Part 6 'Kerja atau Dia?'

408 65 100
                                    






























TEMEN ADEK




























Srak.

Srak.

Suara gesekan kertas itu terdengar di sebuah ruang kerja. Minho terlihat sibuk membaca lembaran-lembaran kertas di tangannya. Dan masih banyak yang harus di bacanya. Ada sekitar tiga map yang tertumpuk di meja sebelah kanannya.

Tok tok.

Cklek.

“Permisi, pak.” Seorang wanita berjalan masuk. “Ada beberapa berkas yang harus bapak tandatangani.” ucapnya lalu meletakkan berkas yang di bawanya.

“Hm, taruh dulu disitu.” sahut Minho tanpa mengalihkan pandangannya.

“Maaf, Pak Minho. Saya mau ingetin Pak Minho untuk jadwal siang nanti. Pak Minho ada pertemuan dengan Pak Husein dari Pratama Grup.” ucap wanita yang memiliki posisi sebagai sekertaris Minho di perusahaan.

“Hm. Tolong urus pertemuannya. Nanti kabarin saya kalau udah di tentuin tempatnya.”

“Baik, pak. Kalau begitu saya permisi.” ucapnya sebelum berjalan keluar dari ruangan Minho.

“Haahh,”

Minho menghela napas panjang. Dia menyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya. Tangannya terangkat memijat pangkal hidungnya untuk mengurangi rasa pening di kepalanya.

Kembali ke perusahaan setelah beberapa lama membuatnya sedikit kewalahan dengan pekerjaan yang menumpuk. Minho tidak mengira jika akan sebanyak ini berkas yang harus di urusnya.

Mau tidak mau, Minho harus segera menyelesaikan berkas-berkas ini. Semua perlu persetujuannya dan beberapa harus Minho periksa. Di tambah masih ada pertemuan dengan kolega. Minho benar-benar sibuk di hari pertama dia kembali ke perusahaan.

“Jisung lagi ngapain ya sekarang?”

Minho menatap langit-langit ruang kerjanya. Menerawang jauh, menebak apa yang sedang di lakukan si tupai saat ini. Mama April menjaga Jisung di rumah sakit hari ini. Papa Fadli kemungkinan ada pekerjaan, dan Felix pergi ke sekolah.

“Telfon mama kali aja, ya?” gumam Minho. Tapi sedetik kemudian, dia menggelengkan kepalanya.

“Kayanya enggak usah, deh.” putus Minho, mengurungkan niatnya. Dia tidak ingin mengganggu mamanya. Entah apa yang sedang mereka lakukan disana, Minho hanya berharap kondisi Jisung semakin membaik.

Minho kembali menegakkan badannya setelah selesai beristirahat sejenak. Setidaknya sekarang, dia harus menyelesaikan pekerjaannya. Dengan begitu, Minho berharap bisa cepat pulang dan melihat Jisung.

“Ji- sung?” Minho tertegun sejenak. “Sejak kejadian kecelakaan itu, aku jadi sering kepikiran kamu, Ji.”

Entah sadar atau tidak, tapi itu memang benar. Minho lebih banyak memikirkan Jisung akhir-akhir ini. Semua yang berkaitan dengan si tupai, akan membuat Minho bereaksi lebih. Cemas, takut, sedih, senang. Semua perasaan itu terjadi begitu cepat saat berkaitan dengan Jisung.

“Haha,” Minho tertawa pelan. Tangan kanannya terangkat menutup matanya. Mengusap perlahan wajahnya sebelum menghela napas panjang.

“Kayanya ... aku udah kalah, Ji. Kamu berhasil bikin aku jatuh cinta sama kamu.”

Temen Adek || MINSUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang