Bab 10

168 4 0
                                    

   Di pagi hari yang cerah, matahari bersinar terang, awan-awan menghilang, asap kendaraan melayang, di sepanjang jalan  terlihat padat dengan kendaraan orang yang ingin pergi bekerja baik itu kantor, rumah sakit dan lain sebagainya hanya untuk mendapatkan uang untuk makan keesokan harinya., seperti kata pepatah 'UANG bukan segalanya tapi segalanya butuh UANG'.

  Tapi fokus utama cerita ini bukanlah itu melainkan sebuah kelompok mafia bernama TNF (Tokyo Noir Familia) yang di pagi hari ini berkumpul di parkiran UWU kafe, tujuannya hari ini mereka ingin melihat proses pembangunan rumah yang akan menjadi markas mereka yang di janjikan oleh Maestro. Soalnya kemarin mereka ketemu Maestro dan mereka menentukan lokasi markas mereka yang di iyakan oleh maestro, letaknya ada di pegunungan yang jarang di lalui orang.

   Sambil menunggu yang lain datang mereka pun bercanda ria, mereka tertawa karena melihat Jaki memakai baju cina berwarna merah terang, mereka menyuruh Jaki untuk ganti baju soalnya bajunya mirip dengan kelompok lain yang kebetulan berada disana dan menghampiri Jaki, hampir saja mereka mengajak Jaki untuk join geng mereka tapi tidak jadi karena Jaki mengalihkan pembicaraan, 'hampir saja' pikir Jaki.

  Tak lama Caine datang dengan motornya yang langsung di hampiri Rion "ekhem kamu anak motor ya?".
"Iya soalnya kalau pake mobil nabrak-nabrak" dan Rion pun tertawa, gak salah Caine ngomong gitu soalnya duitnya Caine habis hanya untuk ke bengkel dan rumah sakit.

 
  Tak lama seorang pria berambut gimbal berwarna ungu, postur tubuhnya besar dan tinggi menghampiri Rion dan berkata "Rion, Rion". "Hah apan?" tanya Rion kepada Jibal "kau lihat polisi depan uwu kafe, kalau kau memukul polisi itu gw kasih lima ratus ribu" katanya dengan nada menantang "kau pukul polisi disana ku kasih tiga juta... Enggak gw mau lu tusuk polisi itu" balas Rion dengan tenang "waw... Tapi gw gak ada pisau apa gw pinjam dulu". "Au ah males, gak jadi" kata Rion sambil beranjak pergi.

  Karna Souta mengabari akan datang terlambat mereka pun pergi terlebih dahulu dan akan menjemputnya di garasi Alta saat siang, mereka pun menancap gas mobil dan motor mereka.

    sesampainya di tempat tujuan Rion bingung karna tidak ada apa apa di sana tidak ada tanda tanda pembangunan disini, Rion berfikir mungkin dia salah tempat dan memutari lingkungan tersebut tapi nihil tidak ada tanda-tanda apapun, Rion merasa maestro mengingkari kata-katanya dan dia pun kesal karna rencana yang mereka buat jauh-jauh hari gagal padahal mereka berniat untuk merencanakan tindakan kriminal mereka, yang akan lebih mudah dengan adanya markas jika seperti ini apa yang akan mereka lakukan padahal semuanya sudah meminta cuti dari pekerjaan masing-masing untuk hari ini, Jika pun ingin protes dengan maestro tepi mereka tidak bisa menghubunginya.

  Akhirnya Rion memutuskan untuk berunding untuk mendengar pendapat masing-masing tentang hal ini dan mereka berkumpul di teki Lala dan menuju basemen nya.

  Mereka berencana untuk menunggu maestro untuk memberikan mereka informasi tentang rumah mereka, memberitahukan yang lain tentang informasi yang diberikan informan mereka dari kepolisian yaitu Marcel tadi pagi, Key pun berkata.

"Jadi tadi pagi pas mau ke uwu aku di begal Marcel katanya suruh perhatiin, dia mau jemput atasannya yang dikirim pemerintah, catat namanya hapal wajahnya gitu dan namanya Mario Ramires"

"Hmm.. orang dari pemerintah ya?"
"Iya, tapi aku lupa foto tadi"
"Ciri-ciri nya gimana?"
"Emmm.. gimana ya ngejelasinnya"
"Dia manusia kan!?" Rion greget dengan key "iya, manusia"
"Rambutnya, rambutnya gimana?" Kini Thia pun angkat suara yang lain masih stay mendengarkan.

  "Rambutnya cepak, punya bekas luka tiga garis gitu sebelah kanan warna kulitnya coklat dan gak pake baju polisi" jelas Key

Setelah berbagi informasi dan membahas tentang nama nama yang mungkin bakal jadi musuh mereka nantinya, semua pembahasan pun kembali ke awal yaitu maestro.

"Kita tunggu aja dulu disini" kata Rion
"Emang kalau kita tunggu Maestro bakal Dateng?"
"Siapa tau soalnya dulu pas kita lagi bicarain maestro, maestronya langsung Dateng" kata Gin "iyakah?"
"Iya udah dua kali kejadian"
"MAESTRO kalau beneran punya telinga dimana mana, mending datang dah kesini kita tungguin!" Jari telunjuk Rion pun di acung kan keatas siapa tau orang yang dituju akan datang .

Setelah hening beberapa saat Thia angkat bicara "sorry ya di luar topik Souta sama Garin mana ya?"
"Lah iya Garin, gak boleh telat sendiri ini anak"
"Hehe padahal udah dibilangin jangan telat malah telat dia" kata Jaki,
"Pantes kita damai bet hari ini"

Karna mulai bosan mereka pun keluar satu persatu menuju lantai atas, saat ingin keluar juga Rion gak sengaja oleng sehingga dia refleks mencari pegangan agar tidak jatuh, "astaga bapak!?" Key kaget melihat di sampingnya Rion terlihat sedang memeluk Caine dari belakang, "astaga sorry Caine gak sengaja tadi aku mau jatuh, sorry" Rion melepaskan tangannya dan segera minta maaf Caine mengiyakan dan segera pergi ke atas.

  "Makanya lihat-lihat kalau jalan pak, untung gak jatuh trus kalau terjadi hal yang diinginkan eh tidak diinginkan kan berabe, tu si Caine sampai takut pak" Key pun menceramahi Rion emang kadang si bapak ini agak ceroboh.

Di lantai atas basemen ini ada sebuah bar dan sebuah pentas lengkap dengan alat musiknya, Rion hanya memperhatikan anak anaknya yang sedang konser gak jelas disana sambil menggeleng kepala dan Caine duduk di sofa agak jauh sambil mengawasi mereka.

.

.

.

.

.

.

.

.

Lagi malas bet buat ni novel, jadi segini aja dulu.
@-@


(⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)
14 Juni 2024

870 kata

Rumah untuk pulang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang