Bab 3: Tawa dari Pencipta Formasi Gila

17 5 0
                                    

Siang yang terik sudah menjadi teman Anika dan 19 teman-temannya. Perempuan itu duduk di pinggiran lapangan, mengamati teman-temannya yang memiliki beberapa kesalahan setelah terjadi pergantian formasi. Formasi gila yang hanya bisa dilakukan 12 anak termasuk Anika.

Formasi itu dinamai ‘formasi gila’ oleh Anika dan disetujui oleh anggota Paskibraka satu angkatannya. Kombinasi formasi yang berisi melompat, berputar, hingga akhirnya membentuk Piramida, tidak bisa dilakukan dalam sekali coba.

Untuk saat ini, Anika yang paling ringan. Sehingga perempuan itu disetujui oleh para pelatih untuk menjadi center formasi, atas saran Sang Komandan—Satria. Anika menjadi orang dipuncak Piramida yang membentangkan kedua tangannya, katanya melambangkan Garuda.

Sembari memperhatikan beberapa temannya yang terkena semburan ketegasan dari Satria. Berisik di lapangan, hening di pinggir lapangan. Keheningan di pinggir lapangan membuat pikiran Anika melayang, ia kembali pada momen saat dirinya ditawari lomba PasKot.


***


“Anika Angelina Sagara? Ini anak yang kamu sarankan Bayu?” tanya Bu Lara—pembina organisasi Paskibraka SMA Harapan Bangsa atau biasa disingkat PASMAHBA.

“Iya benar, Bu Lara. Anak ini mempunyai bakat alami dalam hal baris-berbaris. Perempuan ini mempunyai chemistry yang bagus dengan setiap gerakan yang dilakukannya,” ujar Bayu antusias.

Untuk lomba PasKot, Bu Lara telah menyiapkan 30 nama anggota PASMAHBA. 30 orang yang guru itu anggap memiliki kemampuan yang sangat baik dan mumpuni. Guru yang memiliki nama lengkap Larasati itu bahkan sangat yakin jikalau piala lomba Paskibraka Kota akan kembali lagi ke SMA Harapan Bangsa.

“Kalau menurutmu seperti itu, masukkan dia ke list dan saya sendiri yang akan mengamatinya, adakan latihan baris-berbaris sore ini,” balas Bu Lara.

“Siap Bu.”

Anika yang baru kembali dari kantin tak sengaja mendengar pembicaraan Ketua PASMAHBA dan pembinanya itu. Ia terkejut, namanya direkomendasikan oleh Bayu untuk mengikuti lomba PasKot.

“Oh wow, padahal aku biasa aja tiap latihan. Apa Kak Bayu punya kemampuan untuk melihat kemampuan terpendam seseorang?” gumam Anika.

Sorenya, latihan baris-berbaris benar-benar diadakan. Anika bersama 50 anggota PASMAHBA kelas X melakukan berbagai gerakan PBB (Peraturan baris-berbaris) yang dipinta oleh kakak kelas. Tak ingin menonjolkan diri, apalagi setelah mendengar pembicaraan Bu Lara dan Bayu, Anika melakukan gerakan dengan lebih santai.

Perempuan itu tidak terlalu serius, tetapi hal itu dilihat oleh Bu Lara—yang memang mengamati latihan hari itu—sebagai harmoni indah. Harmoni yang Anika ciptakan dengan gerakan-gerakannya yang lihai dan tidak kaku.

“Bayu, sepertinya matamu sangat jeli ya? PASMAHBA bisa menang lagi jika ada anggota seperti dia,” ujar Bu Lara sembari terkekeh.

“Benar ‘kan yang saya bilang, Bu?” tanya Bayu sembari menaik-turunkan alisnya.

“Ya, ya, ya. Suruh mereka untuk beristirahat. Aku akan mendekati Anika dan menawarinya untuk ikut lomba PasKot.”

Hanya dengan satu teriakan, sebanyak 50 anggota PASMAHBA kelas X menyebar ke pinggir lapangan. Entah itu untuk sekedar meluruskan kaki, atau menegak minuman yang dapat menghilangkan dahaga. Anika saat itu duduk sendirian, sebab Amber teman sekelasnya itu sakit. Perempuan itu tidak menyadari kehadiran Pembina PASMAHBA yang sudah memposisikan diri di sampingnya.

“Anika?” sapa Bu Lara.

“Eh? Ah iya, ada apa ya Bu?” tanya Anika.

“Saya akan langsung to the point.”

Aduh, jangan-jangan ini mau bahas lomba PasKot? Ya nggak papa sih ikut lomba, sekali-kali batin Anika.

“Kamu ikut lomba PasKot lima bulan lagi mau?”

Tebakan Anika sangat tepat. Kini perempuan itu dilanda kebingungan untuk sejenak. Sebenarnya Anika tidak memiliki alasan untuk menolak tawaran yang menggiurkan itu. Tetapi, muncul satu pertanyaan di kepalanya, ‘apakah ia siap?’.

Nggak tau ah, trabas aja kali ya? Hidup seperti Larry! batin Anika.

“Bagaimana Anika?”

“Boleh, Bu. Saya mau,” balas Anika dengan tegas.


***


Kilas balik itu berakhir, Anika kembali lagi ke masa sekarang. Di hadapannya sudah tidak ada lagi teman-temannya yang menjadi sasaran Kak Satria. Rupanya, sesi evaluasi dari Sang Komandan telah selesai. Anika melihat beberapa dari mereka bergerombol di sisi lapangan yang lain.

“Sendirian aja nih?” ujar seseorang dari belakang.

Anika memutar badannya, di belakangnya perempuan itu melihat sosok Satria yang tersenyum cerah. Laki-laki itu memposisikan dirinya di samping Anika. Selama beberapa detik Anika terpaku, hingga kedua insan berbeda gender itu saling bertatapan.

“Gimana latihannya? Seru?”

Kini Anika tak tahu harus menjawab apa, haruskah ia menjawab jujur atau bohong? Jujur kalau ia muak dengan latihan yang ada atau ia harus mengutarakan kebohongan jika ia sangat bersemangat dengan formasi baru yang diusulkan Satria?

“Malah bengong,” ujar Satria sembari menyentil dahi Anika.

“Ah ..., Kak Satria ... mau jawaban jujur atau bohong,” balas Anika.

Anika spontan melotot mendengar apa yang ia ucapkan sendiri. Perempuan itu tak menyangka akan bercanda saat menanggapi pertanyaan dari Komandan PASMAHBA.

“Anu, itu Ka—”

“Jawaban jujur dong, aku mau denger nih pendapatmu. Takutnya nih ya, takutnya latihan tadi terlalu keras atau bikin kalian stres,” potong Satria.

Untuk sejenak, Anika mengembuskan napas. Lantas ia menjawab, “aku jawab jujur ya kak. Tapi jangan tersinggung lho ya. Sebenarnya dari awal aku excited. Tapi lama-lama aku bosan, muak, capek, lelah. Campur-campur. Aku nggak tau kenapa, tapi ... aku kok ngerasa nyesel ikut lomba PasKot ini,” ungkap Anika.

Oke, sekarang Anika takut. Ia sudah berbicara terlalu jujur kepada Kak Satria. Perempuan itu takut akan mendapatkan hukuman dari kakak kelas yang lain. Anika hanya berharap Satria tidak cepu kepada kakak kelas yang lain.
“Oh gitu ya, kamu ternyat—”

“Kak, maaf. Jangan kasih tau ke kakak-kakak yang lain. Please, maafkan aku,” potong Anika dengan panik. Panik jika ia akan mendapatkan evaluasi sendirian. Jika itu terjadi, Anika mungkin akan berubah menjadi bubur yang hancur lebur.

Bukannya kemarahan yang Anika lihat, tetapi sebuah tawa geli. Satria tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi Anika. Tawa dari laki-laki itu membuat Anika terdiam.

KOK GANTENG! ANJ— WOI! batin Anika.

“Nggak-nggak, aku nggak akan semudah itu beberin isi hati kamu ke kakak pengurus PASMAHBA. Tenang aja,” ujar Satria yang masih saja diselingi tawa.

“Bener, Kak?” tanya Anika ragu.

“Ih, kamu lucu deh,” balas Satria.

Astaghfirullah, apa MAKSUDNYA ... ‘KAN JADI SALTING batin Anika.

Tawa Satria berhenti. Laki-laki itu menegak sebotol air mineral dengan tidak sabar. Satria lelah sudah tertawa terpingkal-pingkal. Kalau Satria boleh jujur, ini kali pertama ia tertawa selama itu.

Lagi-lagi senyuman Satria terbit. Senyum manis yang berhasil membuat wajah perempuan dihadapannya bersemu. Detik berikutnya Anika menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan efek gila dari sebuah senyuman.

“Gini, setelah ada aku di sesi latihan. Kamu masih bosan? Masih muak?” tanya Satria tiba-tiba.

“Hah?”

If You Have Crush On Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang