03. Red Pill

126 53 204
                                    

Para murid meninggalkan kelas masing-masing tatkala indra pendengaran mereka dipenuhi suara bel yang menandakan jam istirahat pertama telah tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Para murid meninggalkan kelas masing-masing tatkala indra pendengaran mereka dipenuhi suara bel yang menandakan jam istirahat pertama telah tiba.

"Ken, lo ke kantin nggak?" tanya Jeco.

Jeco Levanko, seorang lelaki bertubuh tinggi dengan rambut yang menutupi sebagian keningnya. Ia merupakan tipikal orang yang humoris dan mudah bergaul. Prestasi yang dimilikinya tak banyak, tetapi banyak orang senang berteman dengannya karena ia bisa menjadi pendengar yang baik bagi mereka. Meski ketika di kelas ia sering kali membuat keributan, justru karakteristik yang dimilikinya membuat dirinya memiliki daya tarik tersendiri.

"Gue mau ke perpustakaan," balas Marken.

Marken Hakragama merupakan ketua kelas di XII IPA 3. Membaca buku lalu mempelajarinya merupakan hal penting dalam hidupnya. Ketertarikannya pada buku sudah ada sejak ia masih kecil.

Kedua orang tuanya memberitahu kepada Marken bahwa buku adalah sumber kehidupan. Melalui buku, kita dapat melihat dunia lalu menemukan sesuatu menarik di dalamnya sebagai pelajaran hidup yang berharga.

Tempat ternyaman di sekolah bagi Marken, yakni perpustakaan. Baginya perpustakaan SMA Laccessy memiliki buku-buku yang lengkap. Tak pernah sekalipun Marken tak menemukan buku yang ia cari di sana.

Tatkala dirinya menghabiskan waktu di perpustakaan selama jam istirahat berlangsung, sering kali ia memilih tempat duduk di sudut ruangan karena di sana terdapat jendela yang mengarah langsung ke area luar sekolah. Disuguhkan pemandangan indah membuat Marken menikmati suasana perpustakaan dengan baik.

Mendapati ajakannya ditolak oleh Marken, Jeco melangkahkan kakinya menuju ke kantin seorang diri. Seruan yang memanggil namanya dari belakang membuat Jeco membalikkan tubuhnya ke sumber suara.

"Kami ikut ke kantin," ujar Jirka sambil melambaikan tangannya. Disusul dengan Arcaka dan Harken yang berlari di sebelahnya.

Jeco tersenyum. "Tumben, kalian mau ke kantin bareng gue. Pasti ada apa-apanya, nih. Jangan-jangan kalian mau minta traktir sama gue, ya?"

Jirka mendorong pelan pundak Jeco. "Nggak, lah. Kita, kan, teman sekelas. Masa ke kantin bareng dicurigai, sih?"

Arcaka terkekeh. "Tau, nih, Jeco."

Jeco tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Seharusnya gue curiga sama Jirka, kenapa dia bisa menang olimpiade matematika mewakili negara?"

"Asal lo tau, ya, Jec. Hobi belajar Jirka udah ada sejak dia masih bayi. Jadi, udah nggak heran seorang siswa SMA kayak Jirka bisa menang olimpiade matematika tingkat internasional," balas Harken.

"Kalian jangan memuji gue terlalu tinggi, nanti gue lupa gimana caranya untuk merendahkan diri," tutur Jirka.

"Tapi, orang hebat kayak lo memang pantas dapat pujian," timpal Jeco.

Wickedness In Silence Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang