Selamat membaca
Vote dan komen😁"Lo bisa bikin Jennie sesak nafas tau gak!"
"Lebay lo ah, cuma tiduran kepala disamping dia aja kok. Iya kan, Tante?"
Suara-suara lain mulai memenuhi pendengaranku. Kubuka mata perlahan. Gambaran langit-langit yang begitu kukenal mulai terlihat jelas. Ini.... kamarku.
"Aaah lo udah sadar ya, Jen?"
Aku menjerit ketika Irene menjatuhkan tubuhnya ke tubuhku. Nyeri disana sini benar-benar menyakitkan.
"Aihh, sorry Jen. Awww sakit ya? Mana yang sakit? Mana?" dia malah menggerayangiku."Geli woy!" aku tertawa sambil terus menjauhkan tangannya.
"Kenapa lo sadar sih? Baru juga mau tidurin kepala disini!" Tae duduk disamping ranjangku. Dia menepuk-nepuk bantal disebelah kepalaku.
"Ngarep lo!" kulempar guling kearah wajahnya hingga dia hampir terjengkang ke belakang. Kami kembali tertawa. Entah kenapa aku rindu sekali dengan mereka.
Eomma dan Jung-ha yang berdiri disana hanya tersenyum. Dari belakang mereka, seseorang masuk. Dia memakai baju yang kuketahui milik Jung-ha. Rambut cokelat tuanya basah. Handuk kecil masih sibuk dia gunakam untuk mengeringkannya. Aku mendadak terpaku. Wajahnya begitu mulus dan putih. Bibir bentuk hati nya yang selalu merah dan sepertinya lembut. Kugelengkan kepala. Apa sih yang dipikirkan?
"Udah sadar ya?" ucapnya lembut.
Aku juga rindu suara itu. Mata rusa Jisoo menatapku dengan tatapan yang teduh. Dia tersenyum menghentikan aktifitasnya dan mulai mendekatiku.
Tiba-tiba saja Tae berdiri, memberikan tempatnya untuk Jisoo. Segera kucengkram tangannya agar dia tidak pergi. Aku ingin Tae saja yang ada disini. Jangan digantikan Jisoo, karena bahkan dia ada disini saja aku tidak mau. Jadi ingat kejadian itu. Walaupun kalau melihat posisiku sebagai pembokatnya ini memang tidak pantas. Tapi aku tidak peduli, dia juga begitu kan?
"Kita perlu bicara, Jen" ujar Tae tiba-tiba berdiri. Dia tidak melepas cengkramanku, malah menatap Jisoo dengan tatapan yang tidak bisa kutebak. Hasilnya, tidak hanya Jisoo, tapi semua orang keluar dari kamarku. Sepertinya malah turun kebawah.
Menatap Tae, kutautkan alis dan kerutan kening. "Bicara apa sih? Lebay deh lo!" aku terkekeh sembari mendorong dia ke belakang.
Tae malah tersenyum dan kemudian duduk lagi. Dia memang sedikit berubah belakangan ini. Hal yang ingin kutanyakan tetapi selalu tidak sempat. Detik demi detik hanya diam. Aku bingung harus mulai atau tidak karena dia yang ingin bicara. Perlahan kedua tanganku digenggamnya pelan. Dia mendesah berkali-kali. Aku jadi geli sendiri. Dalam hati kuyakini Tae gagal untuk memulainya. Ketua kelas satu ini kenapa? Grogi kah?
"Hey" ujarnya saat desahan ke empat. "Gue mau jujur sesuatu ke lo, Jen" kurasa Tae mulai serius. Dia menatapku lekat.
"Jujur apaan?" tanyaku dengan polosnya.
Dia mendesah lagi. "Tentang perasaan gue sih. Udah bisa tebak?"
Kali ini aku yang mendesah.
"Udah. Lo mau jujur kalau sebenarnya lo itu suka sama gue. Terus lo mau nembak deh. Tamat" jawabku asal lalu tertawa keras.Hingga kuusap mata, Tae masih mematung. "K-kok lo bisa t-tau sih?" ucapnya gugup.
Kembali tawaku meledak. Bisa kurasakan perutku yang sakit terus berguncang. Taehyung, wajahnya memerah. Dia menatapku dengan sejuta tanya. Menggelikan, tadi dia bilang.... tunggu, APA?
"LO BENERAN?!" pekiku tidak percaya. Tae mengedip lucu sambil menganggukan kepalanya. "HAH?"
"Yang lebay siapa sekarang?" ujarnya sambil mengelap wajahku. Benar juga. "Tapi nggak sepenuhnya bener sih" kini wajahnya tertekuk. Tadi senang, lalu hera, sekarang galau. Tae, sampai sekarang masih saja belum berubah.