06. Kesunyian Yang Teramat Dalam

60 0 0
                                    

Libur sekolah telah tiba, Raka meminta kepada ayahnya untuk mengantarnya ke kampung tempat dimana nenek dan kekeknya berada. Anak itu tampaknya ingin menghabiskan masa liburannya di desa. Bang Joko merasa berat hati jika hanya tinggal bertiga dengan Najwa dan Mirna di rumah, namun Mirna memahami Raka sudah sangat rindu dengan kakek dan neneknya.

"Tidak apa, bang." Kata Mirna memberikan tanggapan agar bang Joko tidak perlu merasa segan jika Raka tidak bersama mereka untuk beberapa hari. "Liburannya kan hanya seminggu, itu bukan waktu yang lama."

Bang Joko mengangguk-angguk. Siang itu juga ia mengantar Raka ke desa, jarak tempuh ke desa sekitar 120 kilo meter, butuh waktu dua jam lebih untuk bisa tiba di desa tujuan.

Sudah hampir jam tujuh malam bang Joko kembali di rumah Mirna, hujan deras membuat seluruh pakaiannya basah.

"Bang Joko tidak bawa mantel, ya?" Tanya Mirna ketika ia membukakan pintu untuk bang Joko.

"Iya, saya lupa." Jawab bang joko. "Tadinya mau singgah berteduh, tapi saya lihat hujannya deras dan biasanya hujan begini berlangsung lama."

Mirna bergegas ke belakang dan mengambil handuk, ia kembali menemui bang Joko dan menyerahkan handuk itu. Bang Joko ke samping rumah dan masuk melalui pintu yang terhubung dengan garas mobil, ia langsung ke kamar mandi dan melepas pakaiannya yang basah. Tidak lama kemudian ia muncul dari dalam kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk. Di dapur yang letekanya dekat dengan kamar mandi tampak Mirna sedang membuat minuman kopi hanga untuk bang Joko.

"Najwa mana, dik Riska?" Tanya bang Joko.

"Ada di ruang tengah sedang meyaksikan film kartun di TV." Jawab Mirna, ia sempat menoleh ke arah bang Joko, matanya menangkap bentuk tubuh seorang pria yang tegap berotot. Secepat mungkin wajahnya berpaling arah, ia tidak ingin kalau rasa kagumnya diketahui oleh bang Joko.

Bang Joko masuk ke dalam kamar. Ia muncul kembali dengan mengenakan celana pendek warna hitam dan baju kaso warna abu-abu. Ia mendatangi Mirna yang sudah berada di ruang tengah menemani Najwa, Najwa langsung berlari dan memeluk bang Joko.

"Papa Joko dari mana?" Tanya Najwa dengan nada manjanya.

"Papa Joko habis mengantar kakak Raka ke desa." Jawab bang Joko sambil tersenyum.

"Najwa kira papa Joko tidak kembali lagi, Najwa tadi memangis minta diantar ke papa Joko." Keluh Najwa semakin manja.

Mirna hanya tersenyum melihat tingkah putrinya. "Kopinya diminum, bang." Kata Mirna.

"Iya, terima kasih, dik." Kata bang Joko. Ia duduk di sofa yang letaknya di sisi kiri tempat Mirna duduk. Ia meraih gelas berisi kopi hangat dan meneguknya sedikit.

Sekitar dua jam Mirna dan bang Joko berbicara banyak hal mengenai perkembangan bisnis Mirna, tanpa mereka sadari Najwa sudah tertidur di depan TV.

Bang Joko berdiri dan mengangkat tubuh Najwa, ia membawa gadis kecil yang sudah ia anggap seperti anaknya itu ke dalam kamar. Mirna sempat melihat bang Joko mengecup kening Najwa sebelum meninggalkannya di kamar. Mirna terhanyut melihat perlakuan bang Joko, karena Fajar yang sudah jelas adalah ayahnya Najawa saja tidak pernah menunjukkan rasa kasih sayangnya seperti itu.

Setelah menutup pintu kamar, bang Joko kembali ke ruang tengah. Mirna mencari majalah untuk ia baca di kamarnya, ia merasa tidak nyaman jika hanya duduk berdua dengan bang Joko di ruang tengah.

"Bang Joko masih ingin meninton TV?" Tanya Mirna.

"Iya, malam ini acara siaran langsung sepak bola." Jawab bang Joko. Ia kembali ke ruang tengah dan duduk di depan TV.

Tunas Cinta Saat KemarauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang