01. Tatapan Elang Pengincar Mangsa

190 1 0
                                    


Mirna Kurnia adalah wanita berusia 30 tahun, ia sudah menikah dengan Fajar Rahmat, pria yang usianya enam tahun lebih tua dari dirinya, mereka telah memiliki seorang anak perempuan bernama Najwa yang berusia empat tahun. Melewati masa enam tahun pernikahannya dengan Fajar, Mirna merasa sangat bahagia ketika suaminya itu mengajak ia dan putrinya untuk pindah dari rumah mertuanya dan tinggal di sebuah perumahan bersubsidi type 36 yang sangat sederhana, meski rumahnya tidak besar, Mirna sudah sangat bahagia karena akhirnya ia bersama suami dan anaknya bisa hidup mandiri.

Fajar yang bekerja sebagai kepala divisi di sebuah perusahaan tambang nikel memang memiliki penghasilan yang mencukupi kebutuhan hidup berkeluarga. Namun Mirna yang sebelum menikah pernah bekerja sebagai karyawati di sebuah bank swasta juga tidak hanya mengharap penghasilan dari suaminya, ia kini memiliki sebuah usaha laundry dan menyewakan kamar kost yang berjumlah sepuluh kamar. Dari penghasilan kedua pasangan suami-istri itu harusnya mereka memang sudah bisa memiliki rumah hunian yang cukup mewah, namun Mirna lebih suka rumah yang sederhana.

Meski masih mampu membayar pembantu atau tenaga pengasuh anak, Mirna lebih memilih untuk merawat dan membesarkan anaknya dengan kasih sayangnya sendiri. Jik sedang sibuk dengan bisnisnya, ia menitipkan anaknya di rumah ibunya. Ketika hari sudah sore, Mirna menjemput Najwa dan langsung pulang ke rumah. Setelah tiba di rumah, ia segera menyibukkan diri di dapur, menyiapkan makan malam. Ia sangat bersyukur karena Fajar tidak 'pilih-pilih makanan', meski ia tahu suaminya itu sangat lapar saat pulang dari tempat kerja. Sebisa mungkin Mirna selalu menyiapkan makanan kesukaan suaminya, sayur tumisan dan ikan goreng yang ditemani sambal-tomat.

Makan malam bersama adalah hal yang paling dirindukan, karena jika sedang sangat sibuk, Fajar hanya bisa menikmati makan malam bersama istri dan anaknya pada hari sabtu dan minggu. Tanggung jawab yang cukup besar membuat Fajar sering pulang larut malam.

Meski suaminya hanya memiliki sedikit waktu untuk keluarga, Mirna tidak terlalu banyak mengeluh, ia bersyukur sudah memiliki kehidupan yang serba berkecukupan. Kebahagiaan sudah cukup melengkapi kehidupan rumah tangganya. Namun kebahagiaan itu mulai terusik dengan adanya gangguan kecil di kawasan perumahan tempat tinggal mereka. Setiap kali Mirna keluar rumah dan melewati pos penjagaan di gerbang depan, ia merasa tidak nyaman karena pria satpam yang menjaga di pos tersebut sering memandanginya dengan tatapan yang menurut Mirna sangat 'tidak sopan'. Terkadang Mirna menangkap pandangan pria satpam itu ketika sedang memandangi tubuhnya, tatapannya seolah tidak lepas dari bagian dada dan paha Mirna yang sedang melintas dengan berjalan kaki atau pun mengendarai kendaraan bermotor. Mirna merasa sangat tidak nyaman dengan pandangan seperti itu, padahal ia sendiri lebih sering mengenakan rok yang menutupi hingga dibawah lutut atau bahkan celana panjang yang tidak ketat, bajunya juga cukup tertutup dan tidak berkesan memamerkan bentuk tubuhnya. Ia merasa seperti ditelanjangi jika bertemu dengan pria satpam tersebut. Terkadang ia ingin menceritakan hal itu kepada suaminya, namun melihat kondisi Fajar yang saat pulang sudah sangat kelelahan, ia tidak tega menambah beban pikiran suaminya. Akan tetapi semakin lama Mirna semakin tidak tahan karena setiap kali melewati pos penjagaan ia harus menerima tatapan cabul seorang pria yang tidak ia kenali. Akhirnya ia tidak menahan kesabarannya lagi, Mirna pun menceritakan kejadian tersebut kepada Fajar.

"Papa kenal satpam yang kulitnya hitam dan bertubuh tegap di pos penjagaan?" Tanya Mirna ketika ia dan Fajar sedang menikmati kebersamaan di sabtu malam. Ia meletakkan dua cangkir berisi the hangat di atas meja, kemudian duduk disisi suaminya.

"Yang mana?" Tanya Fajar sambil mengingat-ingat.

"Itu yang kepalanya botak licin." Kata Mirna.

"Ooo, bang Joko! Itu namanya bang Joko!" Kata Fajar sambil meraih cangkir di hadapannya, kemudian meneguknya sedikit. "Memangnya mama ada urusan apa sama dia?"

Tunas Cinta Saat KemarauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang