri saat mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Gabriel. Jangankan mengakuinya sebagai mate, alpha itu bahkan berbohong jika mereka tidak saling mengenal.
Pada akhirnya Sultan mengangkat wajahnya. Bibirnya mengukir senyum kecil, yang entah mengapa justru terlihat menyedihkan.
"Iya. Lo kan tau gue emang bajingan. Pembully, mabuk-mabukkan, semuanya gue lakuin. Mungkin, sebentar lagi bakal seks bebas juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Destiny
RomanceMate yang selama ini ia nanti-nantikan justru merupakan pelaku pembully adiknya.