from us

86 10 0
                                    

Jay menunduk. Apa Jungwon sedang menolaknya? Ia menyibukkan diri pada tangan yang terluka. Ah ... sakit sekali.

"Kok, diem?"

Jay mengangkat kepalanya agar bisa menatap wajah Jungwon, "emang boleh ngomong?"

Jungwon mengernyit, "ya ... boleh, siapa yang larang?"

Jay memikirkan kalimat yang cocok untuk ditanyakan pada Jungwon. Jujur, posisi mereka membuat detak jantung Jay tidak bisa santai.

"Kenapa harus sesuai tipe? Yang penting, kan, bisa ngerti satu sama lain. Bisa nerima kekurangan dan bisa jadi rumah kalau lagi capek."

"Itu, sih, tipe lo."

Setelah dipikir-pikir sama Jay, ada benernya juga kata Jungwon. Gak jauh beda, dong? Mereka sama-sama punya tipe.

"Oh, iya ya ...."

"Bukannya lo pinter sama kek Sunghoon?"

"Gak ada kaitannya masalah tipe sama kepintaran seseorang."

"Karena lo pinter, seharusnya, lo bisa bedain mana orang yang punya tipe dan mana yang enggak."

Bibir Jay mengerucut karena kesal, "gue tuh bego kalau udah berhadapan sama lo. Apa-apa jadi gak kepikiran."

"Lo nyalahin gue?"

Jay menggeleng, "gue marah ke diri gue sendiri karena suka sama lo."

"Kenapa?" Tanya Jungwon penasaran.

"Gak pantes."

"Kenapa masih lanjut?"

"Karena kita sering ketemu."

Jungwon membenarkan posisi duduk Jay yang sedikit tak nyaman.

"Kalau udah lulus, lupain gue."

Jay memegang pundak Jungwon ketika paha yang ia duduki bergerak. Lalu, ia menggeleng, "gak segampang itu."

"Terus, mau lo apa? Lo sendiri yang bilang ke gue lewat chat gak mau pacaran. Gue juga gak minat buat jalin hubungan lagi."

Jay menggeleng lagi, "gak tau ...."

Jungwon mengalihkan pandangannya, ia menghembuskan napas kasar.

"Kita temenan aja, lo bakal tau gue kayak gimana. Tapi, gue gak bakal perlakuin lo kek temen di sekolah. Gue muak, biarin gue jadi diri sendiri."

Jay tersenyum, sebuah kemajuan di hidupnya dalam menyukai seseorang. Lantas ia mengangguk.

"Turun, berat."

Jay mem-pout bibirnya lagi, ia segera berdiri. Sedangkan Jungwon menepuk bokongnya yang kotor oleh debu.

Jungwon membuka pintu, hujan sudah reda. Ia melirik Jay yang sedang meliriknya juga.

"Anterin gue pulang, gue capek jalan."

Jay merogoh sakunya untuk mengambil kunci motor. Lalu, ia berikan pada Jungwon. Sebelum mereka pergi, Jungwon sudah menutupi tembok dengan kain.

Cuacanya sangat dingin. Padahal, Jungwon hanya memakai baju pendek seperti biasa, tapi ia tidak kedinginan. Berbeda dengan Jay, walaupun sudah memakai jaket, ia tetap kedinginan. Ditambah Jungwon bawa motornya ngebut, bergetar semua badan Jay.

Jay menyentuh pundak Jungwon, mendekatkan bibirnya pada telinga agar suaranya terdengar.

"Jungwon, dingin. Bisa pelanin bawa motornya enggak?" Pinta Jay lembut.

Jungwon melihat ekspresi wajah Jay dari kaca spion. Ia bisa melihat Jay yang menggigit giginya sendiri serta bibirnya tidak bisa berhenti bergetar kedinginan. Karena ia masih punya empati, Jungwon melambatkan laju kendaraannya.

Jay tersenyum senang, "makasih."

Jay melihat jalanan yang basah karena air hujan. Ia juga melihat sekitar agar mengingat jalan untuk pulang nanti.

Karena laju kendaraannya diperlambat, mereka jadi sampai lebih lama. Jay aja heran. Kok, gak nyampe-nyampe? Yang bener aja Jungwon jalan sejauh itu?

Jungwon memberhentikan motornya di depan rumah. Rumahnya sepi karena tidak ada orang. Hari ini, Heeseung shift malam. Ia bisa mengambil kesempatan untuk pergi dari rumah ketika Heeseung kerja. Jadi, saat kakaknya berada di rumah, ia tidak kemana-mana.

Jay baru saja ingin meng-gas motornya agar bisa segera pulang. Namun, seketika telapak tangannya sakit. Ia baru ingat tangan yang Jungwon gores menggunakan cutter di bagian tangan kanannya. Dulu, Jungwon menyayat di tangan kiri, jadi ia bisa pulang ke rumah mengendarai motornya hanya dengan menggunakan satu tangan.

Jungwon masih berdiri di sana. Melihat Jay yang meringis kesakitan. Karena Jay terluka olehnya, ia berpikir untuk mengobati lukanya di dalam rumah.

"Masuk."

Jay mengalihkan perhatian dari tangannya yang terluka ke Jungwon, "masuk ke mana?"

Jungwon menunjuk pintu tempat tinggalnya.

"Ngapain?"

Jay bingung tiba-tiba diajak masuk ke rumah Jungwon.

"Gue obatin tangan lo."

Mendengar jawaban Jungwon, Jay mengangguk. Bolehlah, Jungwon punya niat baik untuk mengobati luka di tangannya. Jay mencabut kunci motor setelah mesinnya mati, ia simpan di saku jaket. Lalu, ia menyusul Jungwon masuk.

"Duduk," ucap Jungwon tanpa menoleh ke arah Jay. Ia melenceng pergi untuk mencari kotak obat.

Jungwon dulu, kan, suka bikin ulah. Salah satunya berantem. Sampai Heeseung bela-belain beli kotak P3K beserta isinya. Heeseung boro-boro stok obat, kalau sakit aja dia bela-belain pergi sendiri ke apotek. Nasib hidup sendirian, temen juga gak banyak. Gak mau ngerepotin orang lain.

Jay duduk di sofa. Rumah Jungwon sepi. Kayaknya, gak ada siapa-siapa kecuali mereka berdua. Dari tadi berduaan mulu. Jay pengen cepet-cepet pulang. Sumpah, jantungnya disko terus dari tadi.

Jungwon datang. Ia duduk di samping Jay. Jungwon mengobati goresan cutter di tangan Jay. Jay sempat meringis karena perih, tapi tetep dilanjutin biar cepet selesai.

Setelah selesai Jungwon menaruh kotaknya kembali. Jay masih duduk di sofa rumah Jungwon. Jungwon kembali dan masih melihat Jay. Ia ikut duduk di sebelahnya.

Jungwon menatap Jay, "bisa bawa motor gak?"

Jay yang sedang menetralkan detak jantungnya melirik ke arah Jungwon. Lalu, ia melihat tangannya yang sudah diobati. Ia coba tekan dan masih sakit.

"Rumah lo jauh?"

Jay mengira-ngira jarak rumahnya dengan rumah Jungwon.

"Lumayan."

Pandangan Jungwon masih belum beralih dari Jay.

"Gak bisa dipaksain?"

Jay menatap Jungwon dengan rasa kesal, seolah-olah ia sedang diusir oleh pemilik rumah, "bisa, bisa jatoh."

Kedua alis Jay menyatu, bisa dilihat oleh Jungwon bahwa pria itu tengah kesal. Jungwon mengangkat salah satu alisnya tanpa berniat untuk mengeluarkan suara.

Hal itu membuat Jay semakin kesal. Kalau aja Jay gak bisa tahan buat mukul orang, mungkin sekarang Jay gak bakal bareng sama Jungwon. Bahkan, bertemu dengannya terdengar sangat mustahil.

Selain wajah datarnya yang judes. Ternyata, Jay masih memiliki raut wajah menyeramkan lainnya. Contohnya saat ini.

"Yaudah, maaf."

Jay mendengus, ia alihkan pandangan pada tembok agar bisa meredakan rasa kesalnya.

"Lo nginep aja."

Jay melebarkan matanya mendengar kalimat yang ke luar dari mulut Jungwon. Ia menoleh lagi pada Jungwon.

"Nginep?"









































tbc

Light [wonjay] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang