there is

88 11 0
                                    

"Sung, ke Bu Irene ayo."

"Ayo, ngapain ke sana?"

"Dipanggil perwakilan. Kan, sekarang mapelnya."

Di luar Jay dan Jisung bisa melihat sebagian anak laki-laki XII IPS 3 akan pergi, entah ke mana.

Jay dan Jisung melenggang pergi. Ternyata gerombolan itu masuk ke ruang guru, tepat berada di belakang Jay dan Jisung.

"Kerjain dulu tugasnya, ya? Ibu ada urusan sama anak-anak Ibu yang ganteng ini."

Padahal meja Bu Irene di bawah AC, tapi badan Jay basah karena keringat. Sudah selesai dengan urusannya, Jay dan Jisung tidak mau berlama-lama. Akhirnya mereka ke luar dari ruangan itu.

Sebelumnya, Jay sempat melirik Jungwon, Juan, dan Ni-ki sekilas. Sedari tadi, yang paling sering banyak ngomong si Juan. Anaknya lebih banyak gerak. Sedangkan Jungwon menanggapi seperlunya.

"Sung, lo keringetan ga di dalem?"

"Enggak tuh."

Jay menunjukkan tangannya yang berkeringat, "kok, gue keringetan, ya?"

Jisung menggeleng tidak tahu.

Pas Jay ketemu Sunghoon, ceritalah ia ke sahabatnya itu. Katanya, mereka ketahuan main kartu Uno. Jadilah anak cowonya dipanggil dan diperintahkan untuk menjadi petugas upacara Minggu depan.

Jay juga nanya ke Sunghoon, "pernah gak, sih, lo keringetan tiba-tiba?"

"Pernah, biasanya gue kalau gitu pas gue lagi gugup."

Jay mengangguk, ia sudah mendapatkan jawaban apa yang sedang terjadi dalam dirinya. Karena ia tidak pernah mengalami hal seperti itu. Kalau gugup, biasanya Jay deg-degan bukan keringetan.

Di akhir semester ganjil, Jay foto mirror sama Chanyoung. Kebetulan Chanyoung ada di sana, sekalian aja diajak foto mirror bareng. Jay jadiin story lah di second account-nya. Gak disangka besoknya pas Jay check, Jungwon liat story itu.

Jay geger. Pakaian yang Jay pakai di foto sering Jungwon lihat. Apalagi Chanyoung, Chanyoung satu ekskul sama Jungwon. Jay ngadu ke Chanyoung, walaupun ia sering memperhatikan Jungwon, Jungwon belum tahu bahwa ia adalah salah satu pemilik akun yang sering bucinin dia.

"Gak apa-apa, daripada dipendem jadi feses."

Jay berdecak kesal, jawaban Chanyoung gak bikin perasaannya membaik.

Saat berpas-pasan dengan Jungwon, Jay selalu menghindar. Begitu terus sampai semester genap sudah dimulai.

Semester dua kelas XII dipenuhi kegiatan praktek. Tidak begitu memusingkan seperti semester ganjil. Hanya saja, waktunya akan lebih sebentar.

"Jay!"

Jay menoleh ke belakang ketika seseorang memanggilnya. Melihat Chanyoung menatapnya, ia menunjuk dirinya sendiri. Chanyoung mengangguk.

Disamperin lah sama Jay.  Chanyoung nunjukin buku catatannya. Ia disuruh menjawab soal yang dia buat. Jay gak mau. Soalnya, gak bisa. Takut salah.

Sama Chanyoung ditunjukin caranya. Ia memberi arahan pada Jay. Jay memperhatikannya dengan cermat. Chanyoung pandai matematika, cara berhitungnya cepat.

Chanyoung selalu memberi arahan pada Jay bagaimana kehidupannya nanti. Ia selalu berbagi pengalaman, bahkan kisah cintanya juga. Chanyoung selalu meladeni, walaupun Jay kadang jadi tameng.

Kekurangan Chanyoung hanya saat di luar kelas aja. Chanyoung gak mau nunjukin kedekatannya dengan Jay. Jay ngajak ngomong dicuekin. Jay kesel, gak mau ngajakin ngomong Chanyoung lagi di luar kelas kalau gak penting.

