17

52 14 2
                                    

Bylla’s pov

Aku tak bisa menahan senyuman ketika melihat roomchatku dengan Mas Ikram. Setelah pertemuan dan penjelasan tadi, kami saling bertukar nomor telepon dan saling berkirim pesan. Dan ya, kami memutuskan untuk menyembunyikan interaksi kami dari publik. Situasi dan kondisi sekarang ini belum memungkinkan, setidaknya setelah kisah cinta Mas Ikram dan Rachel sepenuhnya karam.

Kami juga memutuskan memakai nama panggilan di masa depan, aku memanggilnya Mas dan dia memanggilku dengan panggilan kesayangan yang diberikannya padaku, Bee. Apakah ini terlalu dini untuk kami?

Secara harfiah kami baru bertemu dua hari ini dan langsung memanggil dengan panggilan sayang, terlebih Mas Ikram belum sepenuhnya selesai dengan masa lalunya.

Tapi, bukankah perasaan yang kami rasakan sama persis seperti saat di masa depan? Kami saling mencintai dan saling merasa memiliki satu sama lain. Salahkah jika kami berinteraksi layaknya sepasang suami istri padahal tidak ada hubungan nyata diantara kami?

Memikirkan ini membuatku berpikir seperti selingkuhan saja!

“Hei!” Aku berjingkat saling terkejutnya ketika tiba-tiba Deon menyenggol lenganku. “Senyum-senyum sendiri saja, chattingan dengan siapa?”

Kedua mataku membulat sempurna melihatnya mendekat dan melirik ponselku, dengan cepat ku balik ponselku. “Bukan siapa-siapa.”

Mata Deon memicing, ia menoleh ke arah Mikayla yang berdiri di sebelahnya dengan es boba di tangannya. “Lihatlah, sepertinya ada yang senang karena berkirim pesan dengan Mas Adit.” Pernyataan Deon membuat Bara yang sejak tadi fokus dengan pekerjaannya menoleh ke arahku dengan sebelah alis terangkat.

Aku menggeleng kuat-kuat, “Tidak! Aku tidak mengirim pesan padanya, tapi pada orang lain.”

Mikayla mengerjap-ngerjap, ia mendekat ke arahku. “Siapa? Kau punya gebetan baru? Anak sini? Atau bekerja di tempat lain?” pertanyaan bertubi-tubinya membuat Deon dan Bara menarik kursinya mendekat ke arahku. Tatapan mereka bertiga sama saja, mengintimidasiku dan terkesan memaksaku menjawab pertanyaan yang dilontarkan Mikayla.

Ya Allah, tolong hamba.

Sreeekk

Pintu terbuka, Mas Adit melangkah masuk ke dalam dengan ekspresi yang tidak biasa. Di tangannya ada map berwarna biru dengan tulisan ‘Proyek Bali’. Kami saling berpandangan, apapun yang akan dikatakan Mas Adit kami tahu.

“Semuanya, aku ingin mengatakan sesuatu pada kalian semua.” Aku menatap Mas Adit yang juga menatapku dengan tatapan sedihnya. “Kalian semua pasti tahu apa ini.”

Dia menunjukkan map itu ke arah kami berempat. “Dan ya, aku terpilih menjadi Tim Humas untuk proyek Bali. Mulai besok aku akan pindah ke Bali.” kami semua terkejut mendengarnya.

Aku berdiri dari dudukku dan melangkah ke arahnya, “Besok? Lalu bagaimana dengan proyek yang kita tangani? Mas meninggalkannya begitu saja?”

“Maaf.”

“Hanya itu? Hanya itu yang Mas katakan pada kami setelah meninggalkan kami dan lepas tanggungjawab begitu saja? Proyek yang Mas jalani dengan Bylla bahkan baru di mulai!"

Mas Adit mengalihkan pandangannya ke arah Mikayla, “Justru itu, karena baru di mulai dan belum terlalu jauh.” Ia mengalihkan pandangannya ke arah Bara, “Bara yang akan menggantikanku untuk proyek itu.”

“Tidak bisa begitu saja dong, Mas. Proyek yang kita jalani tanggung jawab kita berdua, kenapa tiba-tiba Mas menyerahkannya pada Bara? Apa Mas pikir Bara tidak ada pekerjaan lain yang dia kerjakan sekarang?”

Garis WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang