Chapter 6 : Ancaman Kuburan Tertinggi

9 1 0
                                    

"Ikut bergabung? Apa maksudnya?"

"Ada atasan jin yang ingin kita lawan. Kami ingin mempunyai satu jenis jin yang kuat untuk mengembalikan hak kami yang ditindas. Dengan begitu, kita bisa dapat keuntungan. Terus kita juga bisa balik ke akhirat deh."

Kelas Warrior memikirkan keputusan kerja sama dengan komplek kuburan. Apa keuntungan yang didapatkan ketika bergabung dengan mereka? "Mau punya jin yang kuat? Cuma untuk melawan atasan?? Maaf, kami menolak permintaan kalian," tolak Pak Haris.

"Saya tau pak kalau ini sepele, tapi kami sangat membutuhkan kalian!" pinta pocong 1.

"Susah buat di kalahin! Mereka terus menginjak hak kami!" tegas pocong 8.

"Siapa atasannya?" tanya Della.

"Jin kuat yang jauh lebih besar dari kita! Dia itu sombong, seolah dia itu gak punya lawan sama sekali!" lanjutnya.

"Dimana letak dia berada?" tanya Pak Haris.

"Kalian tau... Gedung tua di jalan raya Kalimalang?" Kuntilanak 1 memberikan pertanyaan kepada mereka.

"Iya, tau." Sharif mengangguk.

"Di situ lah tempat dia tinggal. Dan tempat itu juga menjadi arena pertarungan bagi siapapun jin yang kuat..." jelas Kuntilanak 1.

"Hmmm, menarik..." kata Della.

"Hah? Menarik gimana??" heran Pak Haris.

"Kita bisa belajar latihan bertarung dengan melawan jin lain. Itu juga kesempatan kita buat melawan kelas Grim Reaper dengan seimbang. Pasti kita bisa menang lawan mereka," cetus Della.

"Ohh, gua setuju!! Kita kayak lagi main arena boxing tapi kali ini musuh kita itu jin lokal!" riang Raditya.

"Hmmn, gua juga setuju. Gua kira dunia ghaib lokal cuma nakutin orang doang tapi ternyata lebih dari itu," duga Sharif.

Mengindahkan perkataan Della, Sharif, dan Raditya, Pak Haris mau tak mau menetapkan kerja samanya dengan mereka, asalkan kelompok Warrior dapat merebut gedung tua itu untuk membuat markas senjata. Warga pocong dan kuntilanak bersorak bahagia, perjuangannya tidak sia-sia untuk mencari kebebasan. Pocong dan kuntilanak 1 berjanji akan membawakan mereka gedung tua. Selesai perbincangan nya, Pak Haris membuat sebuah goresan menyala dengan tongkat sabit di dinding. Portal Limbo mulai tercipta dari goresan, kilauan cahaya yang menakjubkan mata.

"Woww... Gimana caranya?" takjub Della.

"Nanti kamu juga belajar kok." jawaban Pak Haris. Dia menyuruh semua anak untuk menuju portal Limbo karena sebentar lagi sudah subuh. Sebelum pulang, Della dan Pak Haris melambaikan tangan kepada warga jin. Terasa seperti sambutan segar, warga itu dengan senang hati membalas lambaian tangan mereka.

Kembali menuju habitat mereka, alam salju Limbo. Mereka menaruh barang-barang hasil perburuannya. Seketika itu juga, Ibrahim dan Reggie berlari tergesa-gesa menghampiri mereka.

"Pak! Kelas merah udah punya banyak senjata asli! Gimana nih??!!" teriak Ibrahim.

"Mereka juga angkut banyak barang penempa pedang!" sambung Reggie.

"Halahh! Enak banget dapat fasilitas dari pencipta nya sendiri, kita doang yang mati-matian!" singgung Raditya.

Pak Haris murung seketika, seakan-akan usaha memburu banyak bahan persenjataan sia-sia. Terlebih lagi, dia tak bisa melebur besi dengan alam yang sangat bersalju. Dia tersungkur sambil berkata "itu guru beneran serius yah mau bantai murid nakal."

Dan di depan pintu gerbang merah, Della melihat sekumpulan murid memakai jubah hitam yang menutupi seluruh badannya sambil berjalan kemari membawa pedang dan besi. Mereka seperti sedang menempa besi dengan api dari alam mereka. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Chandrakanta LimboTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang