Chapter 3 : Penyiksaan Mendalam

23 4 18
                                    

"Anjir, pengen gua bantai aja tuh pelajar tawuran. Kalo berantem tau tempat dong, jangan nyasar ke jalanan. Gua tangkep lu semua ke penjara. Lumayan kan polisi dapat gaji lebih banyak?" Kata Eko.

"Ahahaha ide bagus! Aku setuju!"

Eko adalah seorang idola bagi murid di sekolah Chandrakanta. Dia punya bakat menyanyi dan menari. Penampilannya yang unik dengan poni di kuncir atas itu membuat banyak murid yang sangat menyukai sosok Eko. Dia selalu di undang oleh para kepala sekolah ketika mengadakan sebuah acara sekolah yang meriah di lapangan. Sosoknya penuh riang dan berkarisma...

Tapi teganya engkau, diam-diam kau adalah pelajar tawuran.
Kau pintar bermuka dua di depan orang. Tak pernah ada anak muda sekuat itu menahan jati dirinya yang sebenarnya. Sungguh, mengerikan sosok Eko ini. Penyanyi yang pintar menyembunyikan sisi gelapnya...



๋࣭⭑

𓉸

─── ─── ─── ─── ───

"Del?"

"Della?"

Della dikejutkan dengan Sharif dan Pak Haris. Dia daritadi terlena dengan pikirannya sampai tak sadar dilihat oleh orang-orang sekitar. Mereka sudah sampai di sungai. Ibrahim, Raditya, Samuel dan Prayoga bersenang-senang sambil main air disana. Della melihat pemandangan sungai yang sangat cantik. Terasa seperti kutub salju di dunia nyata namun ini di dalam alam lain. Beranjak dari duduknya di pohon, akhirnya dia menanyakan sesuatu kepada Pak Haris, "Pak, gimana caranya kembali ke dunia nyata?"
Pak Haris mulai menjawab pertanyaannya, "cara masuk ke dunia nyata itu dengan membuat sayatan di langit. Tapi hanya bisa dilakukan oleh wali kelas dan ketua kelas."

"Wali kelas? Ketua kelas?"

"Iya, kita saat ini masih belum ada pimpinan anggota kelas. Kita masih baru disini. Belum ada persiapan yang penuh."

"Pimpinan kelas buat apa?" Tanya Sharif.

"Buat ikut berperang. Mau berperang pun juga harus ada strategi, kita ini lagi ada di kondisi perang antar kelas. Ibarat kayak kelas Multimedia dan kelas TKR, berkompetisi tapi bukan dengan nilai melainkan dengan senjata tajam." Respon Haris.

"Ih serem pak, masa kita harus pakai senjata beneran sih?" Keluh Prayoga.

"Huft... Mau gimana lagi? Kalau kita diam aja, nanti Javier jadi kelewatan menggunakan kekuatannya. Kasian anak-anak di negeri kita. Mau gak mau kita harus lawan karena udah berlebihan." Jawab Pak Haris.

"Hmmm saya setuju," kata Prayoga.

"Pak!! Saya punya pendapat nih!" Della, Sharif, Prayoga, dan Pak Haris melirik ke arah Raditya yang baru selesai berenang di sungai.

"Membunuh itu dosa kan? Makanya tindakan Pak Javier itu terlalu kejam buat pelajar. Dikasih edukasi itu cara terbaik untuk pelajar nakal, bukan pakai eksekusi! Mereka juga manusia loh, gak sempurna. Andaikan di dunia ini gak ada pembunuhan sama sekali, pasti dunia jauh lebih cerah. Gua trauma banget dengan pembunuhan, gua benci pertumpahan darah. Saking traumanya gua lihat darah, lihat seragam sendiri aja takut," keluh Raditya

"Radit, gua tau lu khawatir, tapi gak semua orang bisa tobat kalo cuma modal ceramah. Mereka kadang harus di kasih karma yang setimpal dulu biar tobat," bantah Sharif

Chandrakanta LimboTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang