Five: Memory Of The Ring

197 18 0
                                    

[BAB 5]
"Cincinnya mana?"

Kesadarannya pulih ketika ia merasakan cahaya terang menyorot matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kesadarannya pulih ketika ia merasakan cahaya terang menyorot matanya. Netranya terbuka berkedip silau kala sebuah senter berada tepat di depan matanya. Senter itu dimatikan, Serena bisa melihat dengan jelas objek di depannya. Seorang pria tampan paruh baya dengan almameter putih khas dokternya tersenyum ke arah Serena. Di belakang dokter itu, terdapat Regan beserta teman-temannya. Terdapat pula Bianca yang menatap cemas ke arahnya.

Ah, seingatnya dia pusing karena sekelebat ingatan samar yang muncul. Setelahnya, ia mimisan dan pingsan dalam sekejap. Sebenarnya, apa maksud dari ingatan tak jelas itu? Mengapa ia melihat sebuah cincin yang seperti tidak asing baginya. Ia pernah melihat cincin itu.

"Serena, gimana keadaan kamu? Masih pusing?" Dokter itu bertanya kala mendapati Serena hanya diam termenung.

"Em, nggak dok. Saya udah mendingan," ucapnya sedikit bingung karena dokter tersebut terlihat akrab dan mengetahui namanya.

Regan, Raka, dan dokter itu terlihat terkejut. Ada yang aneh. Tidak biasanya Serena memanggil pria itu dengan sebutan dokter.

"Loh kok manggilnya 'dok'? Tumben banget nggak panggil saya 'om'," ucap pria itu.

Serena heran. "Emangnya dokter siapa?"

Semuanya melotot terkejut. "Seriously, lo nggak inget om Brama? Dia bokapnya Raka Ser. Sekaligus dokter pribadi keluarga lo," kini Bianca menatapnya tak percaya.

Dalam hati Serena mengutuk dirinya sendiri. Mampus! Ia kan tidak tau setiap anggota keluarga para tokoh. Lagian juga papa Raka alias om Brama tidak pernah muncul dalam cerita. Serena harus membuat alasan.

Serena terkekeh. "Ahahaha yakali gue lupa. Gue cuma becanda kali, serius amat." Ia menepuk lengan Bianca pelan.

"Bikin panik aja! Gue kira lo tiba-tiba amnesia," Bianca memasang wajah lega.

Serena tersenyum paksa lalu menatap Brama. "Hehe maap ya om. Maklum habis pingsan jadinya agak linglung,"

Brama hanya geleng-geleng kepala memaklumi. Mereka terbilang cukup dekat. "Kamu jaga diri baik-baik ya Serena. Tenang aja, kamu cuma kecapean sama banyak pikiran. Jangan sampe telat makan ya.  Nanti ada yang uring-uringan ke om soalnya," ucap Brama. Kalimat terakhir pria itu terdengar mengejek. Namun Serena tak terlalu menanggapi maksudnya.

Serena membalasnya dengan anggukan kecil. Rio dan Raja izin untuk pulang begitupun dengan Brama karena pria itu masih ada pasien di rumah sakit. Regan pergi entah kemana dan Bianca pergi ke dapur untuk membuatkannya teh. Tentu dengan mengajak Rendra yang memasang raut terpaksa. Kini di ruangan ini, hanya ada Serena dan Raka. Lelaki itu duduk di kursi yang memang ada tak jauh dari tempat tidurnya.

Serena bergidik ngeri melihat Raka yang sedari tadi menatapnya seolah ingin menguliti. Lelaki itu menggeser kursi untuk lebih dekat dengan tempat tidurnya lalu menumpukan wajahnya dengan satu tangan. Serena mengalihkan pandangannya berusaha untuk tidak peduli.

Serena Secret'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang