🌼Wisuda Madrasah🌼

1 0 0
                                    


      29 Juni 2023 adalah hari yang bahagia.

       Pagi itu, aku berdiri di depan cermin, mengenakan jas hitam yang kupilih dengan hati-hati. Kerudung abu-abu yang membingkai wajahku memberikan sentuhan sederhana, dan sepatu olahraga hijau-hitam di kakiku terasa nyaman, meski mungkin terlihat agak aneh untuk sebuah acara wisuda. Namun, aku tidak peduli. Hari ini bukan soal penampilan, melainkan soal pencapaian-pencapaian yang kutempuh dengan begitu banyak air mata dan perjuangan.

         Ibu dan adik-adikku sudah siap mendampingiku. Ibu, dengan senyumnya yang selalu hangat, dan adik-adikku yang penuh semangat, seolah tidak sabar melihatku di atas panggung wisuda. Sayangnya, Kak Dijah, kakakku tercinta, tidak bisa hadir secara langsung. Tapi, seperti yang selalu ia lakukan, ia tetap ada untukku. Lewat sambungan video call, Kak Dijah menemaniku, meski hanya dari kejauhan.

        Semalam sebelum hari besar ini, aku berbicara dengan ibu di kamar. Aku memohon dengan hati yang berat, "Bu, tolong hadir di wisudaku, ya. Aku takut kalau ibu tidak ada, aku akan menangis saat prosesi." Ibu, dengan kelembutannya, memelukku dan berkata bahwa ia akan ada di sana. Kak Dijah, yang mendengar percakapan kami lewat telepon, ikut menghiburku. "Jangan menangis, gadis kecilku," katanya. "Besok adalah hari bahagiamu, jangan biarkan air mata merusaknya.  Aku akan menjadi pelawak agar gadis kecilku ini tidak menangis di hari bahagianya nanti."

          Ketika pagi itu tiba, aku merasa gugup. Rasa takut dan cemas sempat melingkupi, terutama ketika aku melihat begitu banyak wajah-wajah asing di ruangan besar tempat wisuda dilangsungkan. Namun, tatapan ibu dan canda Kak Dijah di layar ponsel membuatku merasa sedikit lebih tenang.

          Pukul 09.00, setelah prosesi wisuda selesai, aku langsung mencari ibu. Aku menemukannya di belakang ruangan, wajahnya penuh haru dan bangga. Saat aku menghampirinya, ibu tersenyum lembut dan berkata, "Selamat ya, Nak. Kamu sudah wisuda. Selamat bebas, ya. Terima kasih sudah bertahan demi ibu. Ibu sangat bangga denganmu, Nak."

          Kata-kata ibu begitu menenangkan. Di saat-saat itu, aku menyadari bahwa perjuanganku selama ini bukan hanya untuk diriku sendiri, tetapi juga untuk ibu. Untuk melihat senyum bangga di wajahnya, untuk membuktikan bahwa aku bisa melewati semua rintangan yang ada.

           Pukul 14.00, acara wisuda benar-benar selesai. Aku berhasil tidak menangis sepanjang prosesi. Semua itu berkat ibu dan Kak Dijah. Mereka adalah pilar kekuatanku, dua orang yang selalu mendukungku dalam setiap langkah, setiap kesulitan yang kulalui.

          Malam itu, aku memutuskan untuk tidak merayakan dengan pesta besar atau bersenang-senang. Tubuhku terasa lelah, begitu juga pikiranku. Setelah tiga tahun yang berat, rasanya semua beban di pundakku seperti terangkat. Seperti saat meletakkan barang-barang berat dari dalam tas ke tempatnya, begitu pula beban di hatiku terasa berkurang. Aku memilih tidur lebih awal malam itu, hanya untuk menikmati kelegaan yang akhirnya bisa kurasakan.

          Dalam kesunyian malam, sebelum terlelap, aku sempat berpikir tentang semua yang telah kulalui. Semua rintangan, kesedihan, dan juga kebahagiaan yang akhirnya datang. Terima kasih, semesta, atas segala hal hebat yang telah terjadi. Terima kasih kepada ibu, Kak Dijah, dan semua orang yang telah menjadi bagian dari perjalananku.

         Aku memejamkan mata dengan senyum di bibir, siap untuk menyongsong hari-hari baru yang lebih cerah.

Yang katanya Masa Paling Indah ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang