3 | Penantian

9 3 0
                                    

Saat musim kemarau, mereka berandai-andai hujan segera membasuh bumi.
Saat hujan tiada reda, mereka berandai-andai hujan akan segera reda.

Seandainya, selalu menjadi sebuah kata menuju pengantar doa, bisa juga menjadi sebuah pengantar lara yang meninggalkan jejak tak kasat mata.

ketikan_tangan__

~ Ig: @alluraoleander
___

~ Ig: @alluraoleander___

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hah...," aku bosan.

Pelanggan yang hadir akhir-akhir ini tidak banyak, bahkan orang-orang dari shift pagi juga mengatakan hal yang sama. Mungkin karena faktor persaingan dari perusahaan sebelah. Aku tidak tahu kenapa dua market ini selalu buka di tempat yang berdekatan. Ada yang bilang begitulah strategi mereka berbisnis. Keheningan ini membisukan suara. Tidak ada yang mencoba menghidupkan suasana di dalam minimarket, apalagi hari sudah senja.

Diam-diam aku mengeluarkan buku sketsa dari dalam tas. Katanya, pisau yang tajam akan menjadi tumpul juga, jika jarang digunakan dan tidak pernah diasah. Aku sudah mendengar ratusan kali pujian dari para dosen, semuanya senang dengan karya yang aku buat. Namun, bersamaan dengan pujian mereka, selalu berakhir dengan helaan nafas. Kemudian mereka mulai menggunakan kata 'andai saja', seakan-akan mereka tersihir dengan kata itu.

'Andai saja kamu bisa lebih fokus pada karya-karya mu,'

'Andai saja kamu lebih mengasah kemampuan mu,'

'Andai saja kamu memperdalam ilmu seni.'

Terlalu banyak kata 'andai'. Kalau soal kata berandai-andai, tidak akan ada ujungnya. Aku tidak bisa merengek pada diriku sendiri, karena tidak punya cukup waktu untuk belajar. Karena bersuara dan berandai lebih mudah bagi mereka yang tidak mengenal siapa aku. Tidak semua orang memiliki keberuntungan seperti mereka yang mampu berandai-andai. Hidup seharusnya realistis. Berandai tidak akan menyelesaikan masalah apapun, hanya menunda sedikit waktu bagaikan bom yang siap untuk meledak.

"Sedang apa?" Aku mendongak, ternyata teman satu shift-ku yang sama-sama senggang.

Namanya Putra Hernando Wibowo. Putra ini, kondisinya sama seperti aku. Bedanya, dia masih memiliki ibu dan dua orang adik. Yah..., tidak seburuk aku juga, atau lebih buruk dari aku?

"Sedang membuat sketsa, coba berikan aku saran yang bagus." Jadi begini, Putra ini seorang pekerja serabutan. Usianya lebih muda satu tahun dari aku tapi dia bisa mengerjakan apapun. Terkadang aku sering meminta saran padanya, karena dia terkenal dengan julukan 'tangan obeng'. Julukan itu tidak mungkin diberikan sembarangan kepada Putra.

Putra bisa memperbaiki apapun, mulai dari komputer hingga mesin motor. Seluruh karyawan di tempatku bekerja akan merasa sangat aman kalau bisa satu shift dengannya. Anehnya, Putra juga tidak pernah menolak jika dimintai bantuan. Dia akan senang hati melakukan apapun, terlebih-lebih kalau disogok menggunakan uang. Benarkan kataku, uang adalah segala-galanya.

Dongeng Sesudah TidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang