Di akhir kelas 12, banyak sekali kegiatan mulai dari ujian-ujian, baik tulis, hafalan, praktik, dan yang terakhir pelatihan kerja. Teringat sebuah kenangan ketika pelatihan kerja, aku yang hanya duduk sendiri di lantai atas sekolahku.
Saat pelatihan kerja hari pertama, aku sudah berebut tempat duduk bersama teman-temanku. Aku menjadi sasaran saat Gus Pondok mengisi pelatihan kerja, menyuruh salah satu siswa untuk mengisi tempat duduk di depan.
"Ayo, Zeva, kamu depan sana. Aku di sini," kata Ifa mendorong tubuhku.
Aku rasa sudah cukup bertahun-tahun aku diam. Aku membela diriku sendiri karena yang pertama kali duduk di tempat dudukku adalah aku sendiri, bukan Ifa atau siapa pun itu.
"Tidak, ini tempat dudukku. Kamu saja yang ke depan duduk di sana." Aku mendorong tubuhnya. Meski tubuhku sangat kecil, aku tidak takut untuk membela diriku sendiri.
"Awas aja ya, kau."
Akhirnya Ifa dan circle-nya ke depan.
"Makasih ya, Zeva, kamu udah mau melawan ini. Kamu hebat." Begitulah semangat dari hatiku.
Aku mengikuti kegiatan motivasi untuk pebisnis sampai jam 5. Setelah kegiatan itu selesai, aku turun ke bawah. Ifa beserta kawan-kawannya memelototiku.
Dalam hatiku sudah berkata, "Aku tidak takut menghadapi makhluk sepertimu."
Aku pulang seperti biasanya, bertemu ibu yang selalu setia menungguku di depan rumah, bertanya bagaimana hari ini dan lain sebagainya.
Terkadang di malam hari aku berpikir, "Aku sehebat ini telah berhasil melalui ini semua. Awal memasuki tempat itu aku membukanya dengan tangis dan akan menutupnya dengan senyuman paling ikhlas melepas segalanya. Aku mendapatkan banyak pembelajaran yang berharga di tempat itu. Mulai dari bagaimana caranya bertahan di tempat yang tidak pernah aku sukai, tentang kesabaran menghadapi berbagai macam orang baru, dan kuatnya mentalku terbentuk di tempat itu. Aku ikhlas untuk semuanya, ya Allah."
🌸🌸🌸Dua minggu kegiatan pelatihan akhirnya selesai. Aku melaksanakan ujian pelatihan kerja untuk mendapatkan sertifikat komprehensif. Jam 3 sore ujian selesai, ditutup dengan sesi foto bersama. Aku pulang mengendarai sepeda kecilku. Bertemu ibu adalah obat. Senyumku terukir tulus. Tidak ada rasa sedih ataupun rasa lelah, malah aku beristirahat. Rumah sejatinya tempat berpulang ialah ibu.
Tinggal menunggu waktunya pengumuman kelulusan, dilanjutkan dengan wisuda. Rasa bahagia itu sebentar lagi akan menyapaku. Aku meminta ibuku untuk menghadiri acara prosesi wisuda agar tangisku tidak terpancar. Karena ibu pernah bilang, "Selemah apa pun kamu, jangan pernah mengeluarkan air mata. Air mata itu sebagai tanda kamu lemah, anakku." Kata itu telah menemaniku tiga tahun ini. Meski aku pernah menangis di kelas, tetapi tidak ada yang tahu sama sekali.
Di tempat tidur pada malam hari itu, aku berbicara kepada ibuku, "Bu, jika nanti Zeva wisuda, tolong Ibu saja yang hadir. Ibu mau, kan? Zeva tidak ingin menangis," ucapku memohon kepada ibuku.
"Pastinya, Sayang. Ibu akan menemanimu. Jangan nangis ya, bisa kan janji sama ibu?" Ibu mengeluarkan jari kelingkingnya, berjanji tidak menangis saat prosesi wisuda.
"Iya, pastinya." Air mataku mengalir.
"Kamu hebat, Sayang. Terima kasih, ya. Sebentar lagi kamu lulus. Terima kasih telah mempercayai segala kata ibu. Kamu bertahan demi impian ibu untuk bisa kuliahkan kamu. Apa yang pernah ibu katakan bahwa kamu adalah anak yang paling kuat, benar kan kata itu? Lihatlah dirimu sekarang mampu berdiri tegak di akhir kelas 12 ini. Selamat, Sayangku."
Aku tidak bisa berkata-kata, hanya diam membisu. Lagi-lagi aku menginginkan pelukan ibu saja. Tidak ada selain itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang katanya Masa Paling Indah ?
Teen FictionCerita tentang Zevallia Valentina yang memiliki keinginan bersekolah disekolah unggulan di tempat tinggalnya. Namun, takdir berkata lain. Ayah nya tidak mengizinkan nya bersekolah sesuai keinginan Zeva. Sampai ia masuk dalam sekolah.... Cover by pi...