Selamat membaca
Vote dan komen😁"Oke, pertama ambil telur dulu" tanpa meletakkan buku kecil itu, kubuka kulkas dan mengambil lima telur. "Lima kuning telur, empat putih telur" gumamku mengingat.
Jisoo tampak mencuri pandang padaku, kalau kulihat dari ujung mata.
"Jangan ambil yang di kulkas! Tuh, disamping microwave ada keranjang telur" protes Jisoo cepat.
"Kenapa gak lo aja sih?" umpatku pelan. Sepertinya Jisoo tidak mendengar, melihat dia tidak merespon.
Dengan kesal, ku kembalikan telur-telur ke dalam kulkas lalu mengambil yang diluar. Tak lupa kusiapkan dua mangkuk berukuran kecil. Tiba-tiba tanganku bergetar memegang telur. Aku tahu ini hanya telur ayam biasa. Masalahnya, aku kan tidak pernah memecahkan telur?
Kulirik Jisoo sejenak, kali ini mata kami beradu tatap. Lalu dengan cepat Jisoo mengalihkan pandangan. Ia berdehem dan memperbaiki posisi duduknya. Tertangkap basah sedang memperhatikanku pasti. Dalam hati aku gelisah. Sepertinya kingkong itu tidak akan sudi membantuku. Sial!
"Ayo, Jen! Coba ingat bagaimana eomma memecahkan telur-telur ini setiap pagi!" gumamku berniat menyemangati diri. Kututup mata sejenak untuk membayangkan sosok eomma sedang memecahkan telur. Tapi.... Astaga! Mana pernah aku memperhatikan eomma masak? Biasanya juga langsung sarapan dan berangkat.
Menelan ludah, kutatap telur-telur ini dengan pasrah. "Maaf telur, riwayatmu nggak akan baik kali ini" tanganku bergerak mengambil satu telur. Perlahan nafas kuhembuskan, menutup mata, lalu dengan kekuatan nurani telur itu kupecahkan dengan pisau di tangan satunya.
Plokk!!
Kusipitkan mata untuk melihat hasilnya. Astaga! Bagaimana ini? Telurnya memang sukses pecah. Tapi....
"Lama banget sih, mempersiapkan bahan doang" Jisoo mulai tidak sabar. Dia berjalan perlahan ke arahku.
Sontak kutarik nafas panjang, lalu menoleh ke kanan kiri untuk menutupi telur yang berceceran di meja dapurnya. Jisoo semakin dekat saja. Jantungku berdegub kencang. Bagaimana kalau kingkong ini meledak? Bagaimana kalau dia malah menambah masa hukumanku?
Kepalaku berdenyut meratapi berbagai kemungkinan-kemungkinan yang akan kuhadapi. Tatapanku berhenti pada serbet merah kotak-kotak yang tertancap di dinding. Kusambar serbet itu untuk menutupi telur tadi.
"Mana lihat?!" Jisoo tiba-tiba sudah berdiri di belakangku. Spontan aku berbalik menghadapnya, sambil kedua tangan memegang serbet tadi.
Kuberikan kingkong itu senyum lebar. Tapi dia malah mendengus dan menatapku curiga. Setidak indah itukah senyumanku?
"Apaan dibelakang lo?" tanyanya menggertak. Gigiku gemertak tak karuan. Jisoo mendekatkan tubuhnya. Jarak kami kurang dari sepuluh senti, kurasa. Ia berusaha memanjangkan kepalanya untuk melihat ke belakang. Tubuhku ikut bergerak sesuai gerakannya untuk menutupi.
"Apaan sih lo!" Jisoo menyingkirkanku dengan sekali dorongan ke samping.
Cepat kututup muka dengan kedua tangan. Aku tidak ingin melihat reaksinya. Jangan marah lo Jisoo, plisss. Jangan marah! Jangan marah! Jangan marah!
"Huaahahahaha!"
Eh! Jari-jari kurenggangkan, dari celahnya kulihat Jisoo tertawa lepas. Suaranya menggema diruangan yang luas ini. Mungkin dia tidak marah, atau mungkin kesurupan?
"L-lo ke-kenapa kali?" tanyaku gugup. Aku berdiri satu meter darinya. Kupasang kuda-kuda kalau-kalau dia ingin menyerang. Tenang saja, di kiriku ada tempat sendok dan garpu. Tinggal kusambar beberapa untuk mengancamnya.