the moonlight

115 11 0
                                    

Jungwon lelah sekali. Tubuhnya basah, ia tidak membawa jas hujan. Sejujurnya, ia malas menggunakan itu. Dengan persetujuan Juan, mereka pulang di bawah derasnya hujan. Badan Jungwon lebih besar dari Juan, tapi ia lebih mudah terserang penyakit. Imun tubuhnya lemah.

"Ujan-ujanan lo?" Heeseung membuka pintu ketika mendengar suara motor masuk perkarangan rumahnya.

Jungwon mengangguk.

"Orang gampang sakit malah ujan-ujanan, cepet mandi," Heeseung mempersilahkan Jungwon masuk.

"Lantainya lo pel, tuh. Gue capek."

Heeseung tidak menerima jawaban, "woy, denger kagak lo?!"

"Iya, Bang!"

Jungwon gak bakal nyaut Heeseung ngomong, kalau gak dikasih pertanyaan yang mengharuskan ia mengeluarkan suara.

Heeseung baringan di sofa panjang. Ini rumah peninggalan kakeknya. Bunda Heeseung pergi bekerja yang diharuskan bundanya tinggal di sana.

Ayahnya sudah meninggal karena penyakit. Selama ini Heeseung tinggal sendiri sebelum bundanya pulang untuk menitipkan Jungwon.

Orang tua Jungwon, Heeseung tidak tahu. Dulu, ia hanya asal berbicara saja. Ternyata ceplas-ceplosnya bisa membuat Jungwon nurut sampai sekarang. Jadi, bisa ia simpulkan bahwa Jungwon memiliki masalah keluarga.

Heeseung hampir ketiduran sampai Jungwon datang menyentuh tangannya.

"H-hah? Napa?" Heeseung mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Dingin."

Heeseung menguap, ia ubah posisinya menjadi duduk. Lantainya sudah dipel. Heeseung menatap Jungwon, bibirnya berwarna ungu. Bisa dipastikan ia jadi dokter dadakan sekarang.

"Makanya gak usah sok kuat kalau emang gak kuat, tiduran dulu sono. Pake dulu selimut di kamar gue. Gue beliin obat."

Jungwon jalan ke kamar Heeseung buat ngambil selimut. Nanti, selimutnya double sama punya ia biar lebih hangat.

Ia benar-benar kedinginan. Selain karena kehujanan, rasa tidak enak badannya timbul akibat cuaca yang tidak menentu.

Tidak lama Heeseung pergi, ia sudah datang dengan semangkuk bubur yang sekalian ia beli tadi.

"Duduk dulu, makan."

Jungwon nurut, tapi tangannya gemetar pas megang sendok. Heeseung yang liatnya gemes sendiri sampai pengen banting mangkuknya.

"Udah, ama gue aja disuapin. Ribet lo," Heeseung mengambil mangkuk bubur di tangan Jungwon.

Heeseung nyuapin Jungwon dan diterima baik oleh yang disuapin. Setelah makan, Heeseung memberinya obat untuk diminum.

Jungwon tiduran lagi karena pusing. Heeseung diem sebentar buat ngeliatin adiknya.

"Bang, maaf."

Hampir tiga tahun tinggal bersama membuat mereka mulai mengerti satu sama lain. Ditambah mereka hanya tinggal berdua, Heeseung jadi terbiasa tinggal bersama orang lain--walaupun hanya bersama Jungwon.

Heeseung mengangkat satu sudut bibirnya sebentar, "iye."

Heeseung masih diam di tempatnya, Jungwon menatap bingung.

"Besok lo sekolah?"

Jungwon mengangguk.

"Kalau gak kuat balik, besok gue libur."

Jungwon mengangguk lagi. Sebenarnya, ia senang diperhatikan oleh Heeseung. Ini adalah salah satu alasan Jungwon malas menggunakan jas hujan. Walaupun berisik dan terkesan kasar. Tapi, karakter sulit untuk diubah.

Malamnya, Heeseung bekerja. Jungwon ditinggal sendirian di rumah. Jam sudah menunjukkan pukul delapan. Ia sedang menatap langit-langit kamar, sudut bibir kanannya terangkat.

"Kita liat seberapa lama lo bertahan sebelum gue tunjukin sesuatu yang lebih nyata."

Jungwon mengusap wajahnya kasar, "dingin sekali, sialan."

Di rumah Jay, adiknya sudah tertidur pulas satu jam yang lalu. Sedangkan Jay masih berkutat dengan pulpen dan buku tulisnya. Ada tugas yang harus dikerjakan. Ia sedang menyalin jawaban tugas matematika peminatan.

Jay melihat semua jawaban di ponselnya, "gila, banyak banget, gak selesai-selesai," ia menyenderkan kepalanya di atas meja.

Jay mengangkat kepalanya kembali, ia menatap layar ponselnya. Mencari playlist untuk meningkatkan mood. Tentu saja lagu K-Pop yang dipilih.

Ia membuka aplikasi Instagram. Jay lebih sering aktif di second account-nya. Terasa sepi dan bisa melihat aktivitas ayang. Ia tidak suka akun ramai yang dipenuhi oleh orang-orang random entah tidak tahu siapa.

Tiba-tiba Jay ingin melihat bulan. Apa di luar sana bulan sedang menampakkan dirinya? Cahaya yang menyinari indahnya langit malam. Jay suka bintang bertaburan di langit ditambah dengan cahaya bulan menjadikannya sebuah keindahan yang sempurna.

"Pengen liat bintang sama bulan bareng Jungwon. Berdua ..., tapi takut."

Jay berdecak sebal, "kenapa harus Jungwon? Sial."

"Dibanding ngeliatin bulan sama bintang, gue mending ngeliatin Jungwon."

Jay cekikikan sendiri, "asal gak diliatin balik aja, sih. Kalau diliatin balik, guenya salting duluan."

Jay mengambil pulpen dan mulai menulis lagi. Ia harus melanjutkan mengerjakan tugas matematika.

"Emang bikin tolol aja suka sama orang, hhh ...."

Dan paginya, Jungwon sudah berangkat sekolah. Sebelum itu, ia selalu menyempatkan diri untuk menjemput Juan.

"Lemes amat lo, Bang. Lagi sakit?" Tanya Juan khawatir.

"Panas dikit."

"Kalau gak kuat pulang aja, Bang. Nanti, gue balik nebeng sama yang lain."

Jungwon mengangguk. Ia dan Juan berjalan masuk ke kelas. Sedangkan Jay sudah duduk di bangkunya bersama Jisung.

"Lo ngerjain sampe mana, Jay?"

"Latihan satu sama tiga doang, latihan dua cuma ngerjain satu, sama di buku paket yang satu lagi sepuluh soal. Kalau ngerjain semuanya males."

"Widih, udah banyak, tuh."

"Emang lo udah nulis sampe mana?"

Jisung ngeluarin bukunya, "baru latihan satu, yang di buku paket satu lagi baru sampai nomor sembilan."

"Udah banyak itu juga."

"Mau ngerjain bareng gak, Jay?"

"Boleh. Nanti, lo chat aja. Atau mau dibagi sekarang, dikerjainnya pas malem?"

"Sekarang aja, Jay."

"Latihannya ada berapa?"

Jisung membuka buku paket, ia memeriksa, "ada duabelas."

Jay menganga, alisnya mengkerut, "orgil, banyak banget. Coba gue liat."

Jay mengambil buku paket di tangan Jisung, satu latihan soalnya random. Ada yang tiga, empat, lima, enam, tujuh, bahkan sepuluh.

"Ngerjainnya dua-dua aja dulu. Kalau sekaligus kebanyakan."

Jisung mengangguk setuju.

"Satu, kan, kita udah. Latihan dua gak usah, jawabannya pasti gak ada. Latihan tiga gue udah, lo tinggal liat aja di gue. Lo latihan empat sama lima. Gue latihan enam."

"Oke, nanti malem gue kirim."

Karena jam pertama kosong, Jay menawarkan Jisung untuk menyalin tugasnya terlebih dahulu. Jisung mengangguk setuju. Dia mengeluarkan pulpennya dan mulai menulis.

Jay mengeluarkan ponselnya, ia sentuh layar tipis itu. Jungwon bikin story Instagram, Jay dengan keingintahuannya memencet profil Jungwon.

"Bulannya lagi gak baik-baik aja, ya?"




























tbc




Light [wonjay] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang