Ikram’s pov
Mama meneleponku dan mengatakan padaku bahwa istriku sudah bangun dari tidurnya dan mencariku. Untung saja disaat yang bersamaan makanku dengan dua orang ini sudah selesai.
Sekarang kami melangkah menuju ruang rawat istriku. Jantungku berdetak sangat cepat dan kali ini bukan lagi karena istriku dan Rachel, tapi karena Mas Adit. Bylla tidak akan mungkin mengingat Mas Adit kan? Apalagi tentang masa lalu mereka.
Ya, semoga saja Bylla tidak mengingat tentangnya.
Sreekk
Mas Adit bergegas masuk setelah membuka pintu dengan tidak sabarnya. Hal pertama yang ku lihat adalah Mama yang menyuapi istriku dan Dami masih tertidur lelap. “Bylla, bagaimana keadaanmu? Kau baik-baik saja?” dengan tidak tahu malunya Mas Adit mendekati Bylla dan memegang tangannya.
Bylla mengerjap-ngerjap menatap Mas Adit, ia menatapku dan Mas Adit bergantian. Bolehkah aku merasa senang sekarang? Dia tidak mengingat Mas Adit! Aku tak bisa menahan senyumku, tetapi sebisa mungkin aku harus menahannya.
Hah, senang sekali rasanya Bylla tidak menging-
“Mas Adit?”
Tubuhku membeku begitu mendengar Bylla memanggil nama kakakku. Hey, apa maksudnya ini? Mas Adit berbalik dan menatapku dengan senyuman mengejeknya, ia berlutut dan menggenggam tangan Bylla yang tersenyum lebar.
Bisa-bisanya dia tersenyum lebar saat bertemu dengan kakakku?
“Hey, iya ini aku. Kau mengingatku?”
Bylla terkekeh dan memukul lengan Mas Adit, “Tentu saja aku mengenalimu, Mas. Bagaimana bisa aku melupakanmu begitu saja?” Rachel menatapku dengan wajah mengejeknya, apa dia senang sekarang?
Mama melihatku dengan kikuk, ia meletakkan mangkuk bubur di nakas dan melangkah ke arahku. “Bylla dan Adit bekerja di tempat yang sama, kau tidak melupakan itu kan?” Aku menghela napas panjang dan mengangguk.
Mama mengelus lenganku, “Jangan sedih, Ikram. Mama yakin cepat atau lambat Bylla pasti mengingatmu.” Aku tersenyum saja pada ibu mertuaku yang baik hati ini, ia menguatkanku disaat terpurukku. Tidak seperti kakakku yang kejam dan tidak memiliki hati itu.
“Jika kau tidak menyukai interaksi antara keduanya, pisahkan saja. Ingatlah, kau lebih berhak atas Bylla.”
Ah iya, bagaimana bisa aku melupakannya?Aku merangkul ibu mertuaku beberapa detik sebelum memantapkan diri melangkahkan kaki mendekati mereka berdua yang asyik mengobrol saja. Hey, bahkan Bylla mengabaikan Dami yang tidur tak nyaman karena suara berisik.
Kedua tanganku mengepal kuat melihat keduanya yang asyik mengobrol. “Bisakah kalian bicara pelan saja? Lihatlah Dami tidak nyaman.” Ku angkat Dami yang masih tertidur dan meletakkannya di atas sofa dimana Mama duduk. Mama memangku Dami dan menatapku, seolah tak mengerti dengan apa yang ku lakukan.
Tanpa mengatakan apapun, aku melangkah keluar dari ruang rawat inap. Ada apa dengan diriku ini? Kenapa aku tak bisa menjauhkan istriku sendiri dari Mas Adit? Apa tiba-tiba saja aku lemah karena berhadapan dengan kakakku sendiri?
Ya, aku memang menghormati Mas Adit karena dia kakak kandungku. Tapi jika situasinya seperti ini, apakah aku hanya diam saja?
“Bukankah itu sangat menyakitkan?” seorang wanita berdiri tepat di depanku dan menatapku. “Istrimu mengalami amnesia dan tidak mengingat apapun tentangmu dan Dami, tapi apa yang terjadi tadi? Dia malah mengingat kakakmu yang merupakan bagian dari masa lalunya?”
“Pergilah.”
“Aku jadi meragukan Shabylla, benarkah dia mencintaimu? Enam tahun yang kau habiskan dengannya hanya sia-sia saja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Waktu
Fantasy"Sebenarnya kau ini siapa?" Kedua matanya membulat sempurna saking terkejutnya, "Dan kenapa kau mengatakan hal-hal yang tidak ku mengerti? Dan siapa Dami?" "Kau mengajakku bercanda kan?" Aku menggeleng membuat wajahnya semakin sedih. "Aku tidak be...