Jay kagum sama Chanyoung setahun yang lalu. Pas udah kelas XII, rasa kagum itu hilang entah ke mana. Mereka dekat. Sering kena ship juga. Jujur, Jay tidak merasakan apa-apa. Ia hanya menganggapnya sebagai teman, tidak lebih.

Saat ini Jay sedang menginap di rumah temannya buat ngerjain tugas. Salah satu temannya membawa makanan dan sudah disajikan untuk Chanyoung. Tapi, Chanyoung menolak karena sudah kenyang.

"Udah disiapin juga, jangan ditolak. Kasian tuh yang bawa."

"Udah kenyang gue."

"Harus disuapin apa? Baru mau makan?" Kesal temannya karena Chanyoung yang terus menolak.

Jay yang baru saja datang ditawari olehnya.

"Jay, udah makan belom? Tuh, makan. Kalau nggak mau makan sendiri. Nanti, disuapin."

Jay mengernyitkan dahi. Seharusnya, Chanyoung tidak berkata seperti itu. Bisa membuat orang lain salah paham.

"Cieeee."

Sadar dengan ucapannya, "eh, enggak gitu maksudnya."

Jay tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Jay selalu sadarkan dirinya bahwa ia tidak boleh jatuh akan pesona Chanyoung. Tidak lagi.

Di cuaca yang panas, empat siswa sedang berteduh di bawah pohon menggunakan seragam sekolah. Mereka gak bolos. Hanya saja di kelas akhir, mereka memiliki banyak jatah jam kosong. Daripada bosan, mereka menghabiskan waktu di depan kelas sepuluh, tepatnya di bawah pohon, duduk di tempat yang sudah disediakan sambil berbincang-bincang.

"Lo punya nomornya, kan? Udah gue kasih, lho," Jay menatap Sunoo.

Sunoo mengangguk, "udah."

"Chat, dong."

"Enggak, ah."

"Ish, kenapa?"

"Udah punya pacar, Jay. Nanti, gue dilabrak ceweknya gimana?" Bibir Sunoo mengerucut, sedih mengingat fakta bahwa Ni-ki sudah mempunyai pacar.

Jay mengalihkan pandangannya, "iya, sih. Jangan, deh."

"Tuh, kan. Mending jangan. Kalau gue di posisi ceweknya gimana? Takut kena hukum karma."

Jay menghela napas panjang. Rumit memang. Kata siapa, sih, kisah cinta di SMA itu paling indah? Kok, ia belum ngerasain sampai sudah mau lulus?

"Gimana kalau kita bikin dare?" Ajak Jay dengan wajah ceria, senang sekali mengajak temannya malu bersama.

"Nah, ayo!"

Jay yang mengajukan, dan Daniel yang bersemangat teman-temannya untuk mengikuti tantangan dari Jay.

"Ayo, mumpung gue udah gak crush-in dia lagi. Udah mau lulus juga, kan? Jadi, malunya gak lama," ajak Jay.

Sunoo sama Jake nyengir gak tahu harus gimana. Tadinya, mereka iya-iya aja diajak.

"Ih, ayo. Gue bakal download aplikasinya," Daniel mengeluarkan ponsel, menunjukkan ia yang tengah membuka play store.

"Niat banget," ucap Jay diakhiri kekehan.

Jake ketawa gak jelas, sama kayak Sunoo.

"Yaudah, ayo. Silahkan, duluan."

"Gue tulisin dulu nama kita, biar adil."

Karena yang megang ponsel si Daniel, jadi dia yang muter. Dan, yang pertama berhenti di nama Jay.

"Ah, gak bener," elak yang punya nama.

"Bentar, gue ulang lagi."

Dipencet lagi sama Daniel. Berhenti lagi di nama Jay. Jay memicingkan mata, "kok, gue terus?"

"Gue ulang lagi," Daniel memencet layar ponsel untuk ke-tiga kalinya.

Dan, berhenti di nama Jay. Jay yang melihatnya terheran-heran.

Daniel tertawa, "nama lo terus, Jay."

Sunoo, Jake, Daniel tertawa puas. Jay cuma nyengir pasrah, dia yang ngusulin, dia juga yang kena duluan.

"Udah itu, mah. Emang harus lo duluan, Jay," Jake menepuk pundak Jay, memberinya semangat.

"Ayo, chat," sambungnya.




























tbc

gpp sepi, yg penting masih ad yg mau baca n vote

Light [wonjay] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang