11| Kebakaran

204 35 5
                                    

_______________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_______________________________________

Hening malam menyelimuti kamar itu. Kedua insan itu tengah beristirahat tertidur lelap di bawah balutan selimut hangat, tubuh mereka saling mendekap dalam damai. Namun, keheningan itu tiba-tiba terusik oleh bunyi dering ponsel yang memecah ketenangan malam, membangunkan Aldebaran dari tidurnya yang nyaman.

Matanya yang masih berat perlahan terbuka, pandangannya sedikit buram saat menatap layar ponsel. Siapakah yang menelepon larut malam seperti ini? Saat melihat nama yang terpampang di layar, ia menyadari bahwa itu adalah Rendy, asisten pribadinya. Jarang sekali Rendy menelepon pada jam seperti ini, terlebih saat ia tau betul atasannya tengah beristirahat. Ada rasa penasaran dan kekhawatiran yang tiba-tiba menyeruak di benak Aldebaran.

Dengan sisa-sisa kantuk yang masih menjerat, Aldebaran mengangkat telepon itu. Suaranya terdengar serak dan setengah sadar.

"Selamat malam, Pak. Maaf saya mengganggu waktu istirahat Bapak,"

"Ada apa sih, Ren? Kamu gak lihat ini udah jam berapa?"

"Iya, Pak. Maaf sekali lagi. Tapi saya ingin mengabarkan bahwa pabrik di Bogor mengalami kebakaran."

"Ke-bakaran?"

"Iya, Pak. Saya baru saja dikabari, Pak. Saat ini saya sedang bersiap untuk langsung menuju lokasi."

"Ya sudah, saya juga akan siap-siap untuk berangkat."

"Sebaiknya biar saya dulu yang cek kondisi di sana, Pak. Bapak bisa memantaunya dari rumah terlebih dahulu. Saya akan terus mengabari."

"Kamu yakin bisa menghandle semuanya, Ren?"

"Saya yakin, Pak. Jika ada hal urgent atau situasi yang perlu tindakan lebih lanjut, saya akan langsung menghubungi Bapak."

"Baiklah kalau begitu. Tolong terus pantau kondisi di sana dan kabari saya segera kalau ada perkembangan."

"Pasti, Pak."

"Terima kasih, Ren."

"Sama-sama, Pak."

Setelah percakapan itu berakhir, Aldebaran terus menggenggam ponselnya. Pikiran tentang kebakaran itu membuatnya tak bisa kembali berbaring dengan tenang.

Gerak-geriknya ternyata membangunkan Andin, yang tertidur di sampingnya. Ia menggeliat pelan, matanya terbuka setengah ketika melihat suaminya terlihat cemas.

"Ada apa, Mas?" tanyanya dengan suara lembut, masih dipenuhi rasa kantuk.

Aldebaran menghela napas panjang, "Pabrik di Bogor kebakaran."

SEMBILUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang