you

367 17 0
                                    

"Dasar anak gak tahu diuntung, kalau bukan karena Bunda, gue ogah ngurus orang berandalan kek lo!"

Jungwon menunduk diam, ia diomeli lagi oleh kakaknya. Ia memang berbakat melakukan perbuatan melanggar aturan. Hari ini, Jungwon mendapat skors di mana ia harus dikeluarkan dari sekolah.

Heeseung memijat pangkal hidungnya, pusing sekali tingkah Jungwon semakin hari semakin menjadi-jadi. Diceramahi seperti angin lewat, gak pernah didengerin. Entah apa yang sudah terjadi dengan Jungwon sampai bikin bundanya menitipkan ia padanya.

Bunda gak pernah cerita sama Heeseung, apalagi Jungwon. Kerjaannya di rumah diam terus, ngomong pun jarang. Makan kalau disuruh. Tidur malam, untung anaknya rajin mandi, walaupun lama. Anaknya kebanyakan merenung. Heeseung, kan, bukan psikolog. Kuliah aja engga, ia cuma pekerja di pabrik.

"Gue pindahin ke sekolah yang mau nerima anak bandel kek lo. Lo pasti bisa jaga diri, jangan kelewatan. Kalau enggak, gue aduin Bunda, gue bujuk dia biar lo balik sama orang tua kandung lo."

Mendengar itu Jungwon mendongak dan dengan cepat ia menggeleng.

"Nurut sama gue."

Jungwon mengangguk.

"Balik ke kamar, tidur."

Jungwon berjalan menuju kamarnya. Sedangkan Heeseung menatap Jungwon yang mulai menghilang di balik pintu.

Heeseung mengurus kepindahan Jungwon sekolah di sela sibuknya. Sebenarnya, ia agak kasihan sama Jungwon. Anak itu kalau di rumah anteng. Cuma, kalau di sekolah, beuh. Dengar-dengar dari gurunya, Jungwon suka nindas. Nyiksa orang buat dapet kesenangan pribadi. Heeseung penasaran, apa yang bikin Jungwon jadi kayak gitu?

Di hari pertamanya sekolah, Jungwon banyak menebarkan senyuman membuat orang-orang menyukai keberadaannya. Sekolah yang buruk. Bel sudah berbunyi, tapi gurunya belum juga masuk.

"Ayo ikut," teman sebangkunya mengajak ia ke luar kelas bersama temannya yang lain.

Jungwon yang diajak, ngikut aja. Walaupun disukai, ia tidak bisa memulai pembicaraan. Jadi, tidak bisa mendapatkan teman dengan cepat.

Jungwon ngikut dari belakang. Gak jelas juga tujuannya ke mana. Ga cocok sama Jungwon yang gampang bosen.

"Perpus buka, tuh. Masuk, yuk?"

Perpustakaan baru dibuka dengan penampilan yang baru. Mereka bersalaman dengan guru yang menjaga perpustakaan. Setelah itu, mereka mencari buku sesuai minatnya masing-masing. Cuma kepo, sih.

Jungwon ikut cari buku, perhatiannya teralih pada beberapa orang yang tengah sibuk mengurus banyak buku perpustakaan. Teman sebangkunya ikut melirik apa yang sedang ditatap oleh Jungwon.

"Mereka anak OSIS, kelas dua belas."

Jungwon mengangguk.

"Yang di meja itu kelas berapa?" Tunjuk Jungwon di meja sebelah tempat anak-anak OSIS.

"Kelas sepuluh kayak kita."

"Sepuluh apa?"

"Kurang tahu. Kayaknya, IPA empat, deh."

Jungwon mengangguk, ia melanjutkan acara mencari bukunya lagi. Ia memilih buku pembahasan matematika dan memutuskan untuk meminjam buku tersebut.

Hari, bulan, tahun sudah berganti. Jay sedang memusingkan nasib dirinya di kelas duabelas. Ayo, dong. Jay berinisiatif mengajukan diri sebagai perwakilan kelas ke ruang guru, tahu-tahu pas balik ke kelas namanya terpampang di papan tulis jadi wakil ketua. Niat awal Jay di kelas duabelas buat fokus sama nilai akademik, gak mau ngurus kelas lagi.

Light [wonjay] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang