Selamat membaca
Vote dan komen😁Angin terbaik disekolah terdapat di belakangnya. Tepatnya dikolam ikan tempat kesukaanku. Sekarang setidaknya aku berdua, tidak sendiri. Siapa lagi kalau bukan Limario? Sementara dia diatas pohon bersama kucingnya, aku duduk dipinggir kolam yang hampir menyentuh sepatuku.
"Lo sejak kapan suka nongkrong disitu, Lim?" tanyaku membuka obrolah. Karena jujur, kalau kita terus diam-diam seperti ini, kemungkinan aku akan tertidur karena angin begitu sejuk dan menenangkan.
"Sejak awal aku kabur dari MOS sekolah ini sih" jawabnya jujur. Setelah ku pikir, berarti sudah tiga tahun dia menghuni tempat ini.
"Dulunya pohon nggak segede ini, masih pendeklah" lanjutnya lagi. Kali ini diikuti raungan manja kucingnya.Ah, iya. Kucingnya. Bagaimana bisa sekolah tidak melarangnya membawa hewan peliharaan? Setahuku hanya Lim yang berkeliaran dengan kucing di pundaknya. Dan, tidak ada yang heran kecuali aku. Kalaupun ada, mereka pasti tidak berani bertanya atau semacamnya.
"Kucing lo itu. Boleh dibawa kesekolah ya?" tanyaku tak yakin. Semoga tidak menyinggung perasaannya.
Lim bergumam setuju. Cowok satu ini kalau dibandingkan dengan Seulgi dan Jisoo memang berbeda. Jadi ingat tadi istirahat saat mereka berkumpul dikantin. Saat Jisoo dan Seulgi toyor-toyoran karena masalah kemarin, Lim hanya duduk manis di tempatnya sambil mengelus kucingnya. Dia hanya tersenyum sambil sesekali memperingatkan kedua temannya. Tapi siapa sangka cowok kalem begini suka bolos dan semaunya.
"Maksud gue, gak kena marah gitu?"
Terdengar suara gemuruh. Lim sudah loncat dari pohon rupanya. Suara langkah kakinya mendekatiku dan duduk disamping. Lim memeluk kucing putihnya lembut. Dia menggeleng tanpa menatapku.
"Kok bisa?" kali ini aku sudah benar-benar kepo.
Lim mengelus kucingnya yang menggeram, ingin mencakarku.
"Udah minta izin kok. Lagian Jane gak nakal atau ganggu selama ini. Kalau di kelas, dia paling duduk dibawah meja, di kakiku" jelas Lim lagi.Aku berdecak. Entah kenapa masih belum terima kucing setannya diberi nama Jane.
"Ini kucing dari Mommy" ujarnya seakan tahu isi pikiranku. "Mommy yang memberinya nama Jane dihari terakhirnya"
Deg! Raut wajahku menegang sesaat mendengar penjelasan yang satu ini. Kutatap Lim yang sekarang menunduk. Menatap nanar kucing putih di pangkuannya.
"Mommy suka kucing. Aku dan saudara kembarku juga. Kalau saja mereka berdua masih hidup. Oh iya, nama saudara kembarku
Liam manoban" Lim kembali menatapku. Kali ini dengan senyum, walapun matanya menyiratkan kesedihan.Aku segera menunduk. Menahan malu dan kesal pada diriku sendiri. Tidak seharusnya aku bertanya seperti itu. Apalagi mengingat aku sering memanggil kucingnya kucing setan. Mana aku tahu itu dari mendiang Mommy nya, juga dari mendiang saudara kembarnya.
"Lim, gue minta maaf. Jujur gue sama sekali nggak---"
"Iya, gak apa-apa kok" potong Lim lagi. Mungkin dia sudah terbiasa.
"Oh iya, soal kenapa aku bisa bawa kucing ini ke sekolah karena.... ini sekolah keluargaku, Jan" Lim terkekeh pelan."Sekolah.... keluarga lo? Astaga, harusnya gue bisa nebak ya" aku ikut menertawakan diri sendiri.
Kami menghabiskan jam-jam terakhir pelajaran disini dengan mengobrol. Lim cukup terbuka denganku. Aku juga cukup sabar berada di sampingnya, maksudku berada di dekat kucingnya. Entah berapa kali kucing itu lepas dari pelukan Lim dan mencakarku. Sebenarnys ini bukan yang pertama, kucing-kucing selalu benci padaku. Padahal aku hanya ingin mengelus dan memanjakan mereka. Tidak adil ya